Gagasan tentang Islam moderat merupakan gagasan yang banyak dibahas akhir-akhir ini. Bukan tanpa alasan. Hal ini karena geliat gerakan Islam radikal yang menggunakan cara-cara ekstrem dalam beragama begitu masif. Sebagai solusinya, dihadirkan lah wacana Islam moderat ini sebagai counter atau kontra-narasi. Wacana yang menawarkan cara-cara santun, damai dan toleran dalam beragama.
Bahkan wacana ini menjadi agenda utama menteri agama sejak era Lukman Hakim Saifudin sampai dengan sekarang. Seminar-seminar, diskusi, dan workshop-workshop pun digelar demi mengenalkan Islam moderat ini kepada masyarakat. Namun pertanyaannya, apa sebenarnya Islam moderat itu? Apakah ada dalam al-Quran? Terus bagaimana menerapkannya? Tulisan ini akan mencoba menjelaskannya yang dengan secara khusus merujuk pada pemikiran M. Quraish Shihab, Pakar Tafsir Indonesia lulusan Universitas al-Azhar, Mesir.
Apa itu Islam Moderat?
Islam moderat dalam konotasinya sering diartikan sebagai cara ber-Islam yang berada di tengah. Tidak terjerembab pada ekstrem kanan (tekstual) dan begitu pula dengan ekstrem kiri (liberal). Hal ini dalam bahasa Arab disebut dengan wasathiyah.
M. Quraish Shihab dalam buku terbarunya Wasathiyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama, menyebutkan bahwa di dalam al-Quran terdapat banyak kata wasath. Seperti dalam al-Maidah: 89, al-Baqarah: 238, al-Qalam: 28, dan masih banyak yang lain. Tapi ayat yang mengandung kata wasath yang paling sering dikutip ketika membahas Islam moderat adalah surat al-Baqarah: 143:
“Dan demikianlah Aku (Tuhan) jadikan kalian jadi umat yang ‘wasath’ agar kalian dapat menjadi saksi bagi semua manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi juga atas kalian.”
Para mufassir, semisal at-Thabari dan Fakhruddin ar-Razi, ketika menafsirkan ayat tersebut mengartikan kata wasath menjadi tiga makna: pertama, umat yang adil. Kedua, umat yang tengah-tengah. Dan terakhir, umat yang terbaik. Kendati pun dibagi tiga, makna yang tiga di atas bukanlah sesuatu yang bertentangan. Melainkan saling terikat dan menguatkan. Menjadi seseorang yang berada di tengah, jelas Quraish Shihab, menganjurkan kita untuk bersikap adil, dalam artian tidak memihak. Dan dengan sikap yang tidak memihak tersebut, menurutjya, kita telah mengambil sikap yang paling baik.
Definisi di atas adalah definisi al-Quran. Kemudian bagaimana definisi Islam moderat menurut cendekiawan Muslim? Definisi yang mereka berikan sejalan dengan apa yang disampaikan oleh al-Quran. Hanya saja lebih rinci dan meluas. Contohnya, seperti yang akan dipaparkan di sini, adalah definisi yang dikemukakan oleh Dr. Hasyim Umar dan Dr. Muhammad Imarah. Keduanya merupakan akademisi dan pengajar di Universitas al-Azhar. Kampus yang menjadikan wasathiyah sebagai sebagai fokus utamanya dan ciri khas beragamanya.
***
Dr. Ahmad Umar Hasyim, Mantan Rektor Universitas Al-Azhar, dalam bukunya Wasathiyah Islam menjelaskan bahwa wasathiyah adalah: Keseimbangan dan kesetimpalan antara dua ujung. Tiada berlebihan dan tiada juga berkerung. Tiada pelampauan batas dan juga tiada pengurangan batas. Ia mengikut yang paling utama, paling berkualitas dan paling terbaik.
Adapun Dr. Muhammad Imarah, sebagaimana diterangkan oleh Quraish Shihab, dalam buku dengan judul yang sama dengan buku sebelumnya yakni Wasathiyah Islam, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wasathiyah adalah: Wasathiyah yang menyeluruh, menghimpun unsur-unsur hak, dan keadilan dari kutub yang berhadapan sehingga melahirkan satu sikap baru yang berbeda dari dua kutub tersebut, namun perbedaan itu tidak menyeluruh, karena rasionalitas Islam menghimpun akal dan naqal (teks ajaran Islam).
Juga dalam ajaran Islam, keimanan menyangkut alam gaib dan alam nyata dihimpun. Wasathiyah yang diajarkan Islam menuntut kejelasan pandangan karena hal tersebut merupakan ciri yang amat penting dari ciri-ciri umat dan pemikiran Islam, bahkan dia adalah teropong yang tanpa kehadirannya tidak dapat terlihat hakikat Islam.
Ada pertanyaan yang selalu bergelantungan di benak penulis, mungkin begitu pun dengan kawan-kawan, yakni kenapa Islam moderat hanya sering dibenturkan dengan Islam radikal? Mengapa jarang dibenturkan dengan Islam liberal? Padahal kedua-duanya sama-sama musuh Islam moderat.
Alasan yang cukup logis ialah karena gerakan dan sosialisasi pemikiran Islam liberal hampir tidak pernah terdengar lagi gaungnya saat ini. Dan bahkan telah vakum. Hal ini dapat dilihat dari istirahatnya lembaga JIL (Jaringan Islam Liberal) beserta tokoh-tokohnya seperti Ulil Abshar Abdalla dll. Mereka tidak lagi se-aktif kisaran tahun 2002 sampai dengan 2006.
Saat ini justru yang lebih gencar dan aktif melakukan sosialisasi gerakan dan pemikiran adalah mereka yang disebut sebagai Islam radikal. Makanya merupakan hal yang wajar jika saat ini yang sering terjadi hanyalah pembenturan Islam moderat dan Islam radikal.
Kemudian mungkin ada yang bertanya kenapa ada istilah Islam moderat? Apakah Islam tidak moderat sehingga perlu untuk dimoderatkan?
***
Perlu diluruskan, bahwa sesungguhnya yang dikehendaki dengan Islam moderat itu bukanlah memoderatkan Islam. Sebab Islam hakikat ajaran beserta tuntunannya sangat moderat. Yang dimaksud moderasi Islam di situ ialah memoderatkan pemahaman umat muslim tentang Islam. Mungkin hal itu menimbulkan pertanyaan lebih lanjut, berarti sekarang banyak umat yang tidak moderat? Jawabannya adalah banyak. Yang melakukan pengeboman, membunuh sesama muslim, menjelek-jelekkan orang lain, memusuhi mereka yang berbeda pendapat dan menggampangkan perintah agama. Semua itu adalah ciri-ciri umat muslim yang tidak moderat. Dan hal itu pasti banyak kita temukan dalam pergaulan kita sehari-hari.
Kiat Menjadi Moderat
Quraish Shihab, putra kelahiran Rappang, Sulawesi Selatan itu menjelaskan bahwa untuk menjadi moderat ada beberapa perangkat pengetahuan yang perlu kita miliki. Hal itu antara lain ialah:
- Fiqh maqasid, yakni mengetahui illat atau latar belakang atau sebab dari satu ketetapan hukum. Bukan hanya bunyi teks nya saja
- Fiqh awliyat, memiliki kemampuan untuk memilih mana yang lebih terpenting dari yang penting dan yang penting dari yang tidak penting.
- Fiqh muwazanat, memiliki kemampuan untuk membandingkan kadar kemaslahatan sesuatu untuk dipilih mana yang lebih baik. Demikian juga membandingkan antara kemaslahatan dan kemudharatan yang kemudian dikenal dalam kaidah ushul fiqh, “menyingkirkan kemudharatan lebih diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan.”
- Fiqh mua’llat, memiliki kemampuan untuk meninjau dampak dari pilihan, apakah mencapai target yang diharapkan atau justru sebaliknya menjadi kontrakproduktif dan lain-lain yang berkaitan dengan dampak kebijakan.
Selain empat hal di atas, sebagai tambahan, Quraish Shihab mengatakan bahwa untuk menjadi muslim moderat, hal yang cukup utama dimiliki ialah: memiliki pemahaman yang benar terhadap ayat dan hadis, mengendalikan emosi, senantiasa mengedepankan sikap kehati-hatian dan tentunya harus memahami perkembangan zaman agar pemahaman agama yang dihasilkan tidak terlihat usang dan ketinggalan zaman.