Kini, di abad 21, kebudayaan atau peradaban Islam, khususunya di Indonesia mengalami kemunduran atau keruntuhan total. Kita hidup di era kegelapan dan bayang-bayang keruntuhan total di era modernitas dan globalisasi ini.
Kemunduran kebudayaan dan peradaban ini karena ulah umat Islam sendiri, yang tidak mau atau mengabaikan ajaran dan nilai ideal transenden dan moralitas yang terkandung dalam Al-Qur’an, hadis, pemikiran para tokoh modernis, dan revolusioner Islam.
Nampaknya sebagian umat Islam lupa, dan abai dalam melihat dan menghayati kembali ajaran islam sejati, yaitu ajaran ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan kembali kepada islam sejati, Al-Qur’an dan pemikiran para tokoh revolusioner Islam kita bisa menemukan kembali jati diri, identitas dan kepribadian ajaran Islam yang otentik.
Dengan itu, kita sebagai umat Islam dapat kembali bangkit, bersemangat dalam melanjutkan dan menebarkan ajaran Islam yang mulia. Baik ajaran Islam sebagai ibadah ritual, muamalah, maupun agama Islam sebagai ideologi yang dapat membentuk kebudayaan dan peradaban Islam.
Kebudayaan Islam yang Maju
Kebudayaan ada dua kategori. Yaitu budaya material dan immaterial. Budaya material adalah budaya yang nampak oleh kasat mata atau hasil produksi manusia. Seperti rumah, batik, ukiran dinding, infrastruktur, dll.
Sedangkan budaya immaterial adalah budaya yang tak kasat mata tetapi sangat berpengaruh dan memberikan dampak yang positif bagi setiap individu dan masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, budaya yang lahir dari dalam jiwa raga, sifat kebathinan, mentalitas, moralitas, kepribadian dan karakter seseorang.
Dalam menjalani kehidupan di lingkungan keluarga, masyarakat dan negara. Setiap individu itu tidak hanya menampakkan aspek luar atau budaya material semata. Namun harus menjaga keseimbangan antara budaya material dan immaterial.
Setiap individu tidak hanya berpakaian rapi dan indah, tetapi perlu didukung dengan kepribadian atau karakter yang mulia. Seperti berbicara lemah lembut, jujur, menjalin kasih sayang, tolong menolong, dan saling menghargai.
Masyarakat telah dikatakan memiliki atau mencapai kebudayaan yang tinggi, jika masyarakat dapat menjaga keseimbangan antara kebudayaan material dan immaterial.
Malek Bennabi dalam Membangun Dunia Baru Islam, mengatakan bahwa, kebudayaan, dalam bentuknya yang hidup, yakni suatu aktivitas, tidaklah mempunyai sekat-sekat yang memisahkan bagian-bagiannya satu sama lain, sebagaimana halnya dengan sekat-sekat yang kita kenal ketika kita mempelajari kebudayaan secara teoritis.
Kebudayaan, dalam bentuknya yang hidup, adalah suatu kesatuan yang memiliki bagian yang saling berjalin satu sama lain. Lalu diikat oleh ikatan internal, yang ditentukan oleh para pemimpin bangsa yang menciptakannya sesuai dengan moral, cita rasa, dan sejarah bangsanya.
Ikatan itulah yang memberi karakter khas kepada kebudayaan. Ia menciptakan watak khusus bagi cara hidup masyarakat, dalam arti ia mendefinisikan keistimewaan yang bercorak kemanusiaan dan sejarah, yang khusus pada kebudayaan tersebut.
Secara khusus terdapat hubungan antara prinsip moral dan cita rasa keindahan, yang dalam kenyataannya merupakan interaksi organik yang mempunyai fungsi sosial yang sangat penting. Sebab, interaksi-interaksi tersebut menentukan karakter kebudayaan secara keseluruhan dan arah peradaban, ketika ia menempelkan karakter khusus tersebut pada cara hidup.
Sebelum suatu masyarakat dipengaruhi oleh teknologi dan industri, ia terlebih dahulu dipengaruhi oleh suatu orientasi umum dan tujuan yang komprehensif, yang membuat semua bagiannya terikat dengan prinsip moral dan cita rasa keindahan. Dengan kata lain, ia terikat oleh interaksii yang terjadi pada keduanya.
Sungguh celaka, jika negara Indonesia yang mayoritas muslim ini malah bermalas-malasan. Lebih-lebih saling memicu kekerasan, mencemoooh, mencaci maki antar sesama. Sedangkan di masa depan ada aneka cobaan dan gelombang besar yang siap menerjang, lalu meruntuhkan sendi-sendi kehidupan.
Cobaan-cobaan itu tidak hanya datang dari peristiwa di lingkungan sekitar. Melainkan cobaan itu datang dari negara lain, yang ingin meruntuhkan kedaulatan negara indonesia . Baik menjajah atau mengeksploitasi di bidang ekonomi, budaya, politik dan kemanusian.
Karena itu, umat Islam harus bersaudara dengan landasan aqidah, islam, kenegaraan dan kemanusiaan. Ibarat satu organ tubuh, jika satu bagian sakit, maka bagian yang lain akan merasakan sakitnya. Atau seperti bangunan, yang saling topang-menopang, bantu membantu, dan saling menguatkan antar sesama.
Editor: Dhima Wahyu Sejati