News

MAARIF Institute: Pengesahan RUU TNI Ancam Demokrasi Indonesia

3 Mins read

IBTimes.ID, Jakarta (21/3/25) — MAARIF Institute for Culture and Humanity menyampaikan kekecewaan yang mendalam atas pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 20 Maret 2025. Sebelumnya, RUU ini dibahas anggota parlemen di akhir pekan di luar gedung parlemen secara tertutup pada 14-15 Maret 2025, sehingga proses perumusan dan pengesahan RUU TNI menjadi UU TNI menyalahi prinsip nilai etik Pancasila dan demokrasi: musyawarah mufakat dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Revisi UU TNI memuat sejumlah substansi pasal yang berpotensi membahayakan iklim demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia. Pertama, perluasan peran militer dalam jabatan sipil memungkinkan perwira aktif menduduki posisi strategis di lembaga negara tanpa perlu mengundurkan diri dari dinas militer (perubahan atas pasal 47 ayat 1). Hal ini beresiko menciptakan dominasi militer di sektor publik dan mengancam prinsip supremasi sipil. Kedua, meningkatnya keterlibatan TNI di luar urusan pertahanan, termasuk di bidang keamanan siber dan penanganan narkotika (perubahan atas pasal 7 ayat 2), berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan mengganggu kerja lembaga sipil. Ketiga, proses pembahasan revisi yang dilakukan secara tertutup dan minim partisipasi publik mencerminkan kurangnya transparansi dan mengabaikan prinsip demokrasi deliberatif. 

Maka dari itu, sebagai lembaga yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman moderat, keindonesiaan yang majemuk dan demokratis, dan kemanusiaan universal, MAARIF Institute memandang bahwa demokrasi yang sehat merupakan buah dari supremasi sipil yang kokoh dan partisipasi publik yang inklusif. MAARIF Institute sangat menjunjung tinggi konsep syura (musyawarah) yang terbuka sebagai aspek fundamental dalam pengambilan berbagai keputusan yang berkaitan dengan keadilan sosial (al-’adalah al-ijtima’iyyah) dan kemaslahatan umum (al-maslahah al-’ammah). Rapat tertutup DPR dalam pembahasan RUU TNI yang diselenggarakan secara sembunyi-sembunyi tentu bertolak belakang dengan konsep syura sekaligus mencederai prinsip Islam moderat dan demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan, kesetaraan, keterbukaan, dan inklusif. 

Baca Juga  Peluncuran Jurnal, Maarif Institute Bahas Pendidikan di Masa Pandemi

Dengan disahkannya RUU TNI oleh para anggota parlemen DPR RI, MAARIF Institute menegaskan enam poin berikut ini: 

1. Ancaman terhadap Supremasi Sipil dan Demokrasi

MAARIF Institute menegaskan bahwa pengesahan RUU TNI ini bertentangan dengan prinsip dasar supremasi sipil sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan memperluas peran TNI dalam jabatan publik di instansi sipil, negara berpotensi mencederai prinsip demokrasi dimana kekuasaan sipil harus berada di atas militer.

2. Bertentangan dengan Semangat Reformasi dan UU TNI Tahun 2004

Revisi ini melanggar semangat reformasi 1998 yang secara tegas menghapuskan Dwifungsi ABRI. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 39 secara eksplisit membatasi peran TNI di ranah pertahanan negara, dan Pasal 47 ayat (1) menyatakan bahwa prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan di lingkungan Kementerian Pertahanan dan instansi yang berhubungan langsung dengan pertahanan negara. Pengesahan revisi ini membuka ruang bagi kembalinya dominasi militer dalam urusan sipil, bertentangan dengan ketentuan hukum tersebut.

3. Potensi Penyalahgunaan Kewenangan dan Lemahnya Akuntabilitas

Keterlibatan prajurit aktif dalam jabatan sipil di berbagai lembaga negara, sebagaimana diatur dalam revisi UU TNI, meningkatkan risiko penyalahgunaan kekuasaan. Padahal, prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum” di mana semua lembaga negara, termasuk TNI, harus tunduk pada hukum dan prinsip akuntabilitas publik.

4. Ancaman terhadap Hak Asasi Manusia

MAARIF Institute juga mengingatkan bahwa keterlibatan militer dalam ranah sipil berpotensi membatasi ruang kebebasan sipil dan melanggar hak asasi manusia. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin “Setiap orang berhak atas perlindungan hukum yang adil” dan prinsip non-diskriminasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Baca Juga  Menulis sebagai Jalan Perjuangan Penghapusan Kekerasan Seksual

5. Ancaman terhadap Masa Depan Demokrasi di Indonesia

Pengesahan revisi UU TNI ini berpotensi merusak masa depan demokrasi di Indonesia dengan mengaburkan batas antara otoritas sipil dan militer. Keterlibatan TNI dalam jabatan sipil mengganggu prinsip checks and balances yang menjadi pilar utama sistem demokrasi modern. Selain itu, revisi ini dapat membuka ruang bagi praktik otoritarianisme terselubung yang mengancam kebebasan sipil dan hak politik warga negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 tentang hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

6. Ketidaksesuaian dengan Prinsip Islam Progresif-Moderat

Pengesahan RUU TNI tidak sejalan dengan prinsip Islam Progresif-Moderat yang memiliki ciri semangat kebangsaan yang menghargai keberagaman dan demokrasi, serta kemanusiaan universal yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Proses pengambilan keputusan harus menekankan nilai musyawarah, inklusivitas, dan penekanan pada maslahah. Nilai-nilai tersebut seharusnya mampu menciptakan tata pemerintahan yang adil dan berorientasi pada kebaikan bersama, guna mencapai “baldatun thayyibatun” atau masyarakat yang harmonis dan sejahtera. Dengan demikian, revisi ini juga dinilai gagal memenuhi nilai-nilai keislaman yang mendasari prinsip keadilan sosial dan keseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan enam poin di atas, MAARIF Institute, sebagai lembaga yang pro terhadap nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia (HAM), menyatakan sikap sebagaimana berikut ini:

  1. Mendesak Presiden untuk menolak menandatangani revisi UU TNI dan mengembalikannya ke DPR untuk dikaji ulang secara transparan dan partisipatif.
  2. Menyerukan kepada masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, serta seluruh elemen bangsa untuk terus mengawasi implementasi revisi UU TNI ini dan mengadvokasi penegakan supremasi sipil.
  3. Meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan lembaga pengawas lainnya untuk memantau dampak revisi ini terhadap perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
Baca Juga  Aktivis Lingkungan Berbasis Agama, Kepercayaan, dan Kearifan Lokal Mendesak Pemerintah Atasi Krisis Lingkungan

MAARIF Institute tetap berkomitmen untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan demokrasi di Indonesia. Kami percaya bahwa supremasi sipil adalah prinsip fundamental dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan melindungi hak-hak warga negara.

(Soleh)

Avatar
1518 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
News

Peran Media Strategis untuk Cegah Konflik Beragama

5 Mins read
IBTimes.ID – Moderasi beragama menjadi agenda penting dalam menjaga harmoni sosial, kebinekaan, dan perdamaian di masyarakat Indonesia yang multikultural dan multireligius. Peraturan…
News

Ninin Karlina, Aktivis Perempuan Muhammadiyah Jadi Fasilitator di Acara Internasional ICRS UGM

1 Mins read
IBTimes.ID – Aktivis perempuan Muhammadiyah yang menjabat sebagai Ketua Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah Sukoharjo, Ninin Karlina, menjadi salah satu fasilitator dalam kegiatan…
News

Wakaf Hutan jadi Upaya Kolaborasi Strategis Kemenag, BWI, dan MOSAIC untuk Aksi Pelestarian Bumi

3 Mins read
IBTimes.ID – Potensi umat dan institusi keagamaan untuk pelestarian lingkungan berkelanjutan terus dioptimalkan pemerintah melalui salah satu Asta Program Prioritas Kementerian Agama…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *