Tawaf adalah cita-cita lama yang selalu diimpikan seluruh manusia Muslim se-dunia. Tawaf adalah berjalan pelan-pelan mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran. Bagi umat Islam, Tawaf mengelilingi Ka’bah dan memandanginya adalah saat yang paling dirindukan dan ditunggu-tunggu. Dalam sehari semalam minimal lima kali umat Islam mengerjakan salat lima waktu dengan, kaum muslim selalu menghadapkan wajah, jiwa dan ruhnya ke arah kiblat. Para jemaah rela menabung dan menunggu puluhan tahun untuk bertemu Ka’bah dan mengitarinya. Saat ibadah haji dan umrah, kita benar-benar ada di hadapan Ka’bah.
Sebagai tamu Allah, ada beberapa oleh-oleh yang bisa kita bawa pulang dari Tawaf di Ka’bah untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari hari. Pertama, mengapa mengelilingi Ka’bah 7 (tujuh) putaran. Tujuh putaran dapat kita maknai sebagai kesadaran untuk mengendalikan yang 7 (tujuh) lubang Indera yang dimiliki manusia, yaitu 2 lubang mata, 2 lubang hidung, 2 lubang telinga, dan lubang mulut. Jadi bertawaf secara hakikat adalah dengan mengendalikan pikiran dari yang tujuh ini. Tujuannya adalah supaya menjaga pikiran agar selalu suci. Tawaf melingkar dimulai dari Hajar Aswad lalu kembali ke Hajar Aswad bermakna hidup kita dari Allah kembali pada Allah Swt.
Kedua, salah satu objek penting di sekitar Ka’bah ialah Hajar Aswad (batu hitam), berada di sudut bangunan Ka’bah. Hajar Aswad tidak pernah sepi dari ciuman jemaah haji dan umrah. Siapa saja yang bertawaf di Kabah disunahkan mencium Hajar Aswad (Nasaruddin Umar, 2018). Dalam konteks keindonesiaan bermakna mencintai Tanah Air. Muhammad Asad (2014) mencium Hajar Aswad, merasa bahwa mereka sedang memeluk Nabi. Adapun Syaiful Karim (2023) ritual mencium Hajar Aswad dapat kita maknai bahwa kita harus menyayangi dan menghormati Ibu. Dalam makna lebih luas, menghormati kebersihan bumi ibu pertiwi, memuliakan bumi dengan merawatnya.
Ketiga, Multazam berasal dari bahasa Arab lazima-yalzamu berarti tetap, pasti, dan wajib. Multazam sebagai nama sebuah tempat yang terletak antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah. (Nasaruddin Umar, 2022). Berdoa di Multazam mengeluarkan kertas berisi doa-doa sampai rela desak-desakan yang beresiko secara fisik. Multazam ini bisa kita maknai sebagai penegasan komitmen dengan Allah. Hidup karena Allah (lillah). Hidup dengan Allah (billah). Hidup atas nama Allah (bismillah). Hiduplah Alhamdulillah (segala puji bagi Allah).
Keempat, makna pintu Ka’bah hakikatnya dalam hidup ini kita harus bisa membuka pintu qalbu, supaya bertemu Allah. Agar bisa masuk ke rumah Allah, manusia harus terbebas dari syirik, yakni memberhalakan selain Allah.
Kelima, Maqam Ibrahim dapat kita maknai sebagai naik pangkat, naik kelas, atau naik level. Maksudnya naik level seperti Nabi Ibrahim dalam arti menjadi orang yang bebas dari dosa Syirik setelah perjalanan panjang dalam hidup mencari mencari Tuhan.
Keenam, Hijir Ismail bermakna setelah haji kita memiliki kepasrahan total kepada Allah.
Pesan moral dari bertamu di Baitullah dalam sistem peribadatan umat Islam dilukiskan oleh Amin Abdullah (2022). Salah satu indikator shalat yang khusyu’ (shalat yang fokus; ingatan tidak melayang kemana-mana) adalah jika ingatan, jiwa dan ruh manusia yang sedang menjalankan salat difokuskan ke Baitullah. Karena pernah menyaksikan Ka’bah langsung secara fisik, dan secara spiritual pikiran manusia selalu fokus ke Ka’bah.
Dalam setiap langkah perbuatan orang yang beriman dianjurkan untuk selalu mengingat Ka’bah. Ingatan manusia dianjurkan untuk selalu pulang-pergi, bolak-balik ke Baitullah, bukan badan-fisiknya yang bolak balik (haji dan umrah berkali-kali), tapi ingatannya. Secara psikologis, mengingat Ka’bah akan melahirkan rasa aman, tentram dan damai dapat diperoleh, jika kaum beriman mampu mengingat Baitullah secara dalam hidupnya.
Editor: Soleh