IBTimes.ID, Jakarta – MAARIF Institute kembali menggelar program “MAARIF House” edisi ke-2. Dalam edisi kali ini, MAARIF mengangkat tema, “Quo Vadis Pendidikan di Indonesia: Pendidikan Merdeka Atau Pendidikan (Punya) Mereka?” yang diselenggarakan di kantor MAARIF Institute pada Kamis (15/8/24).
Tema ini dipilih untuk mengeksplorasi dan mendiskusikan secara mendalam mengenai arah dan masa depan pendidikan di Indonesia, serta menelaah sejauh mana konsep “Pendidikan Merdeka” yang digagas oleh Pemerintah telah diimplementasikan dan memberikan dampak positif bagi peserta didik.
Dalam paparannya, Amich Al-Humami (Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/BAPPEBAS) menyatakan bahwa untuk mendiskusikan masalah pendidikan, kita harus berangkat dari isu besar yang ada di lingkungan pendidikan, yaitu pemerataan pendidikan dan kualitas pendidikan. Beliau menekankan pentingnya memastikan akses pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat, serta menjaga kualitas pendidikan yang dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.
“Problem pendidikan di Indonesia ya soal pelayanan pendidikan. Di Indonesia ada kesenjangan lulusan pendidikan yang ekstrem. Sebagai contoh, pada level SD/MI/MTS, peserta didik banyak yang lulus dari jenjang pendidikan tersebut 93%. Namun, yang sangat berat yaitu pendidikan SMA, yakni hanya sekitar 86,7% saja yang berhasil lulus,” tutur Amich.
Lebih lanjut, Amich memaparkan tentang masih rendahnya kualitas guru dan belum adanya standar yang jelas dalam perekrutan guru. Sekolah atau dinas tidak memiliki standar yang jelas dalam hal melakukan rekrutmen guru.
***
Adlin Sila (Staf Ahli Mendikbudristek Bidang Hubungan Kelembagaan dan Masyarakat) menyoroti pentingnya peran guru dalam dunia pendidikan. Beliau menegaskan bahwa guru harus berperan sebagai “coach” (guru penggerak) agar mampu mengembangkan potensi anak didiknya.
“Pusat pendidikan tidak hanya bertumpu pada guru, namun juga harus mempertimbangkan aspek keaktifan dari peserta didik,” tegas Adlin.
Lebih lanjut, Adlin mengatakan bahwa diversifikasi pembelajaran juga tidak kalah penting. Orientasi pendidikan tidak semestinya terpaku pada target-target yang dicanangkan di awal secara kaku. Logika seperti itu adalah penyebab kenapa banyak kelas akselerasi dibubarkan, karena konsep “drilling” (fokus pada target secara kaku) tidak sejalan dengan konsep “Sekolah Merdeka”.
***
Sementara, Syafiq Hasyim (Wakil Rektor Bidang Akademik UIII) menyoroti tentang program internasionalisasi pendidikan negeri yang sampai saat ini hasilnya masih kurang membahagiakan. Beliau menekankan perlunya evaluasi dan perbaikan terhadap program-program tersebut agar dapat memberikan dampak yang lebih signifikan bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Andar Nubowo, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, menambahkan bahwa sistem pendidikan seperti di Prancis memberikan ruang bagi peserta didik untuk memiliki Higher Order Level of Thinking (HOTS). HOTS diajarkan melalui pelajaran filsafat, di mana di tingkat SMA, mata pelajaran filsafat diujikan di level nasional. Selain Filsafat, dua hal lain yang diajarkan dan diujikan di Prancis adalah Bahasa Perancis dan Matematika.
MAARIF House edisi ke-2 ini dihadiri oleh 13 narasumber dari berbagai lembaga, mewakili trisektor: Sektor Publik, Sektor Swasta dan Civil Society.
Sejumlah narasumber yang hadir, di antaranya: Amich Alhumami (Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/BAPPEBAS), Clara Joewono, (CSIS Foundation), Gogot Suharwoto, (Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbudristek), Ma’mun Murod, (Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta/Sekretaris Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah), M. Adlin Sila, (Staf Ahli Mendikbudristek Bidang Hubungan Kelembagaan dan Masyarakat), Romo Odemus Bei Witono, (Direktur Perkumpulan Strada), Siti Ruhaini Dzuhayatin, (Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) RI), dan masih banyak yang lain.
Bertindak sebagai moderator dalam acara ini, Moh. Shofan (MAARIF Institute).
Melalui MAARIF House edisi ke-2 ini, MAARIF Institute berharap dapat menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan, akademisi, praktisi, dan masyarakat luas untuk berdiskusi, bertukar gagasan, dan mencari solusi terbaik bagi permasalahan pendidikan di Indonesia.
Pula, acara ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru dan rekomendasi konkret untuk mewujudkan pendidikan yang benar-benar merdeka dan berpihak pada kepentingan peserta didik.