Oleh: Abdul Aziz Pranatha
Lock Down, istilah tersebut akhir-akhir ini menjadi ramai diperbincangkan dan didengar oleh masyarakat dari telinga ke telinga. Seolah menjadi ke khawatiran yang bertambah atas menyebarnya Covid-19 di Negara kita. Apalagi informasi terbaru jumlah pasien positif Corona di Indonesia bertambah menjadi 117 orang (15/3), kecemasan tersebut menjalar hingga ke setiap daerah di Indonesia.
Wajar memang jika Pemerintah dan masyarakat begitu cemas atas menyebarnya virus Covid-19 ini. Dan itu menjadi pelajaran penting bagi seluruh masyarakat untuk selalu menjaga pola hidup sehat, mulai dari kesehatan tubuh, makanan, hingga kebersihan diri dan lingkungan sekitar. Namun menjadi tidak tegas manakala Pemerintah ikut-ikutan menampakkan kecemasan yang berlebihan di muka umum.
Pemerintah tetaplah pemerintah, menjadi “bapak” bagi masyarakatnya, memberikan ketenangan terhadap kondisi yang ada, mempersiapkan fasilitas pelayanan logistik yang memadahi. Bukan malah menjadi sumber kecemasan publik. Alih-alih memberikan kebijakan atas kasus ini, mulai dari melakukan Isolasi, karantina hingga yang ramai kita dengar dengan istilah tagar #LockDownIndonesia.
Hingga saat virus ini dianggap semakin menyebar luas di Indonesia. Lalu Presiden Joko Widodo melakukan konferensi pers di Istana Bogor (15/3), menyampaikan bahwa “saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah” adalah suatu bentuk ketidak tegasan dan ketidak seriusan pemerintah sejak awal dalam menangani kasus Covid-19 ini. Mengapa demikian, jelas karena jika Covid-19 ini dianggap sebuah Pandemi, maka seharusnya Pemerintah Indonesia sudah mempersiapkan sejak awal dan mengambil pelajaran dari berbagai Negara yang sudah tercemar virus ini hingga Negara-negara yang mengambil sikap untuk Lock Down atau tidak.
Terbukti sampai saat ini, jika sebenarnya pemerintah merasa dilema akan keterlambatan mempersiapkan dan memberi sikap atas kasus ini, sehingga kebijakannya pun semakin memberikan kecemasan kepada masyarakat. Apalagi sikap beberapa jajaran pemerintah yang lain. Baik setingkat pusat maupun daerah, mulai melarang dan membatasi aktivitas sosial, seolah-olah kita hendak dibuat Lock Down secara diam-diam, sedangkan supply logistic belum begitu dipersiapkan.
Maka semestinya pemerintah harus segera secara tegas memberikan kebijakan atas kompleksitas penanganan dan pencegahan kasus Covid-19 ini. Misalnya mulai memastikan ketersediaan Toolkit Identifikasi Covid-19 di tiap-tiap daerah dan di beberapa tempat strategis, dan pelayanan ditiap-tiap Rumah Sakit terhadap masyarakat yang sudah terbukti pernah melakukan kontak langsung dengan pasien yang positif terkena Corona. Hal ini agar tidak terjadi seperti beberapa orang dan jurnalis di lingkungan istana, yang sempat melakukan kontak langsung dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, yang telah dinyatakan Positif Covid-19, namun ditolak oleh beberapa Rumah Sakit untuk melakukan pemeriksaan dan tidak diberikan pelayanan yang baik.
Jika dianggap berhimpunnya orang-orang dalam suatu tempat dan perpindahan orang dari tempat satu ke tempat yang lain, dari Kota A ke Kota B dianggap salah satu potensi yang beresiko menjadi penyebaran penularan virus secara massif, maka harusnya pemerintah segera melakukan sterilisasi area dan managemen keluar masuk antar kota.
Lock Down bukanlah satu-satunya solusi atas masalah ini, melainkan solusi terakhir jika pemerintah sudah tidak sanggup melakukan penanganan secara bijak. Maka dari itu jangan sekali-kali pemerintah memberikan sikap yang ceroboh dan harus berfikir 1000 kali untuk memberikan kebijakan. Apalagi jika sampai harus melakukan Lock Down, namun tidak ada persiapan dan penyediaan fasilitas serta pelayanan yang memadahi dan merata kepada seluruh warga Negara. Agar masyarakat tetap bisa tenang dan nyaman dalam melaksanakan aktivitas kesehariannya. bukan malah ditakut-takuti dengan meningkatnya jumlah pasien positif Corona.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kesabaran, ketabahan dan ketenangan dalam menghadapi segala ujian dan cobaan dari Tuhan YME. Dan semoga mampu melewati semuanya dan mengambil hikmah dari setiap kejadian, karena “tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang ber-akal (Qs. Ali Imran;7)”.
* Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Pegiat di Peace Literacy Netrwork “PeaceLink” Malang, Ketua Cabang IMM Pasuruan