Arus pemikiran lingkungan dan ekologi Muhammadiyah selama ini kurang diperhatikan secara khusus. Padahal, manhaj pemikiran ekologi dan lingkungan di Muhammadiyah sangatlah menonjol selama tiga puluh tahun terakhir. Dibandingkan dengan kontribusi pemikiran kebangsaan, keislaman, kenegaraan, pelayanan sosial dan humanisasi, jejak kontribusi pemikiran lingkungan dan ekologi Muhammadiyah tidak banyak terpotret dengan jeli.
Sumbangsih Muhammadiyah dalam bidang ini sangatlah penting. Apalagi Muhammadiyah kerap dianggap mulai lesu dalam sumbangan pemikiran Islam kontemporer. Inisiasi pemikiran lingkungan dan ekologi membuktikan bahwa Muhammadiyah sesungguhnya tengah merawat kelanjutan transformasi teologi pembebasan dekade 80 dan 90an yang pernah menjadi narasi besar gerakan keagaman global.
Muhammadiyah bahkan dapat dianggap sebagai kasus unik dan khas dalam gerakan lingkungan muslim di dunia. Selama tiga dekade terakhir, pergulatan pemikiran lingkungan Islam dianggap hanya dimotori oleh aktivis muslim di Iran dan Turki. Padahal dalam kasus Indonesia, Muhammadiyah bukan cuma menggerakkan pengetahuan lingkungan, tetapi juga mendorongnya menjadi pendekatan advokasi publik.
Akar Pemikiran dan Gerakan
Pemikiran ekologi Muhammadiyah dirumuskan secara bertahap. Pada Muktamar ke 42 tahun 1990 di Yogyakarta, Muktamar Muhammadiyah ke 44 tahun 2000 di Jakarta, Muktamar ke 45 di Malang, Muktamar ke 46 di Yogyakarta dan diterbitkannya publikasi etika dan aktifisme lingkungan seperti buku Teologi Lingkungan, Fikih Air dan Fikih Kebencanaan.
Pola perumusan pemikiran manhaj ekologi Muhammadiyah pada tahun 1990 hingga 2000 masih bersifat institusionalisasi pemikiran, yakni dengan dibentuknya Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan Kesejahteraan Umat (BDPPKU). Dalam bidang ini, Pembinaan Lingkungan Hidup bertujuan untuk “partisipasi dalam pengembangan usaha-usaha pelestarian lingkungan hidup dan pencegahan kerusakan alam dari berbagai pencemaran dan pengrusakan” dan “meningkatkan kesadaran dan usaha-usaha penciptaan lingkungan yang sehat dan bersih”.
Sepanjang tahun 1990 hingga 2000, ijtihad pemikiran Muhammadiyah dalam advokasi penyadaran lingkungan sangat terbatas pada upaya persuasi pola hidup warga Muhammadiyah dan konstribusi akademik. Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyumbangkan perdebatan akademik mengenai wacana ekologi dan implementasi gerakan enviromentalisme Muhammadiyah.
Melalui jurnal Akademika yang terbit tahun 1993, sejumlah akademisi UMS mendiskusikan “Ekologi sebagai Religiusitas”. Begitu pula dengan kumpulan naskah yang dihimpun UMY, salah satunya membahas penerapan penghijauan di kawasan pemukiman kota. Sebetulnya ada banyak naskah, pamflet dan sumbangan pemikiran akademisi Muhammadiyah terutama dari kampus-kampus Muhammadiyah mengenai pemikiran ekologi dan lingkungan. Kontribusi pengetahuan itu masih tercecer dan harus dihimpun ke dalam bibliografi pemikiran Muhammadiyah.
Pasca Muktamar Muhammadiyah ke 44, babak baru perjalanan pemikiran lingkungan dan ekologi Muhammadiyah mulai tampak jelas dalam keputusan resmi, produk panduan rekomendasi, publikasi buku, diskusi dan pembentukan lembaga. Tahun 2000, Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPM) melalui buku saku, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, salah satunya mendefinisikan “hidup Islami” sama dengan “melestarikan lingkungan”.
Buku saku ini sangatlah unik karena sangat kental nuansa paradigma filsafat deep-ecology, yakni dengan bunyi teks: “setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah berkewajiban untuk melakukan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya, sehingga terpelihara proses ekologis yang menjadi penyangga kelangsungan hidup..” (hlm. 89-90).
