IBTimes.ID – Menurut Global Population, 24% masyarakat dunia beragama Islam. Sementara itu, negara yang memiliki penduduk beragama Islam terbesar di dunia adalah Indonesia. Sayangnya, tren halal food di Indonesia tidak masuk ke dalam 10 besar dunia. Di halal modest and fashion Indonesia berada di nomor urut kedua dunia, di halal finance, Indonesia menempati nomor urut 10 tingkat dunia.
Hal ini disampaikan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang hadir secara langsung dalam Opening Ceremony Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah XXXI. Opening Ceremony tersebut dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Gresik, dengan mekanisme daring dan luring pada Minggu (29/11).
Menurut Khofifah, masyarakat harus bisa memaksimalkan industri halal food, mengingat karakter manusia juga ditentukan oleh apa yang ia makan.
“Ada kebutuhan untuk menyeiringkan antara makanan yang halal dan sumber makanan yang halal. Karena ini akan membentuk karakter yang ada dalam tubuh kita,” jelasnya.
Menurutnya, kekuatan Muhammadiyah adalah menjadi pioner dari layanan pendidikan yang bisa membentuk karakter bangsa. Meskipun masyarakat harus mulai masuk ke e-education atau digitalisasi pendidikan, namun, ruang-ruang rohani seperti akhlak, karakter, dan kearifan harus tetap diperhatikan.
“Jangan apa-apa mesin, robot, gadget. Ada sisi human di dalamnya. Akhlak ada di human, karakter ada di human. Format seperti ini harus dibahas, agar kita tidak dikendalikan oleh robot. Namun kita yang harus mengendalikan robot,” pesannya kepada seluruh peserta Munas.
Sementara itu, Kiai Saad Ibrahim, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur menyebut bahwa Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah XIII adalah bagian dari khidmat Muhammadiyah untuk umat, bangsa, dan kemanusiaan. Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih telah meletakkan paradigma-paradigma tentang keushulan. Mulai dari al-bayani, at-ta’liliu, dan al-istislahiu.
Dalam sambutannya, ia menjelaskan bahwa selain paradigma keushulan, Muhammadiyah sudah merambah pada paradigma pengembangan ilmu pengetahuan melalui bayani, burhani, dan ‘irfani. Maka, ia berpesan agar warga Muhammadiyah perlu memperkuat pemahaman tentang paradigma-paradigma berpikir yang telah diletakkan dengan sangat baik oleh Majelis Tarjih.
Kiai Saad berharap agar Munas ini tidak hanya melahirkan putusan, namun juga fatwa dan wacana yang terkait dengan perundang-undangan di Indonesia. Sehingga Munas Tarjih dapat memberikan kontribusi dan membenahi hal-hal yang terkait dengan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Reporter: Yusuf