Rangkaian tes dalam seleksi CPNS hanya akan menambah deretan angka korupsi, kolusi dan nepotisme, khususnya pada saat tes SKB (Seleksi Kompentensi Bidang). SKB terdiri dari kesamaptaan dan tes PFK (Pengamatan Fisik). Tes kesamaptaan adalah salah satu tahap seleksi fisik atau tes kesehatan. Tes kesamaptaan terdiri dari, push up, sit up, pull up, dan chining, dan shuttle. Tes (PFK) pengamatan Fisik adalah tes pemeriksaan fisik, seperti pemeriksaan postur tubuh, tato. Adapun tes keterampilan yaitu ketrampilan yang dimiliki peserta. Walaupun tes ketrampilan lebih difokuskan pada kemampuan bela diri, tidak menjadi mustahil keterampilan-keterampilan lain bisa menambah nilai.
Pengalaman Putra Saya di Seleksi CPNS
Saya ingin bercerita tentang pengalaman Yoyo putra sulung saya, saat mengikuti seleksi CPNS bagian Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Tahap seleksi fisik atau tes kesehatan, untuk pos-pos CPNS tertentu. Misalnya tes sebagaimana yang diikuti anak saya. Jadwal tes fisik sudah ditentukan seminggu sebelum pelaksanaan. Tes fisik yang diikuti oleh 300 peserta, dibagi menjadi 3 kelompok dalam 3 hari. Dia mendapatkan hari kedua dari jadwal yang telah ditentukan oleh panitia.
Yoyo mengikuti tes fisik untuk melanjutkan rangkaian tes dari seleksi lanjutan sebagai CPNS. Sebelumnya, Yoyo sudah mengikuti tes SKD (Seleksi Kemampuan Dasar) dengan nilai yang cukup lumayan (sekitar 400). Nilai Seleksi Dasar peserta adalah syarat untuk melanjutkan tes-tes berikutnya, sebagai salah satu formasi yang ditawarkan bagi lulusan SMA sederajat.
Waktu mengikuti tes sudah tiba. Pagi itu peserta berkumpul di Gedung Olah Raga Saburai. Warna warni masker meramaikan suasana lapangan yang dominan putih-putih seragam peserta. Menggunakan masker menjadi salah satu syarat untuk mengikuti tes, mungkin karena masa pandemi Covid-19 harus mengikuti protokol kesehatan. Ada beberapa peserta yang menggunakan masker warna yang tidak biasa, warna kuning dan mungkin kurang lebih sepuluh peserta.
Tes pertama adalah tes lari. Yoyo melaluinya dengan semangat sampai dengan putaran keempat. Kecepatan rata-ratanya untuk mencapai garis star masih stabil. Hingga pada putaran kelima, tiba-tiba nafas mulai terengah-engah, cerita Yoyo pada saya. Yoyo tanpa berfikir panjang terus berlari untuk menyelesaikan tugasnya. Garis start sudah kembali terlihat oleh Yoyo. Dia percepat laju larinya, tapi pada angka 2360 meter tiba-tiba kakinya terasa sakit. Dan batas waktupun sudah berakhir, cerita Yoyo membuat saya merasakan kasihan.
Tes berikutnya adalah pull up. Standar TNI dalam pengambilan nilai pull up, sit up, dan push up ternyata berbeda. Cara melakukan pull up, tidak boleh mengayunkan kaki, jadi bagi peserta ini sangat berat. Yoyo mendapatkan angka 10. Tes-tes lain juga mengikuti standar TNI. Yoyo dengan semangatnya melakukan semaksimal mungkin. Walaupun tidak mencapai seratus persen dari yang ditargetkan, Yoyo mendapat rata-rata 80 persen.
Kecurangan Seleksi CPNS di Depan Mata
Dag dig dug… Yoyo menunggu hasil pengumuman pada hari itu. Nilai hasil peserta diumumkan pada hari pelaksanaan tes. Hasil pengumuman tes hari pertama sudah ada, hasil tes hari kedua langsung dapat terlihat rangkingnya dari peserta tes hari pertama, hari kedua, dan seterusnya. Yoyo kaget melihat angka-angka yang mengurutkannya ke angka seratusan. Tidak puas, Yoyo melihat angka teman-temannya, ternyata yang dicurigai benar adanya.
Seminggu sebelum tes di jadwalkan, salah satu teman Yoyo menanyakan apakah dia ikut kelompok teman-teman yang memberi sesuatu ke tim penilai untuk mengkondisikan nilai. ”Gak lah,” jawab Yoyo kepada temannya. ”Duitnya juga dari mana,” Yoyo menegaskan kepada temannya, ceritanya kepada saya.
Masker berwarna kuning. Yoyo ingat pada teman-temannya yang mencurigakan. Benar atau tidak, ternyata mereka semua itu masuk dalam sepuluh besar rangking tes fisik. Nilai-nilainya fantastis, hanya bisa dilakukan oleh seorang atlit. Tapi kenyataannya hanya satu dari mereka yang seorang atlit. Siapa yang bisa protes?
Kecurangan terjadi lagi ketika tes wawancara. Saya marah tapi tidak sempat saya lontarkan, karena ia akan menambah beban putra sulung saya. Tes wawancara dengan keahlian bela diri dan menjadi pelatih sama sekali tidak dihargai. Nilai 90-an diberikan oleh juri kepada temannya yang tidak memiliki keahlian bela diri. Padahal pekerjaan ini sangat membutuhkan keahlian itu. Apakah karena dia anak dari salah satu pejabat? Bagaimana dengan si masker kuning? Ternyata mereka masuk sepuluh besar rangking wawancara.
Terbongkarnya Korupsi pada Sistem CPNS
Selang satu hari dari jadwal tes samapta hari pertama, di media diberitakan bahwa seleksi CPNS terindikasi kecurangan. Mata saya terbelalak. Saya klik untuk membuka isi berita indikasi kecurangan itu. Pengalaman cerita dari peserta dalam media itu, sama persis dengan apa yang dialami putra sulung saya.
Lagi-lagi kecurangan terjadi pada saat seleksi CPNS. Saya pikir, hal seperti itu tidak pernah terjadi lagi. Oknum tidak diberi kesempatan. Tapi dengan cara tes-tes seperti ini, ia akan memberi peluang seluas-luasnya pada oknum. Masih adakah cara seleksi CPNS yang tidak berpeluang korupsi, kolusi, dan nepotisme?
Sepertinya bagaimanapun sistem yang digunakan, kalau masih ada oknum yang tidak memiliki hati nurani yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongan, maka tidak akan pernah ada kata bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Menariknya, ada juga tren memperkenalkan gamifikasi di segmen situs web ini, yaitu pengembang game online terkenal Poki telah mulai membuat prototipe yang dapat memengaruhi semua fitur yang dibahas dalam artikel ini dan ditingkatkan.
Saya juga menjadi ragu dengan sistem CAT (Computer Assisted Test). Bukan sistemnya, tapi operator di balik layar yang saya ragukan. Masih banyak celah-celah yang dimainkan oknum untuk menentukan kelulusan seorang CPNS. Jadi, masih bisakah seleksi CPNS di Indonesia yang kita cintai ini bersih dari kata korupsi, kolusi dan nepotisme? Saya jadi pesimis.
Sampai kapan oknum-oknum itu tetap menjadi sampah masyarakat? Apakah Pemerintah tidak memiliki sistem seleksi CPNS yang lebih baik dari sekarang? Ke mana revolusi mental yang di gembar-gemborkan pada kala itu?