Fenomena mukbang telah menjadi tren di masa kini yang banyak dijadikan konten untuk para content creator di YouTube Channel. Youtuber seakan-akan membuat challenge untuk diri sendiri dengan makan porsi yang sangat banyak. Di dalam Islam mengenai makanan tentunya kita mengetahui adab saat makan. Selain makanan halal dan baik, adab makan yang perlu dipahami adalah tidak boleh makan makanan yang berlebihan, karena hal tersebut bukan makanan yang thayyib bagi tubuh kita. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT dalam (QS. Al-Baqarah: 168) yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Apa Itu Halal?
Menurut Imam Muhammad Rasyid Ridha, halal adalah “bukan suatu yang haram” sebagaimana yang ditetapkan dalam al-Qur’an surat al-An’am ayat 145 yang artinya “Katakanlah, “tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi, karena semua itu kotor, hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barang siapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, tuhanmu maha pengampun maha penyayang.” Selain itu boleh semuanya boleh asalkan hal tersebut baik yaitu tidak buruk.
Jalaal diartikan sebagai afirmasi atau penegasan. Sedangkan menurut Mahmud al-lusi lafadz thayyib di sini merupakan sifat dari halal yang memiliki arti sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Malik bahwa “Apa yang baik menurut syariat dan baik menurut dia maupun dia tidak membencinya, atau diamatanya dianggap suci dari kecurigaan yang najis.”
Di dalam kamus al-Munawwir, kata thayyiban berasal dari kata Thayyib yang memiliki arti baik. Secara terminologi kata Thayyib memiliki arti bahwa suatu yang terbebas dari segala kekurangan dalam bidangnya serta suatu yang bebas dari segala keburukan atau kejelekan.
Di dalam ayat ini ditujukan kepada seluruh umat manusia untuk beriman kepada Allah dengan cara makan makanan yang halal dan thayyib. Akan tetapi perlu kita ketahui bahwa semua makanan dan minuman yang halal belum tentu mengandung sifat thayyib. Ada yang halal dan baik untuk memiliki suatu kondisi kesehatan tertentu seperti halnya memakan makanan yang berlebihan. Meski makanan yang dikonsumsi tersebut adalah sebuah makanan yang halal, akan tetapi tidak thayyib karena berlebihan yang akan merusak kesehatan bagi tubuh manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah pada (QS. Al-A’raf: 31) yang berbunyi:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Tidak Berlebih-lebihan
Menurut Imam Muhammad Rasyid Ridha bahwa wa laa ta’taduu bal ilzamuu a-I’tidal (adanya pelarangan daripada melampaui batas akan tetapi adanya kewajiban untuk menyeimbangi). Sedangkan menurut Mahmud al-Lusi mengenai lafadz israfuu di sini adalah dengan adanya pengharaman sesuatu yang halal sebagaimana yang sesuai dengan asbab an-Nuzul, atau berlebihan yang mengarah kepada yang halal.
Pada ayat ini memiliki asbabu an-Nuzul yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang telah meriwayatkan melalui Ibnu Abbas bahwa pada zaman jahiliah ada seorang wanita yang melakukan tawaf di Ka’bah, sedangkan ia dalam keadaan telanjang bulat kecuali hanya pada bagian kemaluannya yang ditutup dengan secarik kain. Dan ia (ibnu abbas) mengatakan bahwa “Pada hari ini tampak sebagian tubuh atau seluruhnya, anggota tubuh yang terlihat maka aku tidak menghalalkannya” kemudian turunlah ayat ini.
Di dalam kamus al-Munawwir, kata asrafa memiliki arti boros dan memboroskan. Secara terminologi kata ini memiliki arti yaitu melakukan suatu perbuatan yang melampaui batas atau ukuran yang sebenarnya perlu kita ketahui bahwa pada ayat ini terdapat perhatian terhadap perintah makan dan minum yang di sebelah lafadznya kita menemukan lafadz wa laa israfuu yang memiliki arti jangan terlalu berlebihan. Dalam kenyataannya makan dan minum dengan porsi yang banyak memang mendatangkan bahaya bagi anggota tubuh.
Makanan yang Halal dan Baik
Berlebih-lebihan merupakan sikap yang tidak pantas untuk dilakukan. Makan yang baik adalah makan sampai kenyang, jika sudah kenyang maka berhenti. Minum yang baik adalah saat sampai lepasnya rasa haus, jika sudah tidak haus maka berhenti. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah SAW sehingga apa yang dimakan oleh manusia akan menjadi makanan yang berkah. Adapun beberapa pernyataan di atas yang menyimpulkan pola makan sehat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, sebagai berikut:
- Tidak berlebih-lebihan saat makan; Rasulullah menganjurkan kepada kita untuk tidak berlebih-lebihan dalam makan dan minum. Makan yang baik adalah di saat kita menyiapkan sepertiga perut untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga lagi untuk darah. Jika manusia mengkonsumsi makan dan minum sampai memenuhi pada perutnya maka pernafasannya akan menjadi sulit yang berakibat menimbulkan kemalasan dan keletihan, serta merasa terbebani pada perutnya.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah makan; Rasulullah menganjurkan kepada ummatnya untuk cuci tangan sebelum dan sesudah makan karenan beliau sangat menjaga kebersihan baik untuk diri kita maupun lingkungan.
- Tenang dan tidak terburu-buru saat makanan; ini adalah Etika makan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap umat rasulullah yang mana rasulullah makan dengan tenang tidak terburu-buru agar semuanya memperoleh keberkahan dan keselamatan. Jika makan dengan cara terburu-buru maka mencerminkan sikap rakus atau tamak.
- Duduk lurus atau tegak saat makan; rasulullah ketika makan tidak suka bersandar karena jika sambil bersandar akan membehayakan kesehatan dan mengganggu pencernaan lambung. Adapun rasulullah memposisikan dirinya tegak lurus dengan menduduki kaki kiri senbari lutut yang kanan ditegakkan, sehingga posisi lambung tidak tertekan dan bias makan dan minum dengan nikmat. Sebagaimana dalam hadist yang berasal dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata bahwa
عن عبيد الله بن علي بن أبي رافع، عن جدته سلمى، قالت: (( كان رسول الله صلى الله على محمد يكره أن يؤخذ من رأس الطعام. ))
“Rasulullah Saw sama sekali tidak pernah terlihat makan sambil bersandar, dan tidak pernah ada dua orang laki-laki berjalan tepat di belakang beliau” (No. 2104)
Tidaklah tersamar-samar bahwa semua apa yang sampai ke tangan dan mulut manusia semata-mata rezeki dari Allah untuk manusia syukuri melalui ibadah yang sebaik-baiknya.
Editor: Nabhan