Tafsir

Dalihan Na Tolu, Bagaimana Konsepnya dalam Kepemimpinan Islam?

4 Mins read

Makna Dalihan Na Tolu

Dalihan Na Tolu berasal dari Bahasa Batak, dan terdiri dari tiga kata, yaitu Dalihan (tungku), Na (berkaki), dan Tolu (tiga). Makna dari konsep tungku berkaki tiga ini berfungsi sebagai pedoman yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada perilaku orang Batak.

Oleh karena itu, Dalihan Na Tolu merupakan satu sistem budaya yang bagi orang Batak nilai-nilai yang dikandungnya dijadikan sebagai tatanan hidup sekaligus menjadi sumber motivasi dalam berperilaku.

Dalihan Na Tolu dianalogikan dengan tiga tungku, yaitu batu yang dipakai untuk menyangga periuk ketika sedang memasak. Jarak antara ketiga tungku adalah sama. Sehingga ketiganya dapat menyangga secara kokoh alat memasak di atasnya.

Titik tumpu periuk berada pada ketiga tungku secara bersama-sama dan mendapat tekanan berat yang sama. Periuk dapat diartikan sebagai beban kewajiban bersama atau kerja bersama pada upacara Horja (pesta pernikahan).

Seluruh tatanan Dalihan Na Tolu mengambil bagian dalam horja. Karena itu, Dalihan Na Tolu disimbolkan dengan tiga tungku, bertujuan untuk menunjukkan kesamaan peran, kewajiban dan hak dari ketiga unsur dalam Dalihan Na Tolu.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Batak secara umum memiliki komitmen tinggi terhadap nilai budaya Dalihan Na Tolu. Terlihat bagaimana mereka secara konsisten memegang teguh nilai-nilai budaya yang diwarisi oleh nenek moyang, seperti yang disebutkan dalam kutipan “omputta na di jolo martungkot siala gundi, adat na pinukka ni parjolo ingkon ihuthonon ni parpudi”.

Petuah yang terungkap dalam kutipan tersebut memiliki makna yang sangat dalam, yaitu semua tata aturan yang telah ditetapkan oleh leluhur mereka harus dituruti dan ditaati serta diwariskan dari generasi ke generasi.

Baca Juga  Kehancuran Abu Lahab Si Penentang Islam

Ajaran Islam tentang Dalihan Na Tolu

Integrasi nilai-nilai adat dan Islam melalui konsep Dalihan Na Tolu memiliki beragam titik temu yang kian kokoh dan dijadikan sebagai pedoman. Sehingga terjalinlah transaksi yang relatif utuh dan berkesinambungan.

Dengan interaksi tersebut, paham animisme/dinamisme yang begitu kuat sebelumnya, lambat laun terkikis oleh ajaran-ajaran Islam, terutama pada konsep-konsep ketuhanan Islam seperti Tuhan dalam istilah adat dahulu adalah Debata, diganti dengan Tuhan Allah Swt.

Konsep pasu-pasu (pemberkatan) diganti dengan istilah do’a, dan konsep Nauli Basa (yang baik dan pemberi) diganti dengan Maha Pengasih dan Maha Penyayang (Ar-Rahman dan Ar-Rahim).

Nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam konsep kepemimpinan Dalihan Na Tolu di antaranya yaitu:

1. Nilai yang Berkait dengan Akhlak

Masyarakat Batak mengenal sistem tutur, yaitu panggilan terhadap saudara-saudaranya. Melalui tutur ini, tercermin sikap saling menghormati. Dalam ajaran Islam, hal ini termasuk akhlak mulia, sebagaimana hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh imam Ahmad:

إنـمـا بعـثت لأتـمم مكـارم الأخـلاق 

“Sesungguhnya saya dibangkitkan bertujuan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Hadis tersebut membuat kita terinspirasi bahwa akhlak tidak dapat dipisahkan dengan ajaran Islam, dalam arti melekat pada setiap pengamalannya.

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa:

الـخلق عبـارة عن هيـئـةفى النَّ فس راسخٍةٍ عنهـا تصدُرُ الافـعال بِـسهولـٍةٍ ويسٍرٍ من غِيِر حاجٍةٍ الـى الـفكـِرِ وروَّ يَّ ـٍةٍ

Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam di dalam jiwa yang dari sifat itu timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran.”

2. Nilai yang Berkait dengan Kewajiban Saling Tolong Menolong

Saling menolong adalah kebiasaan masyarakat Batak yang telah memiliki aturan tetap, meskipun aturan tersebut sudah mulai melunak.

Baca Juga  Pemimpin Hari ini Harus Belajar dari Ratu Balqis!

Kewajiban saling tolong menolong itu muncul dari konsep Dalihan Na Tolu, di mana masyarakatnya terbagi secara kekeluargaan ke dalam tiga kelompok, yakni Kahanggi, Anak Boru, dan Mora.

Ketiga kelompok itu ketika salah satu dari mereka melakukan kegiatan pesta, biasanya seluruh biaya akan ditanggung secara bersama, sehingga biaya dan tenaga yang bekerja dalam pelaksanaan pesta tersebut menjadi sangat ringan.

Nilai saling tolong menolong ini dijelaskan dalam QS. Al-Ma’idah Ayat 3:

 …وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان واتقوااﷲ إن اﷲ شديد العقاب 

“Dan kamu wajib saling membantu untuk segala kebaikan dan ketakwaan, dan kamu tidak boleh saling membantu atas dosa dan permusuhan, bertakwalah kamu kepada Allah Swt., sesungguhnya Allah Swt. sangat keras siksanya.”

Ibnu Huwaiz, sebagaimana dikutip al-Qurthubi di dalam tafsirnya menjelaskan, ta’awun ala al-bir wa al-taqwa adalah akhlak Islam.

Akhlak seorang muslim yang saling memberi dan memperkuat sesuai kemampuannya, orang yang berilmu menolong dengan ilmu serta mengamalkannya, orang yang berharta membantu dengan hartanya, dan orang yang kuat melindungi dan memperkuat perjuangan di jalan Allah.

3. Nilai yang Berkait dengan Sikap Membina Kekeluargaan

Terbinanya kekeluargaan masyarakat adat Batak oleh norma adat, sejalan dengan ajaran Islam yang menginginkan terwujudnya jiwa kekeluargaan serta persaudaraan yang utuh, kokoh, dan kuat. Hal itu dapat dilihat dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw., di antaranya terdapat di dalam Al-Qur`an :

إنما المؤمنون إخوة فأصلحوا بين اخويكم وتقوا اﷲ لعلكم  ترحمون

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara, sehubungan dengan itu usahakan rasa persaudaraan di antara sesama mereka, dan bertakwalah kamu kepada Allah Swt. mudah-mudahan kamu beruntung.”

Kriteria Keluarga Sakinah

Kriteria keluarga sakinah menurut Quraish Shihab adalah menanamkan nilai agama sebagai pedoman dan arahan dalam membina keluarga.

Baca Juga  Penafsiran Metaforis atas Fakta-Fakta Tekstual

Konsep Dalihan Na Tolu memiliki ketiga nilai dan ajaran tersebut. Terlebih di zaman sekarang, para pemimpin hanya mampu menyengsarakan rakyatnya dan berbuat sewenang-wenang atas kekuasaannya. Karena itu, konsep Dalihan Na Tolu pada masyarakat adat Batak sangat berguna untuk diterapkan oleh para pemimpin saat ini.

Pada level keluarga, seorang ayah harus memiliki akhlak yang baik, karena seorang ayah adalah imam bagi keluarganya, menjadi pembimbing bagi istrinya dan contoh bagi anak-anaknya.

Sebagaimana pepatah mengatakan bahwa buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, ini menggambarkan bahwa sifat orang tua tidak jauh dari sifat anak-anaknya.

Orang tua harus mengajarkan sifat saling tolong menolong kepada keluarganya, sehingga di dalam keluarga akan terjalin kerjasama yang baik di setiap harinya. Oleh karena itu, sangat penting peran seorang ayah dan ibu dalam membina dan memanajemen sistem kekeluargannya.

Pada level lingkungan/daerah, seorang kepala lingkungan/daerah harus memiliki akhlak yang baik agar dapat mengayomi masyarakat di daerahnya. Terlebih saat ini, hiruk pikuk pemilu di masa pandemi yang dimanfaatkan para penguasa untuk kepentingan politik dan kekuasaan.

Maka sangat diperlukan untuk memilih pasangan calon pemimpin yang dapat mengayomi masyarakatnya. Begitu pula seorang pemimpin negara (presiden) yang harus bersikap adil dan menjadi teladan bagi masyarakatnya.

Indonesia adalah negara yang besar dengan penduduk yang banyak. Oleh karena itu, seorang pemimpin di tanah air Indonesia haruslah orang yang baik dan cakap dalam kepemimpinan.

Editor: Lely N

Muhammad Yusuf Rangkuti
1 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds