News

Kongres Umat Islam Indonesia VII: Haedar Nashir Tawarkan Lima Strategi Perjuangan Umat Islam

4 Mins read

Hari kedua Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-7 di Pangkalpinang, Bangka Belitung diisi dengan Sidang Pleno, Kamis (27/2). Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bersama Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin menjadi narasumber pada sesi tersebut. Kongres yang diikuti 700 ulama lebih itu mengusung tema Strategi Perjuangan Umat Islam Untuk Mewujudkan NKRI yang Maju, Adil dan Beradab.

Masalah Krusial

Sebelum menyampaikan tawaran strategi perjuangan umat Islam Indonesia, Haedar Nashir, yang mengemukakan beberapa masalah krusial umat. Pertama, relasi agama dan negara. Haedar menuturkan bahwa semua kekuatan umat Islam penting merumuskan posisi dan pandangan resminya mengenai pengakuan NKRI sebagai negara hasil kesepakatan bersama. Dalam Muhammadiyah dikenal sebagai darul ahdi wa syahadah. Nahdlatul Ulama memiliki pandangan NKRI sebagai Final.

Kedua, format politik Islam. Dalamkaitan ini, Haedar menyampaikan bahwa kekuatan politik Islam penting meniscayakan perjuangan politiknya bersifat integrative yang menyatukan keislaman dan keindonesiaan untuk terwujudnya Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil, makmur, dan berkeadaban. “Di sinilah pentingnya “ijtihad politik baru”dalam dunia politik Islam Indonesia,” ujar Haedar.

Ketiga, visi keislaman dan kebangsaan. Umat Islam secara teologis memiliki cita-cita keumatan dan kebangsaan yang bersifat spesifik seperti terkandung dalam konsep Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur, Khyaira Ummah, Ummatan Wasatha, Rahmatanlil-‘Alamin, dan sebagainya. Menurut Haedar visi teologis ini harus diselaraskan dengan visi kebangsaan. “Golongan kebangsaan lainnya penting pula menghargai visi kebangsaan Islam ini dan jangan memandang sebagai identitas keislaman yang mengancamkeindonesiaan.”, tambah Haedar.

Keempat,  bias Radikalisme-Ekstremisme. Haedar menyatakan sampai batas tertentu, pemikiran dan praktik yang dikembangkan pemerintah dan didukung sejumlah pihak tentang Radikalisme-Terorisme serta Kontraradikalisme dan Deradikalisme masih bias. Umat Islam tampak sebagai objek, yang ditandai dengan kebijakan-kebijakan dan program “deradikalisasi” seperti tentang Majelis Taklim, Masjid terpapar Radikalisme, BUMN (masjidBUMN) terpapar radikalisme, PAUD terpapar radikalisme yang subjeknya diidentifikasi terkait Islam dan umat Islam.

Baca Juga  Konsisten Kembangkan Islam Moderat, Pemerintah Mesir Anugrahkan Bintang Kehormatan kepada Prof Quraish Shihab

Kelima, visi kemajemukan/pluralisme. Menurut Haedar umat Islam Indonesia sebagai mayoritas perlu memiliki sikap yang jelas dan tidak ambigu dalam memposisikan dan memandang pluralitas dan pluralisme beragama serta menyikapi golongan agama lain di Republik ini. “Deklarasi Al-Azhar2020 sangat progresif dalam hal ini”, tegas Haedar.

Lima Strategi Perjuangan Umat Islam

Ketua Umum PP Muhammadiyah menyebut lima strategi perjuangan umat Islam guna menuju negara Indonesia yang maju, adil, dan berkeadaban.

Pertama, diperlukan rekonstruksi kehidupan kebangsaaan. Reformasi merupakan momentum penting yang membawa bangsa Indonesia berhasil menjadi negara demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan India.

Reformasi yang melahirkan agenda amandemen UUD 1945 di sisi lain juga membawa dampak lain. “Reformasi politik yang sangat terbuka tersebut telah membawa Indonesia menjadi negara dengan praktik demokrasi yang liberal, yang diikuti dengan ekonomi liberal dan liberalisasi budaya yang luar biasa terbuka,” ulasnya. Praktik ini dipandang telah mengkhianati cita-cita para pendiri bangsa.

Dengan spirit ekonomi liberal, maka kemajuan yang dicapai tidaklah sejati. “Jikalau maju, kemajuannya tidak sejalan dengan jiwa, pemikiran, dan cita-cita awal berdirinya NKRI tahun 1945, terbatas pada kemajuan pragmatis dan kehilangan jati diri keindonesiaan yang autentik. Indonesia harus melakukan rekonstruksi kehidupan politik, ekonomi, dan budaya, sejalan dengan jiwa Pembukaan UUD 1945 dan prinsip dasar yang diletakkan para pendiri negara.”

Dalam konteks ini, Pancasila tidak cukup sekadar menjadi slogan dan retorika tanpa diinternalisasikan dan diinstitusionalisasikan secara objektif dan tersistem dengan pengamalan yang konsisten oleh elite dan warga bangsa. “Dalam rekonstruksi kehidupan kebangsaan tersebut, Pancasila dan NKRI harus tetap dijaga agar tetap berada dalam relnya sebagaimana telah menjadi kesepakatan nasional 18 Agustus 1945, tidak dibawa ke ‘kanan’ atau ke ‘kiri’, serta tidak dipertentangkan dengan agama dan kebudayaan luhur bangsa yang menjadi sumber nilai yang hidup di tubuh Pancasila itu sendiri.”

Baca Juga  Kuatkan Nilai Inklusi Sosial, Maarif Institute dan INFID Gelar Pelatihan LOVE untuk Guru Pendidikan Agama

Kedua, pemberdayaan ekonomi umat. Gagasan ekonomi Islam semestinya berbanding lurus untuk mengangkat martabat ekonomi umat yang masih dhu’afa, tidak berhenti pada kemegahan konsep. “Dari ekonomi Islam semestinya bertumbuh kegiatan-kegiatan ekonomi dan bisnis umat, menggairahkan kewirausahaan, memperbanyak pengusaha/saudagar dan manajer-manajer muslim, ke depan melahirkan para konglomerat muslim papan atas. Menurut Pak Jusuf Kalla, kegiatan bisnis seperti belajar berenang, jangan banyak teori tetapi langsung praktik,” ujar Haedar.

Ketiga, transformasi politik Islam dan relasi keislaman keindonesiaan. Jika umat Islam Indonesia ingin berdaya secara politik dan masuk dalam pemerintahan, maka diperlukan transformasi politik. Dimulai dengan pemetaan politik bahwa umat Islam sebagai entitas politik harus merangkul semua segmen masyarakat, baik kalangan santri maupun abangan.

Sisi lain, kata Haedar, perlu juga melakukan moderasi politik Islam yang mampu adaptif dan negosiatif dengan budaya politik Indonesia untuk memperluas preferensi politik Islam ke ranah sosiologis kebangsaan yang lebih inklusif. Politik Islam juga meniscayakan proses integrasi keislaman dan keindonesiaan untuk mengakhiri Islam versus negara, yang memerlukan ijtihad politik yang mengindonesia. Umat Islam juga perlu memperbarui strategi politik dari model dogmatis-konfrontatif ke model aktual-akomodatif.

Keempat, pengembangan pendidikan dan SDM. Jika umat Islam sebagai mayoritas jumlah ingin meraih posisi dan peran strategis yang sama kuat secara kualitas di Indonesia, maka jalan utamanya adalah melalui transformasi pendidikan dan pengembangan sumberdaya manusia yang unggul. “Lembaga-lembaga pendidikan Islam penting diakselerasikan untuk naik kelas, sekaligus memanfaatkan lembaga pendidikan negeri sebagai wahana pendidikan anak-anak muslim yang berkualitas untuk melahirkan generasi muslim yang kelak menjadi elite strategis di berbagai institusi penting di ranah nasional maupun global,” ujar Haedar.

Baca Juga  Dua Mahasiswi UMY Raih Penghargaan Miss Bantul 2021

Kelima, perubahan strategi dakwah. Organisasi keagamaan di lingkungan umat Islam penting memperbarui strategi dakwah dari sikap reaktif-konfrontatif ke strategi dakwah yang proaktif-konstruktif. Hal ini akan memperluas daya jangkau penyebarluasan dan penanaman nilai-nilai Islam ke semua segmen masyarakat yang sangat majemuk.

“Apalagi dalam kehidupan masyarakat yang berada dalam dinamika perubahan sosial dan kehadiran media sosial yang kompleks. Strategi dakwah konvensional memerlukan pembaruan ke dakwah yang lebih aktual dan kontemporer. Dakwah Islam perlu pembaruan. Penting adanya pengarusutamaan pendekatan dakwah sebagai penejerjemahan dari bil-hikmah, wal-mauidhat al-hasanah, wa jadil-hum billati hiya ahsan (QS Al-Nahl: 125) dalam beragam model dakwah seperti dakwah komunitas, dakwah digital/medsos, dan sebagainya.”

Dakwah Islam juga penting menawarkan konsep pemikiran alternatif yang bersifat pembaruan dan berkemajuan, yang tidak terjebak pada ortodoksi dan dogmatik-apologik. Jika menolak liberalisme-sekukarisme, maka tawarkan pemikiran  alternasi yang memancarkan Islam sebagai agama yang mengandung kemajuan bagi peradaban manusia (din al-hadlarah), bukan sebaliknya yang justru kembali ke ortodoksi yang konservatif.

Editor: Azaki Khoirudin

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
News

28.536 Guru PAI di Sekolah Ikuti PPG 2024 untuk Tingkatkan Kompetensi dan Kesejahteraan

1 Mins read
IBTimes.ID, Jakarta (20/12/24) – Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Direktorat Pendidikan Agama Islam, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, telah sukses melaksanakan Pendidikan Profesi…
News

Adaptif Terhadap Zaman, Dosen Ilmu Komunikasi UNY Adakan Pelatihan Pelayanan Prima di PCM Depok Sleman

2 Mins read
IBTimes.ID – Menghadapi perubahan era yang berjalan sangat cepat dan dinamis, serta membutuhkan adaptasi yang juga cepat, diperlukan keahlian khusus untuk menghadapi…
News

Festival Moderasi Keindonesiaan: Menyemai Moderasi Beragama di Kalangan Milenial dan Gen-Z

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta (15/12/24) — Yayasan Pegiat Pendidikan Indonesia (PUNDI) bekerja sama dengan Kementerian Agama Republik Indonesia menyelenggarakan acara Festival Moderasi Keindonesiaan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds