10 Hari Terakhir di Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan keistimewaan dan keberkahan. Bulan ini dapat diibaratkan kebun atau ladang yang subur tanahnya, yang dapat mengeluarkan hasil yang berlipat ganda.
Jika ibadah-ibadah lainnya seperti shalat, haji, zakat, dan lain sebagainya, nilai pahala dilipatgandakan dari 10 sampai 700, maka pahala dari ibadah puasa tidak terbatas.
Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan: “Adapun ibadah puasa itu adalah untukku (Allah) dan Aku (Allah) langsung memberikan pahalanya”.
Menurut Imam Qurtubi dalam kitabnya al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, menyebutkan bahwa salah satu sebabnya adalah karena ibadah puasa itu dilakukan dengan ikhlas, hanya diketahui oleh Allah SWT sendiri, dan orang-orang yang mengerjakan ibadah tersebut.
Sudah sepantasnya keistimewaan pada bulan Ramadhan janganlah kita lewat. Tetapi dimanfaatkan semaksimal mungkin, meningkatkan penghayatan, dan pengamalan kita dalam ibadah.
Rasulullah SAW membagi bulan Ramadhan ke dalam tiga bagian, yaitu: sepertiga pertama bulan Ramadhan merupakan hari atau waktu dimana Allah melimpahkan rahmat-Nya. Kemudian yang kedua adalah hari-hari Allah memberikan ampunan seluas-luasnya bagi hamba-hamba-nya yang memohon ampunan pada-Nya.
Dan sepertiga terakhir bulan Ramadhan (mulai tanggal 21 Ramadhan) Allah menentukan pembebasan bagi para hamba-Nya dari siksa api neraka. Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan memiliki kelebihan dibandingkan dengan hari-hari lainnya di bulan Ramadhan.
Rasulullah SAW sendiri pada 10 hari terakhir Ramadhan meningkatkan amaliah ibadah beliau yang tidak beliau lakukan pada hari-hari lainnya.
Aisyah RA mengisahkan tentang Nabi SAW pada 10 hari terakhir Ramadhan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki 10 hari terakhir Ramadhan, beliau mengencangkan tali sarungnya (meningkatkan amaliah ibadah beliau), menghidupkan malam-malamnya, dan membangunkan istri-istrinya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ada banyak alasan kenapa Rasulullah SAW meningkatkan amal ibadah beliau di 10 hari terakhir Ramadhan. Karena, di antara sepuluh malam terakhir ini, ada satu malam yang apabila dilakukan kebajikan di waktu itu. Maka, amalan itu lebih baik dari berbuat hal yang sama selama 1000 bulan. Lalu apa saja keutumaan dari 10 malam terkahir dibulan Ramadhan yang telah dijelaskan diatas?
Keutamaan 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan
Dari penjelasan yang diberikan Aisyah RA di atas beserta riwayat-riwayat lainnya, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa keutamaan 10 hari terakhir bulan Ramadhan, antara lain:
Pertama, bahwa Nabi Muhammad SAW serius dalam melakukan amaliah ibadah lebih banyak dibanding hari-hari lainnya.
Keseriusan dan peningkatan ibadah di sini tidak terbatas pada satu jenis ibadah tertentu saja. Namun, meliputi semua jenis ibadah baik shalat, tilawatul qur’an, zikir, sedekah, dan lain sebagainya.
Kedua, Rasulullah SAW membangunkan istri-istri beliau agar mereka juga berjaga untuk melakukan shalat, zikir, dan lainnya. Hal ini karena semangat besar beliau agar keluarganya juga dapat meraih keberkahan atau keuntungan besar pada waktu-waktu utama tersebut.
Sesungguhnya, orang yang melewatkan waktu-waktu utama tersebut merupakan orang yang merugi.
Ketiga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-i’tikaf pada 10 hari terakhir ini. Bahkan, beliau memutuskan diri dari berbagai aktivitas keduniaan. Untuk itu, beliau berkonsentrasi hanya pada ibadah demi merasakan lezatnya ibadah tersebut.
Keempat, pada malam-malam 10 hari terakhir inilah sangat besar kemungkinan salah satu di antaranya adalah malam Lailatul Qadar. Suatu malam penuh barakah yang lebih baik daripada seribu bulan.
Malam Lailatul Qadar
Pada masa 10 hari terakhir di Bulan Ramadan, Allah SWT akan membebaskan hamba-Nya yang berpuasa dari segala dosa dan terbebas dari siksa api neraka.
Hal ini juga berkaitan dengan turunnya Al-Qur’an dan malam Lalilatul Qadar. Meskipun tidak dapat dipastikan tepat terjadinya malam Lailatul Qadar. Namun, malam Lailatul Qadar diperkirakan terjadi pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan pada hari-hari ganjil.
Hal ini seperti sabda Rasulullah SAW, “Carilah malam lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Imam Bukhari).
Shahih Al-Bukhari mengatakan Maksud dari ‘lebih baik dari seribu bulan’ ialah mengerjakan amalan yang diridai dan disukai Allah SWT di malam tersebut, seperti shalat, do’a, zikir, dan sejenisnya, lebih utama dibandingkan beramal selama seribu bulan yang tidak terdapat Lailatul Qadar di dalamnya.
Bulan suci Ramadhan merupakan bulan yang dipenuhi keberkatan dan kemuliaan, hal ini dibuktikan dengan adanya malam Lailatul Qadar atau yang biasa disebut dengan malam seribu bulan pada bulan Ramadhan.
Sholat di malam ini, selain berpahala besar, juga mendapat ampunan dari Allah atas dosa-dosa yang telah lalu.
Sebagaimana sabda Rasulullah, “Barangsiapa shalat di malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari).
Tanda-Tanda Malam Lailatul Qadar
Di antara tanda-tanda malam Lailatul Qadar yang dijelaskan Rasulullah SAW antara lain:
“Pagi harinya matahari terbit dalam keadaan tidak menyilaukan, seperti halnya bejana (yang terbuat dari kuningan” (H.R Muslim).
“Lailatul Qadar adalah malam yang tenang dan sejuk (tidak panas dan tidak dingin) serta sinar matahari di pagi harinya tidak menyilaukan” (H.R Ibnu Khuzaimah dan Al Bazzar).
“Ubay bin Ka’ab RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkata: “Pada keesokan paginya Lailatul Qadar matahari terbit tidak memiliki sinar apapun, seolah-olah itu piring kuningan, sampai naik” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Abu Hurairah RA berkata, “Kami sedang membicarakan Lailatul-Qadr di hadapan Rasulullah sehingga ia berkata:” Siapakah di antara kamu mengingat malam ketika bulan muncul dan seperti setengah piring” (HR. Muslim).
Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkata, “Lailatul-Qadr yang tenang dan menyenangkan, tidak dingin atau panas. matahari muncul pada pagi hari yang sejuk dan merah” (HR. At-Tayaalisi, Ibnu Khuzaimah, dan al-Bazzar).
***
Imam Fakhrur Razy dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib memperinci tentang suasana malam Lailatul Qadar itu, sebagai berikut:
1. Semenjak terbenam matahari sampa terbit fajar para malaikat terus menerus turun ke bumi mengumandangkan ucapan salam kebahagiaan, kedamaian, ketentraman, dll.
2. Para malaikat menaburkan salam dan suasana damai yang mem buat orang-orang yang taat menghayati kenikmatan rohaniyah, sejuk, dan tentram hati mereka laksana sejuknya perasaan hati Nabi Ibrahim menghadapi api yang berkobar-kobar ketika disiksa Raja Namrudz.
3. Ucapan salam yang ditaburkan oleh malaikat itu memercikkan kenikmatan, kegembiraan, penuh mengandung kebaikan dan manfaat.
4. Salam para malaikat itu menyelamatkan makhluk yang taat dari berbagai macam siksaan.
5. Ucapan salam para malaikat itu membuat syaithan tidak berdaya.
6. Kenikmatan rohaniyah yang demikian dihayati semalam suntuk sampai waktu fajar terbit.
Editor: Yahya FR