“Psikosomatik di tengah Pandemik. Lawan Kecemasan dan Hindari Ancaman. Tanamkan Optimisme dan Lakukan Hobi Menyenangkan”.
dr. Andri, SpKJ.
Pada saat kasus pertama penderita Corona Virus Disease (Covid-19) diumumkan, masyarakat dibuat kaget dan terjadi kehebohan. Pasalnya, data pribadi pasien yang berdomisili di Depok tersebar di tengah-tengah masyarakat melalui media-media sosial maupun platform komunikasi digital (Whatsapp).
Hal tersebut memang tak lepas juga dari informasi media massa mainstream yang kecolongan membuka detail data pasien. Sampai saat ini, pembukaan identitas pasien masih menjadi pro dan kontra, ada yang berpikiran itu harus diungkap agar bisa menjadi dasar untuk melakukan contact tracing. Ada pula yang tetap menginginkan detail data pasien terjaga dengan baik.
Sudah hampir sebulan terakhir ini konsumsi publik akan tayangan media massa berubah. Kita disuguhi oleh tayangan berita baik di media massa cetak maupun online mengenai Covid-19. Himbauan Bekerja dari rumah atau Work from Home (WFH), belajar dari rumah, serta beribadah dari rumah juga sudah digaungkan oleh pemerintah pusat kepada seluruh warga negara Indonesia. Namun saat ini, himbauan tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh beberapa kalangan masyarakat.
Para pekerja harian masih kebingungan jika harus berhenti bekerja. Wacana lockdown pun menghantui mereka. Namun ternyata wacana itu urung tiba, yang ada adalah keputusan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang intinya sama saja. Membuat mereka memiliki keterbatasan dalam mencari sesuap nasi. Bagi yang beraktivitas di luar rumah maupun yang hanya di dalam rumah, permasalahan utamanya adalah banyak yang mulai terganggu secara kejiwaan. Bisa saja bukan hanya karena takut akan Covid-19 menyerang, melainkan bisa juga karena takut tak bisa menghasilkan pendapatan.
Psikosomatik dan Penyebabnya
Anggota Ikatan Psikolog Klinis, Emeldah, menjelaskan bahwa penyakit psikosomatik berasal dari stres emosional dan bermanifestasi dalam tubuh sebagai rasa sakit fisik dan gejala lainnya.
***
“Ketika kita stres, kan kita psikosomatik juga, jadi kita bingung, ini kok aku sesak, ngerasa sesak, padahal kan bisa jadi sesak itu karena cemas,” ungkap Emeldah. (kompas.com)
Senada dengan Emeldah, seorang dokter yang juga Psikiater dengan kekhususan di bidang Psikosomatik Medis, dr Andri, SpKJ, FACPL atau di Instagram dikenal dengan sebutan Ki Samber Edan, menjelaskan bahwa semua informasi terkait virus corona yang berseliweran di sejumlah media, lalu dikonsumsi oleh publik, berpotensi memunculkan reaksi psikosomatik tubuh. Reaksi psikosomatik adalah kecemasan yang dipicu oleh pola konsumsi masyarakat terhadap berita-berita terkait virus corona yang terjadi terus-menerus. Dari beberapa penjelasan di akun twitter-nya kemudian diambil kesimpulan :
“Psikosomatik di tengah Pandemik. Lawan Kecemasan dan Hindari Ancaman. Tanamkan Optimisme dan Lakukan Hobi Menyenangkan” – dr. Andri, SpKJ
Kurangi Konsumsi Berita Corona
Kita sering mendengar pepatah mengatakan bahwa janganlah berlebihan karena sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Bahkan Islam menganjurkan umatnya untuk tidak berlebihan dalam segala lini kehidupan. Jika kita merasa tayangan berita di TV terlalu banyak mengumbar informasi tentang Covid-19, maka sudah saatnya Anda mengurangi konsumsi berita tersebut. Waspada boleh, khawatir berlebihan jangan.
Salah satu alternatif hiburan pada masa ketegangan, kegelisahan dan mungkin kebosanan bagi sebagian orang adalah dengan menonton film. Selain sebagai sarana hiburan dan rekreasi, ternyata banyak manfaat lain yang kita tidak sadari. Film dapat mendorong perubahan sosial karena kemampuannya untuk memberikan pelajaran terhadap penonton tentang pengalaman di luar perspektif mereka sendiri, menginspirasi empati, dan memantik pertanyaan yang bermuatan politik.
Dari sebuah film, kita bisa banyak belajar hal baru, seperti halnya bahasa, budaya, sejarah dan lain sebagainya. Bahkan menurut Gary Solomon, Ph.D, seorang psikolog dari College of Southern Nevada, menonton film memiliki manfaat terapi (cinematherapy) bagi penderita depresi, gangguan mood, dan sebagainya.
Optimisme dan Orang Baik
Di tengah pertumbuhan ekonomi yang mulai melambat, inflasi mulai terjadi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun semakin melemah di posisi Rp16.495 (bi.go.id, 1/4/2020). Pusat-pusat perbelanjaan mulai tutup untuk memutus rantai penyebaran virus Corona. Namun di tengah pandemik ini berlangsung, ironisnya ternyata masih ada saja orang yang berlomba-lomba mencari keuntungan semata di atas penderitaan warga, entah untuk dirinya sendiri atau korporasi.
Ada oknum-oknum penimbun hand sanitizer, masker, ataupun gun thermometer. Kemudian menjualnya dengan harga selangit. Sudah ada beberapa yang terjaring oleh operasi polisi dan bahkan mendekam di balik jeruji besi.
Di antara orang-orang tak berperasaan tersebut, kita masih bisa bersyukur masih ada orang baik. Orang-orang yang masih peduli terhadap sesama. Orang yang selalu tergerak untuk beramal baik. Seperti halnya perintah Allah dalam kitab suci Al-Quran “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Q.S. Al-Maidah:2).
Jaminan Sosial ketika pembatasan sosial dalam kondisi ekonomi melambat justru harus dilakukan. Pemerintah kemudian mengeluarkan Perppu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 sudah ditandatangani Jokowi dan masih menunggu persetujuan DPR agar secepatnya diundangkan.
Bantuan sosial akan diterima 10 juta keluarga melalui program keluarga harapan, 20 juta penerima melalui kartu sembako, 5,6 juta orang melalui kartu pra kerja. Pemerintah juga mencadangkan dana 25 triliun rupiah untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Selain itu, pemerintah membebaskan pembayaran tarif listrik bagi 24 juta pelanggan listrik 450 volt ampere. Sedangkan bagi 7 juta pelanggan dengan daya 900 volt ampere bersubsidi hanya perlu membayar 50 persen tagihan. Kebijakan ini berlangsung selama 3 bulan. (Kompas.tv. 1/4/2020)
***
Lain pemerintah lain juga masyarakat dalam menyikapi goyahnya perekonomian. Dalam hal mengurangi kecemasan masyarakat rentan dan para pekerja harian akan penghasilan yang menurun di tengah pandemik corona ini, beberapa lembaga kemanusiaan, tokoh publik ataupun individu-individu yang peduli akan hal itu mulai menggalang donasi. Salah satu platform digital yang menjadi sarana mereka dalam penggalangan dana yaitu kitabisa.com.
Portal kitabisa.com sendiri membuka channel penggalangan dana dengan tagar #BersamaLawanCorona menargetkan penggalangan dana agar bisa terkumpul sampai dengan Rp 25 Milyar. Sampai saat ini (2/4/2020) sudah terkumpul Rp 18,7 Milyar lebih. Penggalangan dana ini masih berlangsung sampai 59 hari kedepan.
Contoh kampanye lainnya yang langsung menyasar akan kebutuhan kelompok masyarakat rentan ini yakni kampanye dari Wahyoo dan Edho Zell dengan nama tagar #SemuaBisaMakan Bersama Wahyoo dan Edho Zell. Dengan target dana yang ingin dikumpulkan sejumlah Rp 350.000.000 dan sudah terkumpul sejumlah Rp. 157.613.643 (2/4/2020). Seperti yang tercantum dalam laman kitabisa.com
“Penyaluran #RantangHati akan dilakukan di area Jadetabek. Dari hasil penggalangan dana ini, kami menargetkan bisa membantu 500 KK selama 14 hari. Satu paket bantuan seharga 50 ribu, yang di dalamnya berisi lauk untuk makan siang dan malam, serta nasi untuk 2,5 porsi, demi mencukupi kebutuhan keluarga kurang mampu.” – kitabisa.com
Selain Wahyoo dan Edho. Najwa Sihab bekerjasama dengan kitabisa.com juga menggalang dana dengan kampanye bertajuk Konser Musik #DiRumahAja: Solidaritas Melawan Corona dengan menggandeng para musisi Indonesia. Uang yang terkumpul sampai hari ini (2/4/2020) sebesar Rp 12.197.240.178 dari target 15 Milyar rupiah dengan sisa durasi hari 12 hari lagi. Belum lagi akun-akun lainnya yang juga sama-sama berjuang dalam menggalang dana kemanusian dan membantu masyarakat rentan, para pekerja harian maupun kebutuhan para tenaga medis.
***
Dari fakta di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa masih banyak orang baik di negeri kita ini. Bersyukurlah kita bahwa mereka masih berlomba-lomba dalam kebaikan. Ada yang bergerak secara diam-diam, ada juga yang bergerak secara terang-terangan dengan harapan jangkauan dan efeknya lebih besar. Keduanya masih sama baiknya, karena aksi nyata adalah hal yang paling dibutuhkan saat ini.
Pasien Covid-19 dengan nomor 01, 02, dan 03 asal Depok kini telah dinyatakan sembuh. Mereka berujar asal ada keinginan kuat untuk sembuh lalu dengan cara mengatur pola pikiran yang dapat menenangkan diri mereka akhirnya bisa pulih kembali. Gembira adalah obat yang manjur ujar salah satu pasien Covid-19 yang telah dinyatakan sembuh. Empat orang pasien di Semarang bercerita sembuh dari Corona dan kuncinya merasa gembira, karena apabila secara psikisnya sehat maka daya imun akan meningkat. (Kompas.com, 1/4/2020)
Seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter kelahiran Persia yang bernama Ibnu Sina dikenal juga sebagai “Avicenna” di dunia Barat pernah mengatakan “Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah awal kesembuhan”. Artinya dalam menghadapi pandemik ini kita tetap harus tenang, dan selalu bersabar, entah kita OTG, ODP, PDP, maupun masih dalam keadaan sehat. Anjuran untuk beraktivitas di rumah saja seharusnya dijadikan momentum kita agar bisa dekat dengan keluarga dan mendekatkan diri kepada yang Kuasa.
“Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah langkah awal kesembuhan”.
Ibnu Sina
Maka, kita harus menerapkan rumus “Jangan panik, agar lebih baik. Tetap tenang agar tambah senang. Serta, tetap sabar agar rezeki lancar”. Semoga setelah melalui pandemik ini kita menjadi orang yang selalu bertafakur, mengerti makna bersyukur dan menjadi pribadi yang tahan uji.