Dalam ma’loemat di Soeara Moehammadijah nomor 12 tahun 1924 disebutkan: ”Moelai tahoen 1925 jang akan datang ini, insja Allah Ta’ala, kalau Soeara Moehammadijah dapat langsoeng hidoepnja dengan bertambah sentosa serta tiada ada halangan jang melintangi, di sisih S.M. akan ditaboer dengan ISTERI-ISLAM sebagai samboengan jang diteroentoekenan goena kaoem Moeslimat; seperti jang diadjoekan oleh kaoem isteri atau terhadap kepada mereka itoe, begitoe djoega perchabaran dan berita tentang kemadjoeannja Isteri Islam diseloeroeh doenia teroetama keadaannja Moehammadijah oeroesan Aisjijah di Hindia Timoer kita ini.” Lembaran ini yang di kemudian hari menjadi Suara ‘Aisyiyah.
Lembaran Isteri-Islam edisi perdana terbit di Soeara Moehammadijah nomor 1 tahun 1925. Pada halaman muka tertulis nama ISTERI-ISLAM. Bahasa yang digunakan sudah seluruhnya berbahasa Melayu.
Terdapat keterangan di bawah nama lembaran ini: ”Halaman Soeara Moehammadijah jang dihoesoeskan bagi kaoem Moeslimat, goena membentangkan pengadjaran, pengetahoean, perchabaran, soeroean, dan peringatan jang berhoeboengan atau terhadap kepada kaoem isteri tentang igama Islam, serta keperloean-keperloean Moehammadijah oeroesan Aisjijah di Hindia Timur.” Di pojok atas sebelah kiri tertulis: ”Isteri-isteri itoe moesti mendapat sebagaimana mereka diwadjibkan (kepada laki-lakinja). Al Qoeran.” Di pojok atas sebelah kanan tertulis: ”Kaoem Islam laki-laki dan kaoem Islam isteri sebagian menoeloeng sebagiannja, sama menjoeroe dengan kebaikan dan melarang daripada kedjelekan. Al Qoeran.”
Cikal Bakal Suara Aisyiyah
Dalam artikel ”Pendahoeloean” disebutkan: ”Moelai Soeara Moehammadijah jang terbit sekarang ini, di dalam lembaran moekanja kami tjantoemkan Isteri Islam, jang menoeroet soearanja kaoem perempoean dan pembitjaraan-pembitjaraan kaperloeannja. Meskipoen pada moela-moela ini ketjil oedjoednja dan sempit halamannja, akan tetapi apabila diterima baik oleh saudara-saudara isteri dan dimadjoekannja, tentoelah semangkin besar dan bertambah loeas lahir dan batinnja. Malah boleh djadi dibelakang hari akan terbit sendiri meratakan tjahjanja dan meninggikan soearanja diantara kaoem moeslimat tiada menempel Soeara Moehammadijah lagi.”
Harapannya, setelah terbit lembaran Isteri-Islam pada akhirnya akan menjadi surat kabar sendiri yang bersifat independen. Lembaran ini terbit selama setahun menempel di Soeara Moehammadijah.
Memasuki akhir tahun 1926, lembaran Isteri-Islam sudah tidak ditemukan lagi di Soeara Moehammadijah. Hal ini disebabkan karena Isteri-Islam telah berubah menjadi surat kabar perempuan pertama di Muhammadiyah yang mampu terbit sendiri pada tahun 1926. Nama surat kabar perempuan ini tidak lagi menggunakan Isteri-Islam, tetapi berubah menjadi Soeara ’Aisjijah (baca: ”Riwajat Soeara Aisjijah.” Soeara Aisjijah no. 10 tahun 1940).
Pada Oktober 1926 terbit nomor perdana Soeara ‘Aisjijah. Pertama kali terbit, Soeara ‘Aisjijah justru masih menggunakan bahasa Jawa huruf Latin. Padahal, sewaktu masih dalam bentuk lembaran Isteri-Islam di Soeara Moehammadijah sudah menggunakan bahasa Melayu secara keseluruhan. Isi majalah berupa artikel keagamaan dan berita kegiatan Aisyiyah.
Di samping itu, Soeara ‘Aisjijah juga memuat sejumlah advertensi. Ukuran majalah 12,5×17,5 cm. Tebal 135 halaman. Motto yang diusung: ”Madjalah boelanan kawekdalaken deneng Moehammadijah Djokjakarta.” Tiras mencapai 1000 eksemplar. Para pengelola majalah Soeara ‘Aisjijah yang pertama kali: Siti Djoehainah (pimred), Siti Aisjah, Siti Badilah, dan Siti Djalalah. Baru terbit empat nomor, struktur kepengurusan berubah. Siti Djoehainah tetap sebagai pemimpin redaksi, Siti Asminah, sebagai pembantu pengarang, ditambah Siti Wakirah, Siti Hajinah, Siti Wardijah, Siti Barijah (redaksi). Alamat redaksi di Kauman.
Naik-turun
Soeara ‘Aisjijah merupakan orgaan Muhammadiyah bagian Aisyiyah yang diterbitkan “setjara pertjoema” tiap bulan menyuarakan kabar pergerakan kaum perempuan. Seperti halnya proses penerbitan Soeara Moehammadijah, penerbitan Soeara ‘Aisjijah juga lebih banyak mengandalkan sokongan derma dari warga Aisyiyah.
Mulai tahun 1927, Soeara ‘Aisjijah terbit menggunakan dua bahasa, Jawa dan Melayu. Tetapi surat kabar ini sempat berhenti terbit pada tahun 1929. Faktor kesulitan dana dan pengelola redaksi disibukkan oleh pekerjaan masing-masing sehingga penerbitan surat kabar ini terbengkalai.
Memasuki tahun 1930, Soeara ‘Aisjijah terbit kembali dengan ukuran 12,5×17,5 cm. Selaku commissi van redactie dipegang oleh Siti Marchamah, putri Haji Fachrodin. Sedangkan bagian administrasi dipegang oleh Siti Wakirah. Untuk urusan surat-menyurat dipegang oleh Siti Asminah Hasjim (Soeara ‘Aisjijah no. 5 tahun 1930). Pada tahun 1932, bagian administrasi diganti oleh Siti Barijah (oeroesan soerat2) dan Siti Zarkijah (oeroesan wang) (Soeara ‘Aisjijah no. 12 tahun 1932).
Pada tahun 1933, comissi van redactie Soeara ‘Aisjijah berubah total setelah Siti Marchamah, Siti Wakirah, Siti Barijah dan Siti Zarkijah berhenti mengelola surat kabar ini. Lalu dibentuk kepengurusan baru yang menempatkan Siti Zainab Damiri sebagai kepala commissi van redactie dibantu oleh Siti Badilah, Siti Djazirah, dan Siti Hindoen Ma’roef.
Pada tahun 1937, Soeara ‘Aijijah hanya mampu terbit empat nomor. Persoalan yang dihadapi tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni kesulitan dana dan pengurus disibukkan dengan kegiatan masing-masing di Aisyiyah.
Memasuki tahun 1941, struktur pengelola redaksi Soeara ‘Aisjijah diganti kembali. Siti Hajinah memegang kendali hoofdredacteur, sedangkan redactrice dipegang oleh Siti Alfijah dibantu oleh Mevr. Pardjaman. Pada tahun ini, Soeara Aisjijah mengusung motto: “Madjalah Islam oentoek perempoean, terbit tiap boelan, langganan dengan derma.”
Suara ‘Aisjijah
Tampaknya, kondisi Soeara ‘Aisjijah pada tahun ini hampir sama dengan induknya, yakni Soeara Moehammadijah. Pada tahun 1941, keduanya hampir gulung tikar. Kesulitan bahan baku cetak dan biaya produksi memaksa kedua surat kabar officieel orgaan Muhammadiyah ini terbit tersendat-sendat.
Langkah yang ditempuh agar surat kabar ini bisa tetap bertahan terbit adalah: pengurangan jumlah halaman dan penambahan jumlah uang kontribusi (Suara ‘Aisjijah no. 5 tahun 1952). Jika sebelumnya Soeara ‘Aisjijah mampu terbit dengan tebal 24-32 halaman, maka pada nomor perdana tahun 1942 hanya terbit dengan tebal 8 halaman. Jika sebelumnya uang kontribusi dari pembaca hanya mengandalkan derma, terhitung sejak tahun 1942 jumlah uang kontribusi ditetapkan f 0,60 untuk langganan setengah tahun.
Setelah memasuki zaman kemerdekaan, ejaan Soeara ‘Aisjijah diganti menjadi Suara ‘Aisjijah. Perubahan juga terjadi pada nama jabatan dalam struktur redaksi. Jika sebelumnya masih menggunakan istilah hoofdredacteur, maka setelah memasuki zaman kemerdekaan diubah menjadi pemimpin (redaksi). Pada tahun 1952, motto yang diusung Suara ‘Aisjijah adalah: “Majalah Islam untuk wanita terbit tiap bulan.” Jabatan pemimpin redaksi masih dipegang oleh Siti Hajinah. Duduk sebagai redaktur Siti Alfijah. Bagian administrasi dipegang oleh Siti Warsidah. Mulai tahun ini, alamat redaksi pindah ke Suronatan 26/A Djokjakarta. Harga langganan ditetapkan sebesar Rp. 6,- per enam bulan (Suara ‘Aisjijah no. 5 tahun 1952).
Perubahan struktur redaksi Suara ‘Aisjijah kembali terjadi pada tahun 1953. Siti Aminah Dahlan menggantikan Siti Hajinah sebagai pemimpin redaksi. Ini disebabkan karena dalam Muktamar ke-32 di Purwokerto (1953), Siti Hajinah terpilih sebagai ketua umum Aisyiyah. Terdapat tambahan personel di jajaran redaksi dengan masuknya Roostiati dan Istiwanah Bachron. Daniyah masuk di bagian adiministrasi membantu Siti Warsidah. Mulai tahun ini, alamat redaksi dipindah ke Kauman 211 Jogjakarta (Suara ‘Aisjijah no. 1 tahun 1953).
Makin Eksis
Struktur pengelola Suara ‘Aisjijah ini relatif tak banyak berubah hingga memasuki Muktamar Muhammadiyah di Palembang pada tahun 1956. Baru setelah masuk tahun 1962, struktur Suara ‘Aisjijah mengalami perubahan dengan menempatkan Ny. Drs. H. Baroroh Baried sebagai Penanggung Jawab. Jajaran pengelola Suara ‘Aisjijah mendapat tenaga baru dengan masuknya Ny. Dokter Dawiesah Ismadi sebagai pembantu redaksi dan Siti Sumarti sebagai pembantu administrasi. Pada tahun ini pula, alamat redaksi dipindah ke kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan KHA Dahlan nomor 99 (Suara ‘Aisjijah no. 1 tahun 1962).
Tampaknya, Aisyiyah telah mendapatkan banyak kader untuk melanjutkan estafet penerbitan Suara ‘Aisjijah. Pada tahun 1965, jajaran redaksi mendapat tenaga baru, yaitu Nn. Chamamah Hanad (Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, mantan Ketua Umum PP Aisyiyah), Nn. Rusdiati Dahlan, dan Nn. Wardanah AR. Di bagian administrasi mendapat tambahan tenaga Siti Astilah Zaed, Zamronah M. Jussac, Noorjati Jussac, dan Siti Handarijah KS. Ibu Siti Asma Affan M. Nasution menjadi pembantu tetap bersama Ibu Siti Meichatie.
Mulai tahun ini, motto yang diusung Suara ‘Aisjijah adalah: “Madjallah resmi persarikatan dan da’wah Islamijah.” Terbit sebulan sekali. Alamat redaksi masih di Jalan KHA Dahlan 99. Harga langganan eceran ditetapkan sebesar Rp. 1,50,-. Terhitung mulai nomor perdana tahun 1965, Suara ‘Aisjijah telah mengantongi Izin Departemen Penerangan (Deppen) nomor: 00372/RI/SK/OPHM/1965 (Suara ‘Aisjijah no. 2/3 tahun 1965).
Hingga memasuki usia 94 tahun, Suara ‘Aisyiyah masih tetap eksis sebagai organ yang menyuarakan kaum perempuan di Indonesia sebagai majalah bulanan. Saat ini, kantor redaksi Suara ‘Aisyiyah beralamatkan di Kauman GM I/17 A.
Editor: Nabhan