Sudah sekian kali Muhammadiyah memberi himbauan, maklumat dengan kajian agama yang kuat yang dituangkan melalui fatwa. Namun, tak semua warganya taat, bahkan mungkin ada yang mengaku sebagai kader militan pun abai terkait panduan dan tuntunan ibadah di masa pandemi.
Ya, bagi sebagian teman-teman yang tidak mentaati maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah terkait tuntunan ibadah di masa pandemi, pasti mengaitkan dengan fatwa rokok atau vape kepada mereka yang manut maklumat PP Muhammadiyah perihal ibadah di masa wabah Covid-19.
Fatwa Rokok dan Ibadah di Masa Pandemi
Mungkin sekilas benar, namun itu hanya pembenaran dan serangan balik kepada yang taat serta masih merokok. Fatwa haram rokok memang menjadi polemik dikalangam perokok di Persyarikatan, namun membandingkannya dengan maklumat di masa pandemi konteksnya beda. Jika kita bijak, tak mungkin mencari kesalahan dari penasihat. Tetapi ketambengan (bebal) kita, membuatnya mencari perbandingan yang tak apple to apple.
Keharaman rokok dan masalah kesehatan dari akibatnya sudah jelas, namun rokok dan pandemi Covid-19 sangat jauh berbeda dan tak layak kita bandingkan dikondisi darurat seperti saat ini. Rasanya tak perlu diterangkan lagi kenapa, karena sudah teramg benderang akibat dari wabah ini.
Sering sekali kita dengar kalimat “Jangan panik! Tapi tetap waspada.”, tetapi langkah menuju waspada tak terlaksana. Misal masih enggan bermasker, tidak mau salat berjarak, dan sebagainya. Sehingga protokol kesehatan tidak sempurna terlaksana, sungguh suatu hal yang sangat memprihatinkan.
Maaf Muhammadiyah, Aku Tak Taat!
Dalam masalah merokok, baiklah saya akui tidak taat. Pernah juga saya sampaikan pada tulisan Apakah Saya Masih (Dianggap) Muhammadiyah Sedangkan Saya Merokok? Februari, 2020 lalu. Alasannya pun sudah tertulis didalamnya, tetapi dalam konteks pandemi yang angkanya cenderung meningkat ini, dengan akal dan iman, saya sami’na wa atho’na. Apa ini standar ganda?
Bagi yang mengabaikan maklumat PP Muhammadiyah soal ibadah di masa pandemi pasti akan ‘nyinyir’ soal ini. Karena mungkin mereka hanya mencari pembenaran atas dirinya sendiri, sehingga tak jarang hadits dhaif, ucapan hoax pun dijadikan hujjah demi membenarkan argumen yang bertentangan dengan maklumat PP Muhammadiyah.
Namun, kasus Covid-19 haruslah membuka mata hati kita, dimana ilmu pengetahuan dengan tuntunan ibadah dalam kondisi darurat haruslah kita patuhi. Kalau kita tak saling membuka diri, melihat kondisi rumah sakit yang semakin penuh, alat kesehatan yang langka, kematian yang beruntun, banyaknya orang yang bergejala.
Masihkah kita membela keegoisan dengan mencari perbandingan? Virus ini telah mengajak kita untuk lebih peduli terhadap sesama, lebih membuka pikiran dengan percaya terhadap ilmu pengetahuan. Karena ini akan sulit berakhir, jika kita masih mementingkan ego dan tak saling berpikir.
Bukan malah mencari bahan debat kusir untuk melawan keadaan, melawan keadaan harusnya dengan banyak membaca, bukan tambah saling mencerca. Sungguh pandemi ini menjadi ujian yang sangat berat bagi kita semua, tak hanya kesehatan, namun kesolidan dalam berorganisasi pun mengalami ujian.
Sudahi Debat, Mari Kita Taat!
Muhammadiyah sebagai pilihan kita dalam mengabdi agar lebih berguna, sudah sedari awal pandemi memberikan kita panduan, himbauan sebagai tanggungjawab kepada siapapun yang menjadi bagian darinya.
Membenturkan fatwa rokok dengan maklumat terkait pandemi sesungguhnya hanya untuk menyerang personal bagi mereka yang menjadi ahli hisap dikalangan Persyarikatan yang kebetulan mematuhi maklumat pada surat edaran PP Muhammadiyah tentang kondisi wabah Covid-19, bisa pula hanya sebagai dalih untuk melawan maklumat dengan mencari kambing hitam perokok.
Etiskah hal ini? Pantaskah? Dikala RS Muhammadiyah banyak menangani pasien positif dan bahkan hampir penuh, dikala para relawan, tenaga kesehatan, serta aktivis Persyarikatan banyak yang menjadi korban.
Melihat kondisi dan situasi yang semakin memprihatinkan harusnya kita tidak membuat kegaduhan dan mencari perdebatan, Pemerintah, para ahli kesehatan dan khususnya Persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan himbauan dan panduan terkait ini semua. Kalau pun kita tak mau ikut cukup menghormati mereka yang taat, bukan malah membuat forum debat, sesungguhnya hanya akan merenggangkan kebersamaan dalam Persyarikatan.
Apalagi kita seorang yang berpendidikan, dan pastinya bagian dari Muhammadiyah yang sedari awal istiqomah dalam menangani wabah. Maka, sudahilah debat, marilah kita taat. Wabah ini akan berakhir kalau keras kepala kita berakhir, serta kita peduli terhadap protokol kesehatan yang ada. Ingatlah! Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu merubah nasibnya sendiri.
***
Maka dari itulah, sudahi perdebatan, mari kita ikuti ilmu dan informasi yang haq, bukan yang hoax. Keadaan yang cenderung semakin tidak baik, kabar kematian yang seakan tiap hari kita dengar. Harusnya menjadikan hati kita lunak, Allah swt menjadikan kematian sebagai peringatan bagi yang masih hidup.
Memberikan akal dan ilmu sebagai petunjuk, serta menetapkan iman sebagai bekal. Sudah seharusnya kita berfikir lebih jernih, dengan mengambil hikmah. Meminimalisir kemudharatan, juga menjaga diri dari virus corona dan virus fitnah berupa hoax.
Sudahi narasi konspirasi, pandemi sudah setahun lebih, korban sudah banyak. Silahkan percaya Covid-19 tidak ada atau tak bahaya, tak mau vaksin, itu hak anda. Namun, tak perlu mempublikasi, karena imbas dari publikasimu akan membuat masyarakat semakin abai, mungkin anda hanya percaya bantuan sosial (bansos) Covid-19 daripada penyakitnya.
Kita harus yakin dan percaya apa yang dilakukan Muhammadiyah melalui maklumat terkait pandemi sesuai dengan tuntunan ibadah di masa darurat. Kalau tak setuju, hormati jangan malah dicaci atau mencari debat. Karena terkadang manusia hanya mencari pembenaran atas dirinya sendiri, bukan kebenaran yang haqiqi.
Mari kita laksanakan iduladha dirumah sebagai ikhtiar dalam mencegah penularan, serta mari kita sadari bahwa keadaan membutuhkan kesadaran dari diri kita. Jangan nunggu giliran baru timbul penyesalan, sesungguhnya kita diberikan akal, hati, dan keimanan agar menjadi manusia yang beruntung.
Editor: Rozy