Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Sudah tidak asing lagi agama Islam tumbuh subur di negara ini. Dalam sejarah, untuk memahami Islam dibutuhkan adanya upaya penalaran dan penafsiran yang tiada hentinya.
Pencarian makna Islam terus mengalir seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman. Di dalam perkembangan zaman yang semakin maju dan mayoritas masyarakatnya yang multikultural, telah menjadikan negara Indonesia mempunyai keberagaman cara pandang tentang agama Islam sebagai ajaran yang terbuka. Sehingga, memunculkan adanya pelbagai penafsiran.
Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai golongan atau aliran yang muncul mengenai ajaran agama Islam. Ajaran ini telah menyebarluas di berbagai daerah di Indonesia dan di berbagai kalangan. Agama Islam juga mempunyai banyak dimensi penafsiran (al-islam hammalat awjuh).
Salah satu keistemewaan agama Islam sendiri yaitu menjadi agama yang memungkinkan munculnya aneka keberagaman pemahaman. Islam juga adalah agama yang terbuka dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya bagi kebebasan berpikir. Islam sendiri adalah agama yang tidak membatasi adanya ijtihad dan penafsiran.
Dengan adanya ijtihad diharapkan akan mampu menjadikan Islam sebagai ‘korpus terbuka’ bukan ‘korpus tertutup’. Ijtihad sendiri dibuat bertujuan untuk memasuki jantung ajaran Islam yang paling otentik dan substansif. Atas dasar inilah, perlu adanya penalaran baru dalam memahai Islam. Sehingga, dapat membuka ruang bagi hadirnya makna Islam sebagai paradigma kemanusiaan.
Artinya, dengan adanya ijtihad keagamaan, diharapkan mampu menghadirkan dimensi kemanusiaan yang belum diangkat kepermukaan secara mendasar. Selain memiliki dimensi ketuhanan yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an, Islam juga telah lama menyorot tentang dimensi kemanusiaan.
Islam: Agama Tuhan Sekaligus Agama Kemanusiaan
Hal Ini tidak lain karena Islam hakikatnya adalah agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan. Kalimat ini dibuktikan dengan firman Allah di dalam Al-Qur’an, “Kamu adalah umat terbaik diutus untuk manusia, menyerukan kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah SWT” (Qs. Ali Imran: 110).
Menurut Al-Imam Muhammad al- Razi dalam Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghayb, ayat tersebut setidaknya menjelaskan 2 hal penting. Pertama, umat Islam adalah umat yang telah tercatat di singgasana Tuhan (lauh al-mahfudz) sebagai umat terbaik.
Artinya secara normatif, Tuhan telah memberikan rambu-rambu kepada setiap umat Islam agar melaksanakan perintah-Nya sebaik mungkin dan separipurna mungkin. Hal ini berkaitan dalam konteks ketuhanan. Ada kata umat terbaik sebenarnya merujuk pada sebuah keistimewaan bagi umat Islam.
Kedua, umat Islam diharapkan dapat membumikan ajaran Islam dalam konteks kemanusiaan. Untuk tujuan kemanusiaan tersebut, ayat di atas lalu menguraikan secara eksplisit bahwa peran yang mesti dilakukan oleh seorang muslim adalah menebar kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf), mencegah kejahatan (al-nahy ‘an al munkar), serta beriman kepada Tuhan (al-iman bi Allah). Dengan adanya dua konsep ini, umat Islam diharapkan mampu menjadi umat terbaik sebagai teladan dan panutan.
Klaim “Umat Terbaik” yang Disalahgunakan
Konsep umat terbaik (khair ummah), sebagaimana dijelaskan dalam ayat tersebut, sebenarnya ingin menegaskan hakikat Islam sebagai agama yang memelihara keseimbangan antara kemanusiaan dan ketuhanan.
Islam adalah agama yang sejak awal diturunkan untuk membawa misi perdamaian dan perubahan bagi manusia. Hanya saja yang menjadi permasalahan adalah konsep “umat terbaik” tersebut telah dijadikan sebagai klaim kebenaran yang mewujud dalam pandangan eksklusif.
Artinya, muncul kesadaran bahwa saya adalah umat terbaik sedangkan umat lain bukan umat terbaik. Pandangan seperti ini seringkali dijadikan sebagai “teologi klaim kebenaran” yang bisa merenggangkan persaudaraan antar umat. Sedangkan konsep umat terbaik itu sendiri mesti diletakkan dalam konteks kemanusiaan yang berarti menebar kebaikan, keadilan, kedamaian. Mencegah kejahatan dan konflik, membela yang lemah serta beriman kepada Tuhan.
Di Indonesia sendiri memang ajaran Islam sudah terbagi menjadi beberapa golongan. Karena hal ini, janganlah menjadi acuan bagi suatu kelompok mayoritas mendiskreditkan atau mendriskiminasi bagi golongan ajaran Islam yang minoritas, memandang rendah suatu golongan, atau agama tertentu bahkan bertindak anarkis.
Karena sejatinya, agama Islam adalah agama kedamaian untuk kebaikan yang menitikberatkan pada konsep ketuhanan dan kemanusiaan bukan menjadi alat provokatif yang merugikan. Tidak ada yang bisa menilai dengan sempurna kadar keimanan dan hati dari seorang hamba kecuali hanya Allah SWT semata.