Anarko– Indonesia sedang berduka akibat dampak wabah Covid-19. Masyarakat sudah melakukan tindakan physical distancing, para pekerja dianjurkan untuk work from home. Bahkan di daerah Jabodetabek yang menjadi zona merah, penyebaran Covid-19 sudah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai bentuk memutus dan mencegah penyebaran Covid-19 agar keadaan tidak semakin memburuk. Itulah beberapa upaya dalam meredam jahatnya Covid-19 ini.
Sayangnya, anjuran dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tidak berjalan mulus. Betapa mumetnya pemerintah terhadap sikap masyarakat seperti ini ? Rupanya, jika kita ber khusnudzhon ada alasan yang kuat dalam hati masyarakat, terutama untuk pekerja harian, sahabat ojol, tukang becak maupun pedagang-pedagang kaki lima, kenapa tidak menjalankan anjuran dari pemerintah tetap #DiRumahAja ? Ya, karena kalau gak kerja dan cuma di rumah aja, mau makan apa keluarga kita. Begitulah kira-kira jawabannya.
Lain cerita dengan para pekerja yang ber-ikhtiar untuk mencari nafkah demi sesuap nasi untuk keluarga di saat situasi pandemi. Hari-hari ini kita juga dihebohkan dengan pemberitaan di media massa mengenai kejahilan dan onar para remaja dari golongan mahasiswa, pelajar, dan pengangguran.
Aksi vandalisme, ya itulah yang diberitakannya. Kill The Rich’ atau bunuh orang-orang kaya, kemudian ‘Sudah Krisis saatnya membakar’, ‘Mau Mati Konyol atau Melawan’. Kalimat tersebut yang disemprotkan dengan cat pylox di tempat umum, tembok-tembok gedung, serta di tiang listrik sebagai bentuk aksi vandalismenya. Munculnya aksi vandalisme tersebut dilakukan oleh kaum-kaum ‘gabut’ yang mendadak anarko.
***
Saya terheran-heran melihat aksi milenial anarko tersebut, di saat masyarakat yang pada umumnya di masa pandemi ingin berdiam diri sebagai aksi penyelamatan diri sendiri agar tidak terinfeksi Covid-19, eh malah mereka bikin aksi dan sensasi yang menggegerkan jajaran kepolisian.
Mungkin bisa dimaklumi jika aksi tersebut adalah benar-benar keisengan belaka yang dilakukan oleh remaja karena efek gabut #DirumahAja. Tetapi yang menjadi perhatian serius saat ini ialah apakah mungkin milenial yang melakukan aksi vandalisme dengan simbol-simbol anarkisme tersebut benar dari kaum paham tentang ideologi anarkisme ? Wallahu Alam Bisshowab.
Melihat rentan usia para pelaku vandalisme tersebut yang tergolong masih remaja bahkan masih anak-anak, saya beranggapan bahwa mereka hanya sekedar ikut-ikutan saja karena terkesan keren dengan nuansa gerakan yang sedikit artistik. Karena fase remaja dalam pandangan psikologis, bisa saja mereka berproses untuk mencari jati dirinya. Meskipun dengan cara-cara yang kurang disepakati oleh masyarakat kita. Dugaan saya pun mengatakan bahwa para pelaku tersebut hanya sekedar mengetahui simbol-simbol anarko tanpa mengetahui esensinya, apalagi mengerti akan konsep teoritik ideologi anarkisme. Sekali lagi Wallahu Alam Bisshowab.
Memberikan Kesempatan Positif Gerakan Anarko
Setelah memahami fenomena munculnya dengan tiba-tiba aksi vandalisme di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, yang dilakukan oleh kaum milenial yang mendadak anarko, apakah memungkinkan bahwa gerakan-gerakan kaum anarko bisa diakomodir dengan baik dan dengan cara yang baik?
Kalau ujug-ujug semua tindakan yang berinti untuk mengkritik kapitalisme, sikap ketidaksepemahaman kebijakan pemerintah, dan aksi melawan terjadinya ketidakadilan sosial dituduh sebagai aksi penjarahan, ataupun gerakan yang membahayakan dan meresahkan, akibatnya, nalar kritis pemuda bisa-bisa mandul. Toh sebagai pemuda, juga ingin diberikan ruang dalam berekspresi. Intinya semua pihak perlu untuk bertabayun kepada pelaku tanpa adanya bentuk tindakan intimidasi.
Sebenarnya gerakan anarko diikuti orang-orang terdidik, suka membaca, dan berpikir kritis. Mereka terjun langsung melawan berbagai ketidakadilan dan ketimpangan sosial di sekitar mereka. Sayangnya, label yang sudah melekat di tubuh gerakan anarko ialah gerakan-gerakan anarkis yang melakukan kerusakan.
Ini tidak bisa disalahkan, nyatanya framing pemberitaan media massa juga seperti itu. Dan seharusnya gerakan anarko harus segera melakukan evaluasi diri terhadap aksi-aksi yang dirancangnya. Karena kita juga mengetahui bahwa di era postmodern saat ini, gerakan sosial maupun gerakan kemanusiaan harus mengupayakan gerakan yang relevan.
Lah, dari sini seharusnya pihak yang berwenang bisa memberikan edukasi kepada pelaku yang melakukan aksi vandalisme tersebut, agar mereka mengupayakan dan memastikan gerakan-gerakan yang dilakukan tidak mempunyai dampak yang meresahkan masyarakat. Karena sesungguhnya mendengar kata anarkisme, masyarakat akan ketakutan. Kalau edukasi tersebut diberikan, menurut hemat saya, pemerintah dan pihak yang berwenang tidak membungkam kebebasan berpendapat sebagai warga Indonesia.
Ajaran Islam Terhadap Melawan Ketidakadilan
Secara manusiawi, kita sangat sadar bahwa perbuatan ketidakadilan, penindasan, dan kezaliman adalah perbuatan yang dilarang oleh ajaran Islam. Hal ini pun dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 90 “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) untuk berbuat adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Jika kita kontekstualkan ayat tersebut terhadap dimensi realitas kehidupan manusia, Islam sejatinya adalah agama yang menentang ketidakadalian. Akan tetapi, Islam juga mengajarkan kepada kita untuk memerangi perbuatan ketidakadilan dengan cara-cara yang baik dan bijak. Dengan begitu, perlawanan Islam terhadap bentuk-bentuk ketidakadilan dipastikan tidak menimbulkan permusuhan baik secara personal maupun keorganisasian. Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian.
Di kondisi kehidupan yang tidak stabil akibat pandemi Covid-19, layaknya kesempatan manusia untuk melakukan perenungan yang mendalam. Mempergunakan akal dengan sehat serta mewujudknya melalui tindakan-tindakan kebaikan dengan kesadaran sebagai manusia yang beragama. Munculnya gerakan anarkisme bukan menjadi solusi, karena tindakan tersebut semakin menimbulkan kecemasan dan ketakutan. Masyarakat tidak akan respect.