Pada tahun 2007, pemikiran lingkungan dan ekologi Muhammadiyah semakin matang dengan diterbitkannya buku Teologi Lingkungan yang diprakarsarai melalui Majelis Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Kementrian Lingkungan Hidup. Terbitnya buku Teologi Lingkungan merupakan penanda era baru pengembangan pemikiran lingkungan dan ekologi dalam Muhammadiyah, setelah sekian panjang narasi gerakan ini masih terpisah dengan misi keislaman Muhammadiyah.
Makna penting teologi lingkungan adalah reformasi pembaruan pemikiran Muhammadiyah yang terlalu menekankan pada semangat revivalisme ekonomi dan sosial, beralih pada tanggungjawab ekopedagogi, ekoliterasi, dan jihad ekologi. Terbukti, secara perlahan tanggungjawab publik Muhammadiyah tidak lagi sekedar pelayanan sosial, kesehatan dan dakwah melainkan membentengi dampak merusak kebijakan dan sistem ekonomi neoliberalisme.
Setelah terbitnya teologi lingkungan, banyak aktivis, cendekia dan akademisi Muhammadiyah yang mulai menulis dan terlibat dengan gerakan lingkungan. Mereka menemukan momentum integratif antara misi keislaman Muhammadiyah dan pembelaan lingkungan.
Pemikiran dan Aktor
Terdapat tiga aktor atau agen manhaj pemikiran lingkungan dan ekologi Muhammadiyah. Pertama, yakni Muhammadiyah sebagai organisasi keislaman dalam memproduksi kesadaran lingkungan dan ekologi. Kedua, institusi Muhammadiyah berupa amal usaha lembaga pendidikan berupa sekolah dan universitas yang memproduksi pembelaan kognitif dan implementasi gerakan lingkungan. Ketiga, cendekia, aktivis dan akademisi Muhammadiyah yang menuliskan gagasan pemikiran lingkungan dan ekologi Muhammadiyah. Ketiga aktor ini sepanjang waktu mewarnai dinamika kontribusi pemikiran lingkungan dan ekologi.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjadi motor penggerak utama wacana lingkungan dan ekologi bagi seluruh struktur pimpinan Muhammadiyah, organisasi sayap dan organisasi otonom. Secara kelembagaan, Muhammadiyah bekerjasama dengan lembaga pemerintahan untuk menjamin kesepahaman mengenai perspektif Islam terhadap lingkungan dan ekologi.
Cara kerja sebagai aktor dilakukan Muhammadiyah melalui empat majelis dan satu lembaga, yakni Majelis Hukum dan HAM (MHH), Majelis Lingkungan Hidup (MLH), Majelis Pustaka dan Informasi (MPI), Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) dan Lembaga Penanggulangan Bencana (MDMC). Masing-masing majelis punya peran dan fungsi khusus. MHH berperan dalam memberikan rekomendasi kajian kritis produk legislasi yang berpotensi merusak lingkungan. Ini termasuk majelis yang sangat aktif melakukan pembelaan lingkungan dan ekologi.
MLH memproduksi pemikiran lingkungan dan mendiseminasi kajian-kajian akademik mengenai lingkungan hidup. MPI melalui gerakan serikat taman pustaka menginisiasi gerakan ekoliterasi sebagai tren baru kampanye lingkungan. MPM bergerak dalam sektor praktik enviromentalisme dengan proteksi benih lokal, pertanian organik, pendampingan petani dan nelayan dan penguatan ekonomi agraris.
Praktik Gerakan Ekologi
Selain melalui Muhammadiyah secara langsung, pemikiran lingkungan dan ekologi Muhammadiyah telah menyebar luas melalui organisasi otonom (ortom). Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) tahun 2016, mengusung agenda aksi gerakan ekologi. Kokam (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah) bahkan merancang anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) secara spesifik untuk pelayanan ekologi. Belum lagi praktik enviromentalisme kolaboratif Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) dengan mendirikan Kader Hijau Muhammadiyah (KHM).
Lembaga-lembaga Muhammadiyah atau dikenal dengan amal usaha berupa rumah sakit, sekolah, dan perguruan tinggi menjadi aktor penting gerakan lingkungan dan ekologi Muhammadiyah. Sekolah dan kampus Muhammadiyah mulai mengembangkan program green campus atau green school. Ini memang tipe enviromentalisme yang sudah dikenal lama. Kendati demikian, eksistensi sekolah Muhammadiyah yang turut serta mendorong kesadaran lingkungan tetap penting.
Cendekia, aktivis dan akademisi Muhammadiyah sejak tