Dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah di Islamic Center Kota Bandung tahun 1999, Muhammad Dawam Rahardjo mengusulkan, kartu anggota Muhammadiyah (Katam) dirancang multiguna. Bukan hanya menunjukkan Anda nomor ke sekian sebagai anggota persyarikatan.
Dawam Rahardjo yang menjabat Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah merancang kartu itu sekaligus berfungsi sebagai kartu ATM, kartu member jaringan minimarket Muhammadiyah, kartu asuransi perlindungan diri dan kesehatan, hingga diproyeksikan sebagai Tabungan Pendidikan Anak dan Dana Pensiun.
Waktu itu Dawam mengatakan untuk kartu ATM akan bekerja sama dengan Bank BNI. Sebagai kartu jaringan minimarket akan memajukan UMKM Muhammadiyah. Sebagai kartu asuransi kesehatan bekerja sama dengan rumah sakit Muhammadiyah-Aisyiyah, kartu tabungan pendidikan bekerja sama dengan seluruh sekolah Muhammadiyah-Aisyiyah.
Gagasan Dawam Rahardjo ini disambut baik peserta Tanwir. Dinilai sebagai usulan yang logis mengingat potensi amal usaha yang sangat besar. Tapi tidak ada yang mampu melaksanakan gagasan itu hingga sekarang.
Bagaimana mengintegrasikan semua potensi dan kekayaan amal usaha untuk kesejahteraan warga Muhammadiyah belum ada yang mau mencoba-coba. Takut diledek. Atau merasa sudah nyaman dengan kondisi sekarang.
Gagasan Dawam Rahardjo itu merupakan terobosan usaha dakwah di bidang ekonomi. Kalau benar-benar terwujud betapa hebatnya persyarikatan ini. Bisa menggabungkan semua kekuatan internal. Sayang, gagasan itu berhenti. Orang-orang masih gagap meletakkan diri untuk berpijak secara kaffah terhadap sistem ekonomi syariah di tengah kompetisi bisnis ekonomi liberal dan riba.
Ekonom Muhammadiyah
Dawam Rahardjo merupakan ekonom yang dimiliki Muhammadiyah. Pemikiran ekonomi kerakyatannya sudah disebar dalam berbagai tulisan dan buku. Dia juga aktivis LSM yang langsung berhubungan dengan rakyat. Antara teori dan praktik, antara ide pemikiran dan tindakan, sudah selaras dikerjakan Dawam Rahardjo.
Saya mengenal pemikiran ekonomi Dawam sejak mahasiswa saat kuliah di UMM. Saya pernah diskusi santai bersamanya di selasar Hotel Tugu Malang sambil minum teh ditemani Hamam Hariadi dari Pemuda Muhammadiyah Kota Malang tahun 1997.
Waktu itu Dawam Rahardjo menjabat Direktur Program Pascasarjana UMM, sehingga rutin tiap pekan datang ke Kota Malang.
Pemikiran ekonomi Dawam Rahardjo makin saya akrabi saat lulus S2 lalu bergabung dengan perusahaan konsultan Multi Area Conindo di bawah holding company dari Pusat Pengembangan Agribisnis (PPA).
PPA didirikan bersama oleh Prof M. Amin Aziz, Abdillah Toha, M. Dawam Rahardjo, Adi Sasono, dan Prof AM Saefuddin. Dari kantor perusahaan ini Dawam Rahardjo menerbitkan Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Quran. Jurnal yang menyebarkan pemikiran Islam dan upaya penerapannya dari para intelektual.
Dari jurnal ini saya mendapatkan banyak pencerahan pemikiran agama Islam kontemporer. Akrab dengan tulisan-tulisan Fachry Ali, M. Syafi’i Anwar, Budhy Munawar Rahman, Ihsan Ali Fauzi, dan Komaruddin Hidayat.
Dunia Sastra
Dawam adalah sosok langka yang dimiliki Indonesia. Ia dikenal sebagai sui generis (umum) dan romantis. Dia tidak bisa dikategorikan. Sebagai intelektual saja. Pemikirannya melampaui sekat batas sosial, politik, ekonomi, budaya, filsafat, agama, dan sejarah.
Sajak-sajak karya Dawam bertebaran sejak ia masih muda. Dawam juga menulis cerita pendek. Salah satu cerpennya berjudul Wirid yang dimuat Harian Kompas meraih Penghargaan Yap Thiam Hien dari Yayasan Pusat Studi HAM atas jasa besarnya dalam upaya penegakan HAM di Indonesia.
Selain buku-buku ekonomi, dia juga menerbitkan Ensiklopedi al-Quran: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci (1996). Semua karya ini menjadi cermin luasnya cakrawala pemikiran Dawam Rahardjo.
Namun tidak semua pemikiran Dawam bisa diterima orang-orang Muhammadiyah. Dianggap liberal dan melanggar garis kebijakan organisasi. Apalagi ketika dia menjadi pembela kelompok Ahmadiyah, Syiah, Lia Eden, dan golongan minoritas lainnya.
Ada yang menyebut dia sudah “dipecat” persyarikatan ini. Menyikapi itu dia santai berkata, ”Ra Muhammadiyah ra patheken.” Namun orang juga tahu kecintaan Dawam terhadap Muhammadiyah tidak pernah luntur hingga akhir usianya. Dia meninggal 31 Mei 2018 dalam usia 76 tahun. Dimakamkan di TMP Kalibata bersebelahan dengan makam Nurcholish Madjid. (*)
Artikel ini dimuat ulang di IBTimes.ID atas persertujuan Pimpinan Redaksi PWMU