Berita Wafat KH Adang Qomaruddin
KH Adang Qomaruddin I Pagi ini, saya sudah bersiap di perpustakaan nasional untuk membuat sebuah karya ilmiah yang deadlinenya tinggal besok. Setumpukan buku serta jurnal sudah dipersiapkan. Namun terus ada perasaan untuk saya keluar serta ingin pergi ke kota hujan. Padahal agenda ke kota tersebut akan dilaksanakan esok pagi.
Tak lama kemudian, saya sedang asik bercengkrama dengan “iver,” ya laptop silver saya yang terus menghasilkan pundi cuan dan pemikiran. Hp saya bergetar, cukup banyak getarannya. Ternyata kabar duka yang tiba. Dalam layar ponsel saya tertulis: Innalillahi Wa Innailaihi Rojiuun.
Ya, kabar duka dari guru saya, KH Adang Qomaruddin atau saya memanggilnya Pak Adang, Beliau merupakan pendiri tempat saya belajar selama enam tahun. Juga seorang teman dari kakek saya. Seketika badan lemas dan ide-idepun hilang.
Setelah semua grup mengabarkan kepergian beliau, sahabat saya memberitahukan agar saya segera bergegas pergi untuk ikut menyolatkan. Tapi apa daya, deadline karya ilmiah yang harus dikumpulkan esok hari membuat saya harus menunda keberangkatan.
Sang Penyair dengan Semangat Membara
Pak Adang terkenal sebagai pendiri Madrasah Mu’allimien Muhammadiyah Bogor, ya di kota hujan. Beliau juga dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah di Bogor.
Saat saya belajar di masa lalu. Beliau mengajar Kemuhammadiyahan di kelas 11 dan 12. Juga di pesantren mengajar Sejarah Nabi serta Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM).
Sebagai seorang guru beliau dikenal tegas kepada muridnya. Serta selalu menyelipkan guyon, frasa dan lagu-lagu yang unik ciptaannya.
Waktu itu, pernah terjadi suatu kejadian di mana saya sedang jenuh belajar dan berorganisasi sehingga semua amanah yang saya emban kala itu terbengkalai.
Kebetulan, esok harinya setelah subuh merupakan waktu Pak Adang mengajar PHIWM. Namun saya dan teman saya merasa ada yang aneh. Biasanya beliau langsung membuka bahasan dengan materi. Tapi saat itu berbeda.
Pendiri Madrasah itu bercerita tentang perjuangan Muhammadiyah. Perjuangan mendirikan Muhammadiyah serta Madrasah Mu’allimien Muhammadiyah Bogor. Betapa semangatnya beliau menceritakan masa lalu.
Saat Pak Adang bercerita, respons seluruh murid berbagai macam, ada yang antusias, ada yang tidur, adapula yang tidak mengerti. Tapi sebagian besar dari santri-santri tersebut antusian mendengarkannya.
Pada akhirnya Pak Adang menyebutkan sebuah frasa seperti ini:
Muhammadiyah Tanpa Amal… GAGAL Muhammadiyah Tanpa Dakwah… PATAH
Muhammadiyah Tanpa Gerak… TERDESAK Muhammadiyah Tanpa Kader… KEDER Muhammadiyah Tanpa Pendidikan… MENGERIKAN
Muhammadiyah Tanpa Organisasi.. TERELIMINASI Muhammadiyah Tanpa Masyarakat… SEKARAT
Muhammadiyah Tanpa Juang… PECUNDANG
Muhammadiyah Tanpa Pengajian… KESEPIAN
Terlihat dari frasa tersebut betapa beliau menjadi pemikir sekaligus mengamalkan apa yang diajarkan oleh Muhammadiyah. Karena dulu Pak Adang merupakan murid dari anak pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan.
Semua murid pun terdiam, dan merenungi bahwa menjadi bagian dari Muhammadiyah begitu berat. Teringat perkataan Jendral Sudirman “Berat Jadi Kader Muhammadiyah, pulang bagi yang bimbang dan ragu,”
***
Tak lupa, setelah menasihati semua muridnya beliau menyelipkan syair sunda sebelum pertemuan ditutup. Jujur saja saya sudah lupa dengan syair tersebut. Namun sahabat saya Ustadz Dandi Setiadi mengirimkan salah satu syairnya:
Mun leuseuh, Jung geura reureuh (Jika lelah, istirahatlah)
Mun lageudug, jung geura seuseuh (Jika kotor, maka cucilah)
Mun salah ulah sok keukeuh ( kalau salah, jangan keras kepala)
Mun bener ceukeul sing pageuh (kalau benar, maka peganglah dengan kuat)
Kana gawe ulah geuleuh (Jangan jijik dalam bekerja)
Ka sasama kudu deudeuh (kepada sesama, harus saling menyanyangi)
Mun eunteup tong mawa eunyeuh (Kalau singgah, jangan membawa penyakit)
Hirup tong siga mangandeuh (hidup jangan seperti benalu)
Syair yang begitu dalam makna dan penyampaian yang menarik di pagi itu. Sehingga kami para muridnya kembali bersemangat untuk beraktivitas.
Selamat Tinggal Guru Kami, Sang Penyair
Saat saya menulis ini, solat gaib telah saya lakukan di tengah-tengah keruwetan saya menulis karya ilmiah.
Ribuan karya tulis berupa syair, frasa dan produk intelektual beliau sudah banyak yang tercatat dan terkenang. Muhammadiyah Bogor tanpa Pak Adang di masa lalu mungkin saja tidak sepesat saat ini.
Sudah banyak murid yang sukses karena didikan Pak Adang. Tersimpan di hati semua syair yang beliau ciptakan dan beliau sampaikan di pagi dan siang hari.
Terima kasih Pak Adang, sudah berkontribusi dalam langkah awal kehidupan semua muridnya. Dengan syair yang menghujam hati dengan semangat, dengan pemikiran yang visioner, serta tentu dekat dengan anak-anak muda.
Cinta dan Semangat Pak Adang untuk membangun Muhammadiyah dan Mu’allimien Bogor tentu akan diteruskan generasi berikutnya. Selamat beristirahat dan kembali untuk memenuhi panggilan-Nya serta bersama orang-orang sholeh di sisi-Nya.
Salam dari Muridmu
Editor: Soleh