Falsafah

“Kembali Kepada Al-Qur’an dan Sunah” ala Al-Afghani

4 Mins read

Nama Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) bagi kalangan para peminat kajian keislaman, terutamanya pembaruan pemikiran Islam, sudah tak asing lagi.

Al-Afghani, demikian penyebutan selanjutnya dalam tulisan ini, oleh banyak kalangan intelektual Muslim kenal sebagai seorang pembaharu di dunia Islam abad ke-19. Ia juga dikenal sebagai perintis modernisme Islam.

Tak jarang, ada kalangan yang menyebut Al-Afghani merupakan salah satu tokoh renaissance Islam modern abad ke-19 M. Di mana, pemikirannya dianggap memiliki pengaruh besar hampir ke seluruh negara-negara berpenduduk Muslim, termasuk Indonesia. Pengaruh Al-Afghani terkait ide-ide pembaruan dalam Islam, khususnya ide-ide modernisme Islam hingga abad ke-20 M.

Misalnya saja, dalam buku Filsafat Islam dan Pemikiran Filsuf Muslim Dari Masa Ke Masa (2016) garapan Oemar Amin Hoesin dan Abu Tholib Khalik menempatkan Al-Afghani, tak hanya sebagai seorang pimpinan politik, melainkan juga seorang filsuf, yang disejajarkn dengan para filosof Muslim klasik, seperti, al-Farabi dan Ibnu Sina.

Gerakan Al-Afghani

Tentu, pandangan tersebut bisa saja salah dan benar. Namun yang pasti gerakan Al-Afghani dikenal banyak kalangan. Karena, pemikiranya yang sangat luas dan menganjurkan umat Islam bersatu padu dalam satu payung yang kemudian disebut sebagai pan-Islamisme. Sebuah wadah atau sarana yang dianggap bisa memperkuat umat Islam dalam menghadapi kolonialimse Barat.

Gerakan lain yang cukup menarik dari Al-Afghani ini adalah penolakkannya atas tradisionalisme murni dalam mempertahankan Islam yang tak kritis. Ia juga menolak taklid membabi buta dengan slogannya “back to Al-Qur’an and Sunnah”atau kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Slogan yang didengungkannya ini jauh berbeda dengan slogan kembali kepada Al-Qur’an dan hadis ala Ibn abd al-Wahhab. Di mana, ia lebih menitikberatkan pada tekstualitas Al-Qur’an dan sunah serta reformasi ajaran Islam dengan tuduhan umat Islam non-Wahhabi sebagai penganut kaum bidah dan syirik.

Baca Juga  Jamaluddin Al-Afghani (6): Berjuang di Bawah Tirani Mamluk

Slogan Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunah

Dalam beberapa literatur dijelaskan, pada awalnya slogan “kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah” untuk pertama kalinya dipopulerkan oleh Ibn Abd al-Wahhab dalam bingkai gerakan politik.

Latarbelakangnya yakni klaim kekuasaan politik Imperium Turki Utsamani yang proklamirkan Sultan Abd Hamid I (1773-1789) pada tahun 1773. Di mana pada waktu itu dibantu Muhammad bin Sa’ud ketika melancarkan pemberontakan.

Kemudian ada yang mengatakan secara mendasar slogan “kembali kepada Al-Qur’an dan sunah” yang lontarkan Wahhabi ini, murni bukan gerakan keagamaan, akan tetapi lebih pada persoalan kasus gerakan politik pinggiran melawan politik pusat. Di mana kemudian, slogan ini digunakan sebagai pendekatan dalam konteks gerakan Puritanisme Islam dan dianggap sebagai titik awal dari lahirnya gerakan Wahhabisme di seantero Timur Tengah dan menyebar keseluruh penjuru dunia (Esposito, 1991, 35).

Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunah ala Al-Afghani

Sementara slogan “kembali kepada Al-Qur’an dan sunah” ala Al-Afghani lebih menitikberatkan pada pendekatan atas Al-Qur’an dan sunah dengan menggunakan metode rasionalis. Serta menganjurkan umat Islam harus bersikap berani mengadopsi tradisi selain Islam, sepanjang bisa memberikan keuntungan bagi umat Islam.

Selain itu, slogan kembali kepada Al-Qur’an dan sunah ala Al-Afghani dibingkai dalam gerakan politik sebagai gerakan puritanisme Islam dalam rangka pemersatu umat Islam. Dalam kecamata Al-Afghani, untuk menghadapi gerakan imperialisme Barat, umat Islam memang harus kembali pada ajaran Islam murni. Pada saat yang sama, umat Islam diberbagai penjuru dunia harus berada dalam satu di bawa panji Islam.

Slogan “kembali kepada Al-Qur’an dan sunah” ala Al-Afghani menghembuskan semangat re-ijtihad-sasi pada semua umat Islam. Dalam pandangannya, sampai kapanpun pintu ijtihad tak pernah tertutup dan tak ada satu ulama di mana pun yang berhak menutupnya terhadap ajaran-ajaran Islam, pada umumnya.

Baca Juga  Berfilsafat adalah Aktivitas Memanusiakan Manusia

Interpretasi ulama dari klasik hingga nanti baik dalam bidang tafsir maupun hukum fikih, pada khususnya akan selalu ada.

Bagi Al-Afghani, penutupan pintu ijtihad merupakan penyebab munculnya kelemahan dan kemunduran, serta ketertinggalan umat Islam dari bangsa-bangsa Eropa. Pelestarain re-ijtihad-sasi adalah kembali kepada Al-Qur’an dan sunah dengan cara perenungan kembali secara mendalami akan nilai-nilai Islam.

Re-ijtihad-sasi

Re-ijtihad-sasi, atau lebih tepatnya pengalaman kembali membuka pintu ijtihad. Umat Islam dituntut untuk mereorientasikan kembali pondasi utama agama yaitu agama Islam yang diciptakan untuk kemaslahatan manusia. Sekaligus melakukan pembaruan yang bertitik tolak atau didasari atas keyakinan bahwa agama Islam itu salih li kulli zaman wa makan. Yaitu Islam sesuai zaman dan tempat di manapun, kapanpun, atau dengan kata lain, Islam sesuai dengan semua bangsa, zaman dan keadaan.

Bagi Al-Afghani, yang seperti ini dianggap tak bertentangan dengan ajaran Islam dan kondisi yang disebabkan perubahan zaman. Oleh karenanya, jika ada bertentangan antara ajaran Islam dan zaman, harus dilakukan penyesuaian dengan mengadakan interpretasi baru terhadap ajaran Islam yang ada dalam Al-Qur’an dan sunah.

Majalah al-Urwah al-Ustsqa

Untuk memuluskan gerakan re-ijtihadi-sasi ini, Al-Afghani menerbitkan majalah mingguan yang diberi nama al-Urwah al-Ustsqa. Lewat majalah ini, Al-Afghani juga mengkritik dan mengingatkan umat bahayanya kolonialisme Barat atas bangsa Timur. Serta mengajak seluruh umat Islam menghadapi segala bentuk imperialisme dan kolonialisme Barat.

Kita simak lintas ungkapan Al-Afghani:

Sungguh, bahaya yang melanda Mesir telah menyakitkan hati umat Islam. Bahaya itu bukan barang yang rahasia lagi bagi mereka, sebab persatuan mereka melebihi dari persatuan ras dan bahasa. Selama Al-Qur’an masih dibaca dan ayat-ayatnya dimengerti orang, maka tak ada yang dapat menghinakan mereka. Malapetaka yang ada di Mesir telah membawa kesedihan dan duka-cita yang mendalam di hati umat Islam, suatu yang tidak disangka-sangka. Mereka harus menekan dada menghadapi kenyataan yang lalu maupun yang akan datang (Al-Afghani, 2000, 74).

Baca Juga  Jamaluddin Al-Afghani (8): Dari Paris Menyuarakan Pan-Islamisme Lewat Majalah Al-Urwatul Wutsqa

Akan tetapi, sayangnya, keberadaan majalah ini tak bertahan terlalu lama, keberadaannya dianggap banyak merugikan kolonialisme Barat yang sedang menjajah beberapa negara Islam pada waktu itu.

Misalnya, Inggris melarang keberadaan majalah al-Urwah al-Ustsqa masuk ke India dan Mesir dan Afrika. Perancis menjajah Aljazair, dan wilayah-wilayah lain, serta Italia yang menguasai Libya. Sementara di Asia Tenggara pun termasuk Indonesia dikuasai oleh Inggris dan Belanda, sehingga melarang masuknya surat kabar ke Indonesia (Hoesin, 1959, 160).

Tentu, semangat slogan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah ala Al-Afghani dengan re-ijtihad-sasi di segala aspek, termasuk menerima dan menyerap modernitas yang ada di Barat. Dalam pengertian bukan meniru budayanya, akan tetapi lebih pada meniru dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi Barat. Dan, pada akhirnya, slogan “kembali kepada Al-Qur’an dan sunah” bisa digunakan untuk menyimbangi peradaban Barat.

Editor: Yahya FR

Avatar
5 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Pemikiran Islam dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds