Psikologi dan Ilmuwan Muslim
Saat berbicara tentang psikologi ternyata banyak orang yang hanya tahu bahwa psikologi dikenalkan dan dibawa oleh ilmuwan-ilmuwan Barat. Padahal, pada awal abad ke-9, wacana Islam mengenai psikologi sudah dimulai. Pada masa keemasan peradaban Islam, sekitar abad 8 sampai 15, para ilmuwan muslim mengkaji berbagai ilmu melalui pendekatan al-Qur’an yang kemudian menghasilkan pemikiran dan karya-karya yang berkontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, salah satunya psikologi.
Karya-karya yang dihasilkan tersebut banyak diterjemahkan ke Bahasa Latin dan berkontribusi sangat besar untuk revitalisasi pembelajaran dan kajian ilmiah di Eropa, yang mengarah ke periode Renaisans pada abad 16 dan 17 (Faruqi, 2006). Inilah yang sangat disayangkan, bahwa kita lupa bahkan tidak tahu bahwa ilmuwan muslim memiliki peranan penting dalam cikal bakal lahirnya psikologi Islam atau ‘ilm al-nafs. Mereka memberikan gambaran tentang apa yang Islam tawarkan kepada dunia psikologi. Dengan demikian, mereka layak mendapatkan tempat sebagaiamana ilmuwan Barat.
Berikut ini adalah nama-nama ilmuwan muslim yang berkontribusi dalam psikologi:
Abu Zayd al-Balkhi
Abu Zayd al-Balkhi (w. 934) merupakan ilmuwan muslim abad ke-9 dan salah satu yang mendekati psikologi sebagai ilmu pengetahuan. Karya al-Balkhi yang terkenal adalah Maṣāliḥ al-abdān wa-al-anfus (Rezeki Tubuh dan Jiwa). Ia menilai bahwa keseimbangan antara tubuh dan jiwa diperlukan untuk mencapai kesehatan yang baik, sedangkan ketidakseimbangan antara keduanya dapat menyebabkan penyakit. Ketika tubuh sakit, pikiran kehilangan banyak kemampuan kognitifnya dan gagal menikmati kesenangan hidup dan ketika jiwa sakit, tubuh dapat mengembangkan penyakit fisik.
Al-Balkhi diyakini sebagai orang pertama yang mendiagnosis bahwa penyakit mental dapat terjadi karena adanya sebab psikologis dan fisiologis dan dia adalah orang pertama yang menggambarkan empat jenis gangguan emosional: 1) ketakutan dan kecemasan, 2) kemarahan dan agresi, 3) kesedihan dan depresi, dan 4) obsesi.
Al-Balkhi adalah pelopor terapi kognitif untuk mengembalikan tubuh dan pikiran ke keadaan alami mereka. Pendekatannya bersifat preventif dan terapeutik, yang menunjukkan pemahaman mendalam tentang kondisi manusia, keadaan emosionalnya, dan kebutuhan akan perawatan yang tepat. Al-Balkhi juga menjadikan al-Qur’an, sunnah, dan nilai keimanan kepada Tuhan sebagai dasar rujukannya.
Ibnu Sina
Ibnu Sina (w. 1037), bapak kedokteran modern yang juga memiliki pengaruh besar dalam sejarah psikologi Islam. Seyyed Hossein Nasr, seorang peneliti terkemuka tentang Islam dan sains, menggambarkan bahwa Ibnu Sina bukan hanya otoritas medis tertinggi di era pra-modern baik di dunia Islam maupun Barat, tetapi juga ahli psikologi tradisional, psikoterapi dan pengobatan psikosomatik yang tak terbantahkan (Bakhtiar, 2013).
Risalah kedokterannya yang paling terkenal adalah al-Qanun, di mana semua pencapaian medis termasuk psikologi, psikiatri dan neurologi pada periode itu dipaparkan dengan jelas. Psikologi menuntunnya untuk mengembangkan berbagai pengobatan untuk penyakit mental dan mengembangkan terapi ketakutan, shock, dan musik yang belum sempurna untuk menyembuhkan penyakit. Ia adalah ilmuwan yang berkontribusi dalam mematahkan kepercayaan bahwa penyakit mental adalah supranatural, atau disebabkan oleh gangguan setan dan roh jahat.
Dalam psikologi Ibnu Sina juga membahas hubungan antara pikiran dan tubuh. Ia menciptakan konsep gangguan psikosomatik, bahwa seseorang dapat mengatasi penyakit fisik melalui keyakinan bahwa mereka bisa menjadi baik. Sebaliknya, orang yang sehat dapat menjadi sakit secara fisik jika mereka menganggap bahwa mereka sakit. Konsep yang dibuatnya ini secara signifikan memengaruhi cara psikolog modern dalam memandang kesehatan yang buruk.
Keterkaitan mental dan fisik ini menjadi dasar pendekatannya terhadap gangguan mental dan dengan cermat mendokumentasikan banyak kondisi, termasuk gangguan memori, halusinasi, kelumpuhan ketakutan, dan sejumlah kondisi lainnya. Dapat dikatakan, kontribusi Ibnu Sina dalam sejarah psikologi adalah sebagai ilmuwan yang pertama kali menggunakan pendekatan yang dikenal oleh psikolog klinis modern.
Al-Razi
Muhammad bin Zakariya al-Razi (w. 925) adalah salah satu dokter yang paling terkenal dan dihormati selama abad ke-9 karena kontribusi revolusionernya untuk kedokteran dan psikiatri. Al-Razi adalah cikal bakal ilmuwan muslim yang memprakarsai gerakan pemberantasan praktik sihir seperti yang dijelaskan dalam kesehatan mental di antara orang-orang Kristenpada saat itu.
Al-Razi menulis sekitar 184 buku tentang berbagai bidang pengamatan klinis yang dia lakukan sebagai dokter, termasuk studi perilaku manusia. Dia membedakan antara depresi dan pemikiran yang membingungkan dalam karyanya Kitab al-Hawi, di mana ia menulis bahwa orang yang depresi telah “sesat”, sedangkan orang yang bingung “terganggu dengan kebingungan mental yang terus-menerus” (Haque, 1998).
Selain itu, ia berkontribusi pada sejarah psikologi dengan pengamatan yang cerdik mengenai etika medis dan penggunaan terapi kondisional, berabad-abad sebelum psikolog perilaku abad ke-20.
Al-Ghazali
Al-Ghazali (w. 1111) merupakan seorang filsuf, teolog, dan sufi mistik. Ide-ide perintisnya pada jiwa, diri, dan kepribadian masih menonjol di kalangan Muslim dan non-Muslim. Di antara kontribusinya untuk psikologi Islam adalah “teori struktural jiwa”. Garis besar struktur kepribadian menurut al-Ghazali terdiri dari empat unsur: qalb, ruh, nafs, dan ‘aql.
Al-Ghazali mendirikan landasan bagi teori kepribadian dengan menggambarkan potensi struktur psiko-spiritualnya. Bagi al-Ghazali, akal adalah kunci dari semua fungsi manusia. Dia mempelajari banyak aspek psikologi, termasuk hubungan interpersonal, perilaku abnormal, emosi, dan perilaku sosial. Selain itu, ia juga membawa gagasan tentang kebutuhan ke dalam sejarah psikologi.
Al-Ghazali mengusulkan bahwa kepribadian manusia memiliki dorongan untuk memenuhi keinginan tertentu, berdasarkan rasa lapar dan marah. Kelaparan mendorong emosi seperti dorongan seksual, haus, dan lapar, sementara kemarahan mendorong frustrasi dan balas dendam. Pembagian ini sangat kasar, tentunya jika dibandingkan dengan ide-ide yang relatif modern seperti Teori Hirarki Kebutuhan Maslow, tetapi pembagian ini memberikan beberapa pedoman untuk mengkategorikan konstruksi mental.
***
Pemaparan di atas adalah bukti bahwa ilmuwan muslim juga berkontribusi dalam karya-karya besar untuk pemahaman yang jelas tentang psikologi dan kesehatan mental. Diharapkan ini menjadikan semakin bertambahnya psikolog-psikolog muslim kontemporer yang menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an, ajaran Nabi Muhammad ﷺ, serta hasil studi para ilmuwan muslim abad awal.
Editor: Nabhan