Report

Lima Visi Baru Islam: Semangat Agama untuk Kemajuan Indonesia

4 Mins read

IBTimes.IDAl-Islamu mahjubun bil muslimin (keagungan Islam tertutupi oleh umat muslim sendiri), demikian ujar Muhammad Abduh. Islam mengajarkan cinta, namun banyak muslim yang saling membenci. Islam mengajarkan persatuan, namun banyak umat Islam yang justru terpecah belah. Islam melarang korupsi, namun korupsi hampir mendarah daging di Indonesia.

Maka, menurut Sukidi dalam Kuliah Umum XIII Universitas Islam Indonesia, Sabtu (30/10), harus ada visi baru Islam. Visi baru Islam diperlukan agar Islam selaras dengan spirit zaman yang terus berubah. Visi baru Islam memiliki lima poin, yaitu kebhinekaan, persatuan, kesetaraan, kebebasan, dan kemanusiaan.

Visi Baru Islam: Agama Kebhinekaan

Menurut Sukidi, para pendiri bangsa sadar bahwa Indonesia berdiri di atas kebhinekaan. Bhineka Tunggal Ika adalah warisan dari kerajaan Majapahit dalam Kitab Sutasoma karya Empu Tantular. Bhineka Tunggal Ika menegaskan bahwa masyarakat memang berbeda-beda, namun diikat oleh kesatuan kebangsaan.

“Hindu dan Buddha memang berbeda pada waktu itu, namun tidak ada kebenaran yang mendua. Meskipun motto ini berasal dari kejaraan Majapahit, namun ini menjadi bagian dari sejarah dan realitas kita, kemudian menjadi semboyan kita dalam berbangsa secara resmi,” ujarnya.

Islam adalah agama yang mendukung penuh nilai-nilai kebhinekaan. Kebhinekaan dalam Islam dianggap sebagai bagian dari rahmat Tuhan yang menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Hal tersebut bukan untuk saling membenci, memfitnah, dan bermusuhan, tetapi untuk saling mengenal dan memahami.

Alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tersebut menyebut bahwa kesadaran kebhinekaan adalah bagian dari agama Islam. Maka, orang-orang yang menolak kebhinekaan dan kemajemukan berarti menolak kehendak Tuhan, mengkhianati hukum Tuhan.

Para pendiri bangsa di Amerika mengajukan semboyan bangsa dengan E Pluribus Unum yang berarti out of many, one. E Pluribus Unum dengan Bhineka Tunggal Ika memiliki satu persamaan, yaitu para pendiri bangsa, baik Indonesia maupun Amerika menginginkan persatuan dan kesatuan di atas keragaman.

Baca Juga  Menyikapi Polemik Konsep Khilafah yang "Diperjuangkan"

“Sayangnya, Amerika menjadi negara maju, dan kita menjadi negara yang tertinggal. Maka, visi baru Islam harus dimulai dengan keyakinan bahwa Islam adalah agama kebhinekaan. Setiap ikhtiar yang melawan kebhinekaan adalah pengkhianatan terhadap Tuhan dan pengkhianatan terhadap konstitusi,” tegas Sukidi.

Hal ini, imbuhnya, harus diikuti dengan kesadaran aktif dari seluruh warga negara tanpa terkecuali untuk bersama-sama mewujudkan kebhinekaan. Kebhinekaan akan berubah menjadi kutukan kebhinekaan jika masyarakat berdiam diri dan tidak peduli dengan kondisi keragaman bangsa. Maka, kesadaran aktif menjadi kunci untuk mewujudkan kebhinekaan.

Visi Baru Islam: Agama Persatuan

Umat Islam di Indonesia memiliki prasangka negatif terhadap kelompok yang berbeda. Prasangka negatif tersebut tersebar melalui media sosial dengan begitu masif. Prasangka negatif bukanlah ajaran dari agama Islam.

Di sisi lain, ada beberapa negara mayoritas muslim yang mengalami perpecahan bahkan hingga menjadi negara gagal. Umat Islam di Indonesia dihadapkan pada dua pilihan, antara ikut ke dalam lubang perpecahan dan jatuh menjadi negara gagal, atau bersatu dan menjadi negara yang maju.

Menurut Sukidi, ada pendiri bangsa Indonesia keturunan Arab, Abdul Rahman Baswedan yang mengajak rakyat keturunan Arab di Indonesia untuk bersatu dengan pribumi menjadikan Indonesia menjadi tanah air. Mereka yang berasal dari etnis Tionghoa juga memberikan komitmen untuk menjadi bagian dari Indonesia.

“Kita juga harus menunjukkan komitmen persatuan itu. Maka, ketika kita dihadapkan pada masyarakat yang begitu terbelah dan terpolarisasi, berarti kita sedang menjauh dari visi Islam sebagai agama persatuan. Islam adalah agama yang mengajak umatnya untuk bersatu, bukan terpolarisasi. Persatuan bukan hanya komitmen kebangsaan, namun juga komitmen keagamaan,” imbuhnya.

Persatuan, imbuh Sukidi, adalah hal yang sangat penting. Karena yang dipertaruhkan adalah Bangsa Indonesia, di mana ada lebih dari 270 juta jiwa hidup di dalamnya.

Baca Juga  Pernyataan Prof Mu'ti Cermin Konsistensi Sikap Muhammadiyah

Visi baru Islam: Agama Kesetaraan

Di Indonesia masih banyak terjadi perlakuan diskriminatif. Maka, menurutnya, visi baru Islam yang ia gelorakan adalah Islam sebagai agama kesetaraan. Agama Islam mengandung nilai-nilai kesetaraan. Tuhan tidak membedakan manusia atas warna kulit, ras, etnis, dan suku. Yang mulia di mata Tuhan adalah yang paling bertakwa. Sementara yang bisa menilai ketaqwaan hanya Tuhan.

“Maka kita harus menjaga diri kita agar tidak merasa paling suci dan bersikap rendah hati. Kita tidak bisa mengatakan orang lain sebagai orang yang tersesat. Maka kita harus selalu menjaga etika kerendahan hati, sebuah etika yang sangat penting dalam pencarian kebenaran. Dengan sikap itu kita selalu bisa belajar. Setiap orang tidak boleh memutlakkan pikirannya sendiri karena masyarakat hidup di tengah dunia yang serba relatif,” imbuhnya.

Tidak ada perbedaan antara ningrat dan jelata, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, tidak ada perbedaan antara pejabat dan rakyat biasa. Semua perbedaan menjadi tidak penting karena keyakinan pada kesetaraan. Kesetaraan adalah nilai yang hampir hilang dari tradisi Islam.

Pria asal Sragen, Jawa Tengah tersebut menyebut bahwa masih banyak orang yang melihat orang lain dari jabatan, kekayaan, dan pangkat. Sehingga masyarakat tidak memberikan penghormatan kepada orang-orang yang tidak memiliki jabatan, kekayaan, dan pangkat. Padahal, sejatinya, yang mulia di antara manusia adalah yang bertaqwa, bukan yang memiliki jabatan tinggi dan harta yang banyak.

Visi Baru Islam: Agama Kebebasan

Menurutnya, Islam memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap manusia untuk beriman atau tidak beriman. Tuhan tidak pernah memaksa hamba-Nya untuk beriman. Tidak ada paksaan apapun dalam beragama.

Indonesia harus belajar dari negara-negara maju jika Indonesia ingin menjadi negara maju. Eropa telah mengalami fase gelap dalam sejarah mereka, di mana mereka mengalami perang agama selama 200 tahun. Maka, negara Amerika didirikan oleh mereka yang ingin memperoleh kebebasan, terutama kebebasan dari persekusi agama di Eropa.

Baca Juga  Sukidi: Ibadah Haji Mengandung Pesan Kesetaraan

Kebebasan berkeyakinan, ujar Sukidi, menjadi inti dari gerakan pencerahan di Amerika. Setiap manusia memperoleh kebebeasan penuh untuk beribadah dan meyakini keyakinannya masing-masing. Indonesia didirikan oleh orang-orang yang menyadari pentingnya kebebasan beragama. Maka, mereka menggunakan istilah kemerdekaan. Kemerdekaan yang tidak hanya membebaskan rakyat dari penjajah, tetapi juga membebeaskan rakyat dari belenggu keyakinan.

“Para pendiri bangsa kita punya visi yang brilian tentang bagaimana negara ini dibangun di atas fondasi kebebasan, terutama kebebasan dalam beragama. Islam juga menjadi agama kebebasan. Agama yang mengakui kemerdekaan kepada setiap manusia untuk menganut dan meyakini sesuai keyakinan setiap orang masing-masing,” ujarnya.

Visi Baru Islam: Agama Kemanusiaan

Sukidi menyebut bahwa Indonesia sedang mengalami krisis kemanusiaan. Masyarakat Indonesia sering tidak memberikan respek kepada harkat dan martabat manusia. Sehingga Islam sebagai agama kemanusiaan harus menjadi komitmen umat Islam di Indonesia.

“Sekalipun kita berbeda suku, ras, dan agama, tapi kita diikat oleh nilai kemanusiaan. Kemanusiaan adalah satu dan setara. Nasionalisme Bung Karno adalah kemanusiaan itu sendiri. Kita ini ibarat keluarga. Yang satu saling memperkuat yang lain, saling merasakan rasa sakit yang dialami oleh orang lain,” tegasnya.

Jika lima visi baru Islam tersebut dapat diwujudkan, maka Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang maju. Maju dan mundurnya suatu bangsa salah satunya tergantung pada keyakinan yang inheren pada masyarakat.

Reporter: Yusuf

Avatar
1446 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Report

Anak Ideologis itu Amal Jariyah

1 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Pendakwah muda Habib Husein Ja’far Al Hadar menyebut anak ideologis lebih baik daripada anak biologis. Alasannya, karena perjuangan dengan…
Report

Alissa Wahid: Gus Dur Teladan Kesetaraan dan Keadilan

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid memberikan tausiyah pada peringatan Haul Gus Dur ke-15 yang bertempat di Laboratorium Agama UIN…
Report

Alissa Wahid: Empat Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Intoleransi di Indonesia

2 Mins read
IBTimes.ID, Yogyakarta – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid menyampaikan bahwa ada empat faktor utama yang menyebabkan tren peningkatan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds