“Kalau nanti di Jogja, jangan jauh-jauh dari lembaga pendidikan Alquran,” ujar orang tua Ella kompak.
Saat itu, Lailatul Fithriyah Azzakiyah atau yang lebih dikenal dengan nama Ella telah lulus SMA. Ia hendak melanjutkan kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, saat kampus tersebut masih IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Sunan Kalijaga.
Ella adalah penemu metode Tahfizh Quran Tematik (TQT). Metode Tahfizh Quran Tematik adalah sebuah metode menghafalkan Alquran dengan cara mengumpulkan ayat-ayat dengan tema tertentu sehingga ayat yang dihafal dekat dengan penghafal.
Metode ini telah diaplikasikan di beberapa lembaga pendidikan. Antara lain Lembaga Pendidikan Baitul Hikmah Foundation Malang, SD Aisyiyah Malang, MTs Khadijah Malang, PAUD Dinar Kediri, Pesantren Kilat di Malang, Training for Trainers untuk mahasiswa-mahasiswa di Malang, dan beberapa kelas dewasa di dalam dan luar negeri.
Di luar negeri, kelas TQT yang digelar Ella telah ada di Singapura, Belanda, Inggris, Uni Emirat Arab, dan negara-negara lain. Kelas ini digelar secara daring.
Sejak kecil, Ella memang tidak bisa berpisah dengan lembaga pendidikan Alquran. Kedua orang tuanya bekerja sebagai pengelola lembaga pendidikan Alquran. Sehingga, ia selalu akrab dengan santriwan-santriwati yang belajar Alquran.
Sebagai pengelola lembaga pendidikan Alquran, orang tua Ella pun ingin agar anak-anaknya tak jauh dari dunia tersebut. Termasuk Ella, si anak sulung. Ella menyelesaikan pendidikan di SMP Muhammadiyah Lamongan. Ketika SMA, ia nyantri di Pondok Pesantren Walisongo, Ngabar, Ponorogo.
Setelah lulus, ia kuliah di Jogja. Ketika akan berangkat, ia mendapatkan pesan dari orang tua agar tak jauh-jauh dari lembaga pendidikan Alquran.
Maka, ketika di Jogja, ia selalu aktif di pembelajaran Alquran. Ia mengikuti berbagai kegiatan di masjid-masjid sekitar kampus. Baik untuk belajar maupun mengajar Alquran. Sebelum lulus, ia menjadi tenaga pengajar di Angkatan Muda Masjid Kotagede, Jogja. Di tempat tersebut, ia mulai mendapatkan banyak inspirasi pengembangan metode pembelajaran Alquran.
Setelah menikah, Ella mengikuti suaminya, Pradana Boy ke Singapura. Saat itu, suaminya tengah menyelesaikan pendidikan S3. Di Singapura, Ella bertemu dengan diaspora Indonesia di Singapura, terutama dengan komunitas muslimah Indonesia.
Dengan bekal pengetahuan yang luas tentang Alquran, Ella didapuk sebagai ustadzah untuk memberikan pengajaran Alquran terhadap komunitas muslimah Indonesia di Singapura. Materi-materi yang diajarkan Ella semakin lama semakin luas. Sampai pada Bahasa Arab, tafsir, dan lain-lain.
Ketika pulang ke Indonesia, ia menitipkan putri pertamanya yang berusia 8 tahun ke sebuah lembaga tahfizh Alquran. Setiap sabtu, putrinya berangkat untuk nyantri di lembaga tersebut hingga minggu sore.
Di pertemuan keempat, putrinya tidak mau kembali ke lembaga pendidikan tersebut. Putrinya memiliki tiga alasan. Pertama, dalam menghafal, ia harus membaca sendiri. Tidak dibacakan oleh ustadz atau ustadzahnya. Menurutnya, hal itu terlalu berat.
Kedua, ustadzah mengharamkan santriwan-santriwatinya menonton TV. Menurut ustadzah tersebut, menonton TV dapat merusak hafalan. Ucapan ‘haram’ itu, tanpa disadari, justru membuat putri Ella menjadi berontak.
Ketiga, dalam proses pembelajaran, ada satu sesi di mana santriwan-santriwati diajak untuk menonton video yang menakutkan seperti azab, kiamat, dan lain-lain. Hal ini membuatnya takut dan tidak ingin kembali.
Berangkat dari tiga alasan tersebut, Ella tergerak untuk langsung mengajari putrinya hafalan Alquran. Maka, ada tiga hal yang harus ia lakukan. Pertama, ia harus membacakan ayat per ayat pada putrinya. Kedua, ia justru membebaskan putrinya untuk menonton TV. Meskipun harus difilter tayangannya terlebih dahulu.
Ketiga, ia memberikan putrinya kaset VCD tentang kisah-kisah yang ada di Alquran. Namun, video yang diberikan adalah video-video yang tidak menakutkan. Seperti video kisah-kisah Nabi, kisah Ashabul Kahfi, kisah Dzulqarnain, kisah Talut VS Jalut, dan lain-lain.
