Falsafah

Kata Soroush, Agama dan Ilmu Agama itu Beda!

3 Mins read

Biografi Abdul Karim Soroush

Setelah Rasulullah wafat, untuk memahami, menafsirkan, dan menjelaskan tentang agama, adalah tugas dari sahabat ataupun murid dari Rasulullah.

Dalam memahami agama, juga perlu ditegakkan nilai demokrasi agar terhindar dari otoritarianisme keagamaan sebagaimana dijelaskan dalam teori Soroush yaitu “The contraction and exspancion of religius interpretation”.

Abdul Karim Soroush adalah seorang pemikir Islam yang mempengaruhi pembaharuan peradaban di Iran.

Mantan Profesor Filsafat Iran ini adalah salah seorang dari 32 penulis yang namanya dicantumkan pada bagian pemikir Islam kontemporer pada spesifikasi kebebasan berpikir.

Ia dianggap sebagai figur intelektual yang paling berpengaruh dalam bidang religius di Iran. Nama lengkapnya adalah Hossein Haj Faraj Dabbagh karena lahir tepat pada bulan Asyuro tahun 1324 H atau tahun 1945 di Iran.

Pikiran Soroush tentang Sikap Religius

Soroush memiliki pemikiran bahwa sikap religius itu merupakan pengalihan keadilan ke pengetahuan agama. Selain itu dengan mempertahankan hubungan epistemologi dengan demokrasi sesuai dengan ilmu ilmiah, maka keduanya akan menjadi satuan yang baik.

Abdul Karim Soroush memiliki landasan pemahaman agama; yaitu semua yang menjadi pemahaman manusia tentang agama, pasti bersifat historis dan bisa saja salah.

Untuk itu Abdul Karim Soroush mempunyai keinginan yang mulia yaitu ingin memadukan antara peradaban Barat dan Timur sehingga menjadi kesatuan yang saling berkaitan.

Otoritas Kebenaran Agama

Pemahaman agama merupakan hasil dari pemikiran manusia. Di mana, pemikiran manusia tidak dapat dijadikan sebagai nilai absulut.

Absolutisme di sini merupakan pokok dari pembahasan yang dikaji oleh Soroush. Menurut Soroush, ada lima poin yang harus diketahui. Yaitu pembedaan agama dan pemikiran keagamaan dan agama itu bersifat ketuhanan yang kekal dan abadi.

Baca Juga  Keutamaan Akal dalam Islam Menurut MT Misbah Yazdi

Pemahaman agama itu ilmu pengetahuan yang pengaruhi oleh manusia itu sendiri, pemahaman agama dan pengetahuan agama tidak akan pernah ingkar (Forough: 2001).  

Soroush menegaskan bahwa pemahaman dan penafsiran agama dapat berubah sesuai dengan berkembangnya zaman dan bertambahnya waktu.

Adanya klaim dari penafsir agama, tidak mutlak benar menurut Soroush. Menurutnya, ilmu agama lah yang memahami dan mengamati agama, bukan agama itu sendiri.

Ketentuan ini merupakan semua adalah ilmu pengetahuan manusia (Soroush: 2000).

Otoritarianisme Pemahaman agama

Ijtihad mengandung unsur nilai kebenaran. Akan tetapi, juga dapat mengandung kelemahan dan kesalahan. Soroush menegaskan bahwa pemahaman dan penafsiran tidak sepenuhnya dianggap benar terhadap yang lainnya.

Namun, dengan adanya pengakuan agama yang dapat mengandung otoriter keagamaan, juga dapat menjadikan tirani terhadap agama.

Otoritarianisme lahir karena adanya pemahaman dari Rasulullah untuk para sahabat yang diberikan amanah. Karena menurut mereka, jika amanah ini tidak disampaikan, maka ketika mereka mati akan mendapat hukuman oleh Rasulullah.

Soroush mengharuskan bahwa pemerintah adalah unsur yang tidak dapat dinisbah kepada Tuhan. Oleh karena itu, jika kita menganggap bahwa alam manusia dan masalah manusia adalah alami untuk tanduk kepada masa depan, itu merupakan hal yang sangat merugikan.

Teori Penyusutan dan Perkembangan Interpretasi Agama

Teori The Contraction and Exspancion of Religius Interpretation atau bisa diartikan dengan teori penyusutan atau perkembangan intrepetasi agama, adalah suatu teori yang dihasilkan oleh Abdul Karim Soroush di mana membahas tentang usulan Soroush yang menawarkan untuk membendung otoriatarisme sebagai penafsiran agama.

Teori The Contraction and Exspancion of Religius Interpretation dianggap mampu menjadi pilar penguat dan menjadi puncak nilai dari demokrasi.

Baca Juga  Perbedaan Agama sebagai Sistem Keyakinan & Sistem Pengetahuan

Dibuktikan oleh Soroush dengan menjadikan teori ini sebagai ideologi agama dan menghasilkan otoritarianisme dari alam menjadi agama.

Karena menurut Soroush sendiri, hal yang terpenting ialah dapat memahami bagaimana agama sebagai ajaran Tuhan dan bagaimana pemahaman agama sebagai pola pikir manusia sebagai makhluk Tuhan.

Di samping itu, Soroush juga menegaskan jika setelah Rasulullah wafat, maka para sahabat yang akan menyampaikan semua ajarannya. Akan tetapi, para sahabat tidak bisa mewarisi keistimewaan Rasulullah.

Karena semua yang dilakukan manusia lain tidak akan memperoleh dampak yang sama berbanding dengan yang dilakukan Rasulullah (Abdul Karim Soroush, 2009).

Abdul Karim Soroush menciptakan teori ini bukan karena ingin memperbarui agama. Akan tetapi, ia menegaskan secara jelas dan terperinci tentang pemahaman agama, baik agamanya sendiri ataupun agamanya orang lain.

Di samping itu, menurut Soroush, perluasan terhadap ilmu pengetahuan juga bukan berarti dapat menggantikan posisi agama. Akan tetapi, hal yang dimaksud agar agama memiliki peran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia dapat menjadi penyempurna agama. (Bagir, “Kata Pengantar”, xxv).

Adapun simpulan terhadap dunia dan agama merupakan kesatuan yang utuh dan memiliki hubungan erat.

Di mana, dengan landasan agama, manusia dapat mengerti tentang adanya titik kehancuran dan kerusakan. Sebaliknya dengan adanya teknologi dari ilmu pengetahuan, maka akan membantu manusia dalam memahami maksud dan tujuan Tuhan dan dalam menciptakan dan menghancurkan bumi ini.

Editor: Yahya FR

Aulia Risallatul Muawanah
3 posts

About author
Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds