Senin, 12 November 2023, Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi menetapkan tiga pasangan calon (Paslon) yang akan berlaga di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ketiganya adalah pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Dengan penetapan tersebut, artinya tahun politik di Indonesia secara resmi dimulai.
Belakangan, sikap masyarakat terhadap ketiga Paslon yang akan berlaga di Pilpres sangat beragam. Diantaranya seperti respon terhadap pernyataan dari Ganjar Pranowo yang berkali-kali dianggap menjadi boomerang, isi kampanye Cak Imin yang dianggap sundul langit.
Selain itu, paling panas adalah Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batasan minimal usia yang diperbolehkan mencalonkan diri menjadi Presiden maupun Wakil Presiden. Keputusan tersebut dinilai menguntungkan Gibran. Selain itu, masih banyak lagi respon-respon yang lain.
Tidak perlu melakukan penelitian mendalam untuk mengetahui begitu berwarnanya respon masyarakat terhadap tahun politik “paling seru” ini. Sebab, secara langsung respon-respon tersebut dapat dilihat dan divalidasi kebenarannya melalui konten-konten maupun komentar di berbagai platform media sosial.
Akan tetapi, bukan hanya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang nantinya harus dicoblos saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Namun ada beberapa pimpinan lain dalam berbagai tingkatan yang juga harus dipilih, siapa saja?
Sebelum berlanjut pada pembahasan inti mengenai bagaimana seharusnya Muslim bersikap dalam konteks tahun politik, alangkah baiknya jika sedikit mengulas tentang Pemilu, mulai dari definisi Pemilu itu sendiri, siapa saja yang akan berlaga dalam Pemilu 2024, hingga kapan pelaksanaannya.
Pelaksanaan Pemilu di 2024
Dilansir dari laman resmi KPU, bahwasannya definisi Pemilu sendiri adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar dari pelaksanaan Pemilu adalah Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2017 dengan menganut asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (Luber Jurdil).
Sedangkan pelaksanaan Pemilu tahun 2024 adalah hari Rabu, 14 Februari 2024, sesuai Keputusan KPU No. 21 Tahun 2022 tentang Hari dan Tanggal Pemungutan Suara pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD Provinsi, Anggota DPRD Kabupaten /Kota Tahun 2024.
Sikap Muslim di Tahun Politik
Sebagai Muslim, sikap yang seharusnya ideal kita lakukan adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban politik dengan cara yang Islami. Dalam berpolitik, seorang Muslim harus mengutamakan kebaikan umum dan keadilan sebagai landasan utama tindakannya. Meskipun hak suara adalah hak asasi setiap warga negara, tetapi sebagai Muslim, memilih pemimpin yang akan mewakili kita harus didasarkan pada nilai-nilai agama yang kita anut.
Pertama, dalam memilih pemimpin, seorang Muslim seharusnya tidak terjebak dalam pilihan yang bersifat sekuler atau berbasis etnisitas. Islam mengajarkan untuk memilih pemimpin yang berkualitas, adil, dan berakhlak baik. Kualitas pemimpin bukan hanya ditentukan oleh kecerdasan dan kejeniusannya dalam bidang politik, tetapi juga oleh integritas moral dan kepatuhan kepada prinsip-prinsip agama yang dianut.
Kedua, seorang Muslim harus menghindari konflik dan perpecahan dalam masyarakat. Politik seringkali menjadi arena konfrontasi antar pendukung kandidat yang berbeda. Sebagai Muslim, ini bukanlah sikap yang dianjurkan. Islam mengajarkan persatuan, kerukunan, dan keadilan. Oleh karena itu, di tengah perbedaan pandangan politik, seorang Muslim seharusnya mampu menjaga hubungan baik dengan keluarga, tetangga, dan teman-teman yang memiliki pandangan politik berbeda.
***
Ketiga, seorang Muslim juga seharusnya tidak terlibat dalam politik yang mengandalkan fitnah, ujaran kebencian, atau menyebarkan informasi palsu. Islam menekankan pentingnya kejujuran, kebenaran, dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk politik. Sebagai Muslim, hendaknya selalu berusaha untuk menjadi sumber kebaikan dan kebaikan dalam masyarakat, bukan justru memperburuk situasi dengan politik hitam (baca: kampanye hitam).
Keempat, tahun politik juga menjadi momen yang tepat bagi umat Muslim untuk memperjuangkan isu-isu penting yang relevan dengan nilai Islam. Islam mengajarkan untuk peduli terhadap keadilan sosial, perlindungan lingkungan, dan pengentasan kemiskinan. Sebagai Muslim, hendaknya selalu aktif dalam memperjuangkan isu-isu ini melalui partisipasi dalam gerakan sosial politik yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Tahun politik harus dimaknai sebagai kesempatan untuk membangun negara yang lebih baik.
Kelima, sebagai Muslim hendaknya selalu berdoa kepada Allah Swt supaya diberi kebijaksanaan dan petunjuk yang baik kepada pemimpin yang akan dipilih. Doa adalah senjata yang ampuh bagi umat Islam dalam menghadapi tantangan politik. Seorang Muslim harus berdoa agar Allah Swt memberikan pemimpin yang bisa memajukan bangsa, melindungi hak-hak rakyat, dan mendorong keadilan dalam semua kebijakan yang diambil.
Editor: Daib