Ketika selesai menonton video, putrinya kemudian bertanya, apakah kisah tersebut benar-benar ada di Alquran. Di situlah kemudian Ella menjelaskan kepada putrinya. Ella menyebutkan ayat-ayat yang mengisahkan kisah yang sebelumnya telah ditonton.
Tak hanya menyebutkan, Ella juga meminta putrinya untuk menghafal potongan surat tersebut. Ternyata, metode ini efektif dan sangat memudahkan putrinya dalam menghafalkan Alquran. Putri Ella kemudian menjadi lebih bersemangat dalam menghafalkan Alquran.
Melihat metode itu cukup efektif, Lailatul Fithriyah kemudian mengujicobakan metode itu ke anak beberapa rekannya. Hasilnya ternyata sama-sama efektif. Ia kemudian menerapkan metode itu di lembaga pendidikan yang ia kelola, Baitul Hikmah Foundation dan di beberapa pengajian yang ia ampu.
Metode TQT
Selain karena pengalaman bersama dengan putrinya, Metode TQT juga lahir dari keresahan Ella ketika melihat banyak orang menghafalkan Alquran namun tidak disertai dengan pemahaman akan ayat-ayat yang dihafalkan.
Filosofi dari TQT adalah mulai dari yang mudah, mulai dari yang suka, dan mulai dari yang dekat. TQT terinspirasi dari tafsir Alquran. Dalam dunia tafsir, ada istilah tafsir ijmali (menafsirkan Alquran secara global), tafsir tahlili (menafsirkan Alquran secara analitis), dan tafsir maudhu’i (menafsirkan Alquran berdasarkan tema-tema tertentu). Maka, TQT adalah metode tahfizh secara maudhu’i.
Karakteristik metode TQT adalah menggunakan teori pendidikan modern dan berorientasi pada hafalan dan pemahaman. Teori pendidikan modern yang digunakan antara lain multiple intelligence, mind mapping, teori belahan otak, dan teori super memory system.
Konsep multiple intelligence menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada anak yang tidak cerdas. Setiap anak adalah cerdas. Maka, setiap anak harus dianalisa dulu pendekatan yang cocok ia gunakan. Apakah visual, natural, musik, linguistik, dan lain-lain.
Sementara itu, melalui mind mapping, anak didik bisa membuat konsep tentang pengelompokan ayat yang ada di Alquran.
Teori belahan otak juga digunakan karena metode TQT tidak berkutat berdasarkan mushaf. Namun berdasarkan tema-tema tertentu.
Dengan demikian, metode TQT memiliki beberapa keunggulan. Antara lain:
- Peserta didik dapat menghafal sekaligus memahami
- Peserta didik mudah mengetahui letak ayat dan surat tentang tema tertentu
- Peserta didik secara otomatis belajar kosa kata Bahasa Arab dari ayat yang ia hafal
- Memudahkan orang tua peserta didik untuk memasukkan pesan-pesan moral dalam Alquran
Biografi Lailatul ‘Ella’ Fithriyah
Lailatul Fithriyah lahir di Dusun Mencorek, Lamongan pada 1 Agustus 1981. Ia meraih gelar sarjana Hukum Islam dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sementara itu, gelar magister ia dapatkan dari Universitas Muhammadiyah Malang dengan jurusan Pendidikan Islam.
Kini, selain aktivitas utama sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Ella juga menjadi Penyuluh Agama Islam non-PNS KUA Kecamatan Dau Spesialisasi Pemberantasan Buta Huruf Alquran dan Penyuluh Agama di Lapas Wanita Malang.
Ia juga aktif sebagai anggota Majelis Tabligh Aisyiyah Kota Malang dan Pegiat Simpul Rahima, sebuah lembaga yang menjadi pusat pendidikan & informasi Islam & hak-hak perempuan.
Di sela-sela kesibukan itu, Ella menjadi pengasuh metode TQT kelas internasional dan juga menjadi pembina di Baitul Hikmah Foundation. Sebuah lembaga pendidikan Alquran yang mengadopsi metode TQT.
Berkat kerja kerasnya di berbagai bidang, Ella diganjar dengan beberapa penghargaan. Antara lain Runner Up II Muslimah Inspiratif Kota Malang tahun 2019 dan Penyuluh Agama Islam Teladan Kabupaten Malang tahun 2020.
Pada tahun 2021, buku pertamanya berjudul Perempuan Menggugat Alquran Menjawab terbit. Di tahun 2022, ia kembali menerbitkan buku berjudul Menggenggam Bara: Kisah Muslimah Indonesia Berislam di Mancanegara.
*Artikel ini diproduksi atas kerjasama antara IBTimes dan INFID dalam program Kampanye Narasi Islam Moderat kepada Generasi Milenial.