Teokrasi Amerika
The Evangelicals who pray for war with Iran, Mike Pence and Mike Pompeo, who urged Trump to kill Qassem Soleimani, are ardent proponents of Christian Zionism
Donald Trump
Amerika tidak hanya tertarik dan rakus terhadap isi perut bumi, tapi juga sudah siap merebut ‘Kerajaan Allah’ pasca perang Dajjal.
Sebuah teori baru; mungkin mengejutkan, mungkin pula absurd, tapi siapa bisa buktikan bahwa Amerika bukan bagian dari ‘konspirasi senewen’ Yahudi dan Kristen paling fanatik. Keduanya adalah arsitek ‘negara santri’. Amerika peletak dasar Teokrasi yang beriman pada Tuhan, percaya pada hari kiamat dan negeri pembalasan.
Sejak berdiri memang unik. Amerika meski hedon dan sekuler, penduduknya dikenal religius. Gereja di Amerika dikenal riuh dengan jamaah fanatik. Penduduknya lebih religius, penganut Kristen dan Yahudi yang lebih taat dibanding Eropa, Asia, atau Afrika lainnya. Artinya ‘ke-kafiran’ Amerika, tidaklah sepadan dengan kekafiran Tiongkok atau Rusia. Sebaliknya, Amerika adalah negara paling religius dengan ratusan gereja padat jamaah.
Pembunuhan jenderal Iran, Qassem Soleimani, adalah untuk memprovokasi perang dunia. Dirancang dan didesakkan oleh kelompok ekstremis injili, Zionisme-Kristen yang bersekutu di bawah kekuasaan Trump.
Tujuannya adalah untuk mempercepat tibanya armagedon, kekacauan global yang diperlukan sebelum 1.000 tahun kedamaian dunia di bawah Kerajaan Tuhan. Sebuah teokrasi Amerika dengan pusat pemerintahan di Jerusalem.
Kaum Evangelikal yang Berdoa untuk Perang dengan Iran, Mike Pence dan Mike Pompeo, yang mendesak Trump untuk membunuh Qassem Soleimani, adalah pendukung kuat Zionisme Kristen.
Amerika adalah negara sekuler, hedon, atau entah apalagi. Itu yang ada di pikiran dan itu salah besar. Amerika adalah tempat Yahudi bersarang beranak pinak dan mengatur siasat menguasai dunia termasuk berpolitik mendirikan ‘kerajaan Tuhan di bumi’.
“Rekayasa” kalau boleh saya bilang, semacam percepatan agar segera terjadi kekacauan besar. Dalam iman Islam, ada dua ‘masih’: Isa al-Massih yang berfungsi sebagai prasyarat lahirnya pemerintahan khilafah di bawah Imam Mahdi akhir zaman, dan Masih ad-Dajjal yang membawa rusak dan petaka.
Di Indonesia, marak ‘ustadz akhir jaman’ yang kebelet menyaksikan kiamat, dengan berbagai ramalan dan prediksi. Termasuk munculnya ‘dhukhan’ (asap tebal) pada Jumat ramadhan 2020 dan baiat Massih ad-Dajjal.
Dalam iman Islam, Masih ad-Dajjal bukan akhir. Meski kehadirannya membawa aroma destruktif. Sebab, dajjal akan mati terbunuh sebelum kemudian lahir pemerintahan adil makmur. Orang Yahudi dan Kristen menyebut dengan istilah Kerajaan Tuhan. Orang Islam menyebutnya “khilafah” yang diprediksi berlangsung selama 1000 tahun.
Cerita tentang kiamat memang menarik. Banyak ramalan dan mitos, baik yang berasal dari kepercayaan agama-agama langit atau kepercayaan pagan.
Tidak ada yang bisa memastikan kapan bakal datangnya, meski Nabi SAW memberikan tanda-tanda kapan bakal terjadinya. Ketika ditanya tentang kiamat, Rasulullah pun balik bertanya yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.
Yang menarik justru konspirasi Yahudi-Kristen dan Trump untuk merekayasa kekacauan besar. Sebagai rekayasa percepatan armagedeon. Perilaku Yahudi yang diilustrasikan oleh Al-Qur’an tetap saja tidak berubah; destruktif dan makar. Pertanyaan besarnya: benarkah manusia diciptakan untuk perang?
Termasuk Trump yang dikenal hedon dan doyan perempuan itu justru penganut Kristen ortodoks yang taat dan menjadikan kekuasaannya sebagai prasyarat datangnya Kerajaan Allah. Apa bekalmu, tanya Nabi SAW, kepada salah seorang sahabat yang penasaran? ‘Cinta Allah dan Rasul Nya, cukup ‘ jawab baginda SAW.