Tajdida

Muhammadiyah Nggak Gampang Dibeli!

3 Mins read

Kalo lagi ngobrol sama temen-temen yang bukan Muhammadiyah, sering ditanya, gimana posisi Muhammadiyah terhadap pemerintah saat ini? Apakah oposisi? Kenapa Muhammadiyah sering banget kritik pemerintah? Tanya kawan yang lain.

Sebetulnya, posisi Muhammadiyah terhadap pemerintah tidak pernah berubah. Muhammadiyah akan berusaha proporsional terhadap pemerintah, bekerjasama dengan semua pihak termasuk pemerintah untuk kemaslahatan bangsa. Jika program pemerintah memang dirasa akan memberi maslahat kepada umat dan bangsa, Muhammadiyah akan mendukung dengan segala sumber daya yang dimiliki.

Namun, jika ada hal yang tidak sesuai, tentu kritik dan saran akan disampaikan dengan cara yang makruf. Yang membedakan dari setiap periode kepemimpinan adalah cara komunikasinya. Setiap pimpinan memiliki style yang berbeda dalam merespon masalah kebangsaan dan menyampaikan masukan untuk pemerintah.

Sebagai contoh adalah dukungan Muhammadiyah terhadap program vaksinasi pemerintah. Di satu sisi, Muhammadiyah menyayangkan kurangnya transparansi dan kurangnya komunikasi ke masyarakat terkait pemilihan dan pengadaan vaksin.

Namun, setelah vaksin lolos uji klinis, tersertifikat halal dan POM, maka tidak ada alasan bagi Muhammadiyah untuk menolak program vaksinasi. Bahkan beberapa pimpinan Muhammadiyah masuk daftar penerima vaksin pada tahap pertama. Namun, tidak semua warga Muhammadiyah dan simpatisan bisa menerima hal tersebut. Di berbagai forum, bahkan ada tuduhan bahwa Muhammadiyah telah “dibeli” atau menerima sesuatu untuk kemudian mendukung program vaksinasi pemerintah.

Kalo menurut aku, membeli Muhammadiyah itu nggak gampang. Ada beberapa hal yang membuat “membeli” Muhammadiyah nggak semudah itu.

Yang pertama, Muhammadiyah sudah kaya, hehe. Nggak ada kepentingan sama duit recehan. Selama ini, tanpa banyak sokongan dana dari Pemerintah, Alhamdulillah Muhammadiyah tetap bisa bergerak melayani umat dan bangsa. Kalau ada dana dari pemerintah yang bisa dikelola, ya dikelola dengan sebaik-baiknya. Kalo nggak ada ya nggak papa, dengan resources sendiri berusaha memberi yang terbaik.

Baca Juga  Mengamalkan Stoicism dalam Ber-Muhammadiyah
***

Yang kedua, orang bermuhammadiyah itu kalau yang dicari uang, mereka ngga akan betah berlama-lama di Muhammadiyah, karena memang nggak ada uang, nggak ada gaji. Yang ada urunan, infak, sedekah, bayar SWP dan SWO kalau ada pelatihan, menyediakan konsumsi kalau pergi ke ketempatan rapat.

Belum lagi, pintu rumah diketuk anak AMM yang membawa map, minta sumbangan untuk kegiatan. Tiap Ramadan, puluhan amplop datang untuk meminta ZIS. Tapi itu justru yang membuat bahagia. Karena, memang menempatkan Muhammadiyah sebagai ladang amal untuk bisa manfangati tumraping liyan, bermanfaat untuk sesama. Nggak semua sih, tapi kebanyakan gitu.

Yang ketiga, kepemimpinan di Muhammadiyah itu kepemimpinan kolektif kolegial. Semua pemimpin itu egaliter, setara. Nggak ada satu orang yang punya kuasa penuh atas berjalannya roda organisasi. Keputusan bukan ada di orang, tapi ada di rapat. Makanya, anaknya aktivis Muhammadiyah pasti pernah bertanya ke bapak/ibu kok kerjaannya rapat mulu, hehehe. Ya memang itu denyut nadinya organisasi. Nah karena keputusannya ada di rapat, ini bisa saling menjaga antar pimpinan. Kalaupun memang ada pimpinan yang “kepleset” transaksional (nauzubillahi min zaalik), masih ada pimpinan-pimpinan yang lain yang akan menjaga objektivitas hasil rapat.

Yang keempat, Muhammadiyah nggak ada beban politik siapapun pemimpin negara ini. Dalam urusan politik, Muhamamdiyah secara organisasi netral. Meski Muhammadiyah memberi kebebasan kepada warganya terkait orientasi politik, Muhammadiyah berusaha menjaga jarak yang sama dengan semua tokoh politik dan pemimpin bangsa.

Ini nggak mudah apalagi pilpres kemarin banyak warga Muhammadiyah yang narik-narik Muhammadiyah dan pemimpin-pemimpinnya untuk secara eksplisit memberi dukungan kepada salah satu calon. Alhamdulillah, bisa dibilang lulus ujian di sela kuatnya polarisasi pilpres kemarin.

Baca Juga  Muhammadiyah: Modernisasi Tanpa Liberalisasi

Nggak kebayang kalau Muhammadiyah sempat kepleset sedikit saja mendukung salah satunya. Pasti setelahnya nggak bisa menjadi penyalur aspirasi warga karena beban sejarah. Tidak adanya beban ini, membuat Muhammadiyah tidak gampang dipengaruhi, termasuk (apalagi) dengan uang.

***

Yang kelima, Muhammadiyah nggak ada kepentingan sama jabatan-jabatan strategis. Jabatan adalah amanah, kalau ada kader persyarikatan yang diminta untuk menempati posisi strategis, tentu akan diberikan, diwakafkan untuk kepentingan bangsa.

Tapi kalau enggak, ya nggak akan minta-minta. Ketika ada kader Muhammadiyah yang menduduki jabatan strategis, tentu akan dioptimalkan untuk kepentingan kemaslahatan orang banyak, bukan untuk kepentingan pragmatis golongan/organsisasi aja. Nggak sesempit itu mikirnya. Justru ketika ada kader yang menduduki jabatan strategis itu, lebih gampang njewernya kalo mereka mulai nakal dikit-dikit. Ya karena nggak ada kepentingan itu makanya susah kalau mau mengajak Muhammadiyah transaksi-transaksian.

Nah, jadi buat kalian guys yang sempat suuzhon kenapa Muhammadiyah mendukung program vaksinasi, kalau ngira ada aliran recehan, kalian keliru. Keliru banget. Regardless proses ini-itunya memang membikin dahi berkerut, tapi kita yakin bahwa ikhtiar semaksimal mungkin adalah WAJIB. Dan vaksin ini adalah salah satu bentuk ikhitiar pemerintah yang perlu kita dukung. Dengan tetap menjalankan protokol kesehatan untuk mengurangi persebaran, ditambah vaksin, ditambah doa-doa yang banyak, semoga pandemi segera berakhir.

Kangen nggak sih guys, bisa piknik lagi, atau nonton konser lagi. Kalau pandemi sudah selesai, InsyaAllah aku mau nonton konser Iwan Fals lagi di Leuwinanggung, ambil kelas festival, lalu loncat-loncat sambil koor sama kawan-kawan yang lain, hehe. Ada yang mau ikut?

Editor: Yahya FR

Siti Marhamah
1 posts

About author
Penulis
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *