KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, memang seorang ulama sejati. Dalam sebuah buku KH Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai untuk Negeri, KH Salahuddin Wahid menulis kisah menarik tentang pahlawan bangsa bergelar Hadratus Syekh itu.
***
Dikisahkan, KH Hasyim Asy’ari mengadakan pengajian rutin kitab Bukhari dan Muslim. Yakni setiap bulan Ramadan yang dimulai sekitar tanggal 20 Sya’ban dan berakhir pada 20 Ramadan. Keulamaan Kiai Hasyim Asy’ari yang begitu dikenal membuat pengajian itu ramai hadirin.
Bukan hanya masyarakat umum, bahkan beberapa kiai yang dulu merupakan guru KH Hasyim Asy’ari juga berdatangan ke Pesantren Tebuireng Jombang. Mereka ingin belajar kepada Kiai Hasyim Asy’ari, santri alumni mereka yang kini sudah menjadi ulama kondang itu.
Tentu saja Kiai Hasyim Asy’ari menolak. Tetapi, para kiai itu ngotot. Akhirnya, disepakati bahwa para kiai yang dulu pernah menjadi guru Kiai Hasyim Asy’ari itu bisa ikut mengaji dengan syarat mereka tidak boleh memasak dan mencuci baju sendiri. Para kiai itu akan dilayani oleh santri Tebuireng.
***
Suatu malam, setelah para kiai itu tidur, ada seseorang menyelinap masuk dan mengambil pakaian kotor mereka. Salah seorang kiai terbangun dan melihat bahwa sosok yang mengambil pakaian kotor itu sepertinya Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai itu penasaran, lalu mengejarnya.
Benar. Setelah dicari, ternyata yang mengambil baju-baju kotor dan kemudian mencucinya itu adalah Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai tadi lalu meminta supaya Kiai Hasyim Asy’ari berhenti mencuci baju-baju kotor itu, tetapi Kiai Hasyim Asy’ari bersikeras untuk terus mencuci.
Alasan Kiai Hasyim Asy’ari singkat saja, bahwa itu merupakan bakti kepada para kiai yang telah mendidik beliau hingga bisa seperti sekarang. Mendengar jawaban itu, kiai mantan guru Kiai Hasyim Asy’ari itu menangis. Di tengah gelapnya malam, mereka berdua lalu berpelukan.
***
Begitulah sosok ulama panutan. KH Hasyim Asy’ari berkata, puncak ilmu adalah amal saleh. Beliau terbukti sukses mengamalkan nilai-nilai ajaran mulia pesantren dalam laku hidup keseharian. Dengan kata lain, aneka ilmu yang beliau lisankan dan ajarkan ternyata juga beliau amalkan dalam kehidupan nyata.
Namun, apalah arti kehebatan jika tidak melahirkan manusia-manusia hebat. Maka, apabila keberhasilan seorang pendidik dilihat dari kiprah murid-muridnya di masyarakat. Sungguh KH Hasyim Asy’ari telah melahirkan santri-santri luar biasa yang di kemudian hari juga menjadi kiai-kiai dan mendirikan pesantren di berbagai daerah.
Mereka, antara lain, KH Jazuli (Pendiri Pesantren Ploso Kediri), KH Abdul Manaf (Pendiri Pesantren Lirboyo Kediri), KH Bisri Syansuri (Pendiri Pesantren Denanyar Jombang), KH Chudlori (Pendiri Pesantren Tegalrejo Magelang), KH Syafaat (Pendiri Pesantren Blok Agung Banyuwangi).
Beberapa murid KH Hasyim Asy’ari lain yang juga menjadi ulama ternama adalah KH Wahab Hasbullah, KH As’ad Syamsul Arifin, KH Adlan Ali, KH Idris Kamali, KH Achmad Siddiq, KH Muchith Muzadi, KH Wahid Hasyim, KH Usman Al-Ishaqi, KH Masykur, KH Munasir Ali, KH Asnawi Kudus, KH Dahlan Kudus, KH Shaleh Tayu.
***
Adapun para alumni Pesantren Tebuireng yang tidak sempat menerima pendidikan langsung dari KH Hasyim Asy’ari, namun menjadi tokoh dan ilmuwan terkemuka, di antaranya, Prof Tholchah Hasan, KH Ma’ruf Amin, Prof Ali Mustafa Ya’kub, Prof Ridlwan Nasir, Prof Masykuri Abdillah, Prof Nurkholis Setiawan, Prof Abdul Haris.