Kontroversi pulang para Rambo ini memang menarik banyak soal dan perspektif. Manusia memang unik. Untuk itulah kita disebut Zoon Politicon. Lantas kita bertengkar saling mengalahkan.
Ada 689-an kurang lebih para eks-kombatan ISIS dari Indoenesia ingin pulang setelah sebelumnya keok karena pasukannya luluh lantak dihajar. Pertanyaan yang sama, “apakah mereka bakal pulang jika menang dan khilafah ISIS bisa ditegakkan ?
Penawaran Tiga Perspektif
Pertama, perspektif kemanusian. Jika pendekatan ini yang digunakan, maka mereka punya hak yang sama sebagai warga negara untuk kembali pulang. Negara punya kewajiban memfasilitasi bahkan me-ngongkosi semua biaya termasuk pesawat dan akomodasi gratis.
Mereka adalah warga negara Indonesia yang terlantar dan butuh perlindungan negara. Negara harus hadir, tak boleh tutup mata. Ini warga negara yang punya hak azasi yang sama. Negara punya kewajiban memulangkan mereka atas nama kemanusian tanpa syarat.
Kedua, perspektif keamanan dan politik. Jika Pendekatan ini yang digunakan, para kombatan ISIS adalah pengkhianat negara, para pembrontak. Mereka telah meninggalkan Indonesia dan memilih Suriah, memilih khilafah ketimbang NKRI. Yang secara ideologis berhadapan dengan negara.
Mereka adalah para tapol yang kalah usai perang. Wacana pembinaan tak semudah yang dikatakan. Ini soal perang ideologi, maka konteks kemanusiaan menjadi faktor paling kecil yang sangat mungkin diabaikan.
Ini soal 689 orang dari 267 juta penduduk. Siapa jamin mereka tobat dan mengubah ideologinya? Bagaimana kalau malah sebaliknya, menjadikan Indonesia sebagai kawasan jihad barunya ?
Ketiga, perspektif ukhwah Islamiyah. Sebagai sesama muslim, saya ingin mereka pulang. Kembali bersama lupakan masa lalu. Ini pengalaman terbaik, baik mereka (combatan ISIS) dan bagi kita. Bahwa negeri kita masih lebih baik dari Khilafah ISIS yang pernah mereka impikan.
Berbakti kembali pada nusa dan bangsa. Pulang sebagai tanda tobat bukan sebar virus radikalisasi untuk kembali pada suatu saat! Jika masih demikian, usir!
Lantas Bagaimana Kita Bersikap?
Inilah soal rumitnya. Kita bisa saja berada di tempat yang berbeda dengan pendekatan yang kurang lebih juga tidak sama. Negara punya pilihan. Ormas dan masyarakat juga punya pilihan dengan pendekatan yang sesuai.
Pada akhirnya, politik memang soal pilihan dan selalu berada dalam konteks kalah-menang. Dan kali ini, kombatan ISIS dalam posisi kalah dan kita bisa saja berada dalam posisi “mengasihani” karena soal kemanusian. Tapi negara punya perspektif lain yang barang kali berbeda dengan yang kita punya.
Di situlah kemudian ada batas yang tidak bisa saling melingkupi dan siapapun bisa melakukan apapun yang dikehendaki tanpa pembatasan sebagai hak yang azazi sekaligus resiko yang dihadapi sebagai konsekwensi atas pilihan yang diambil.
Dan kombatan ISIS adalah para pasukan kalah dari medan tempur menegakkan khilafah di negeri impian. Negeri harapan telah mengusir mereka layaknya pesakitan. Akankah kembali ke Negeri asal yang pernah dikhianati dan menerima kembali sebagai pahlawan pulang dari medan kalah dengan kalung bunga dan shalawat badar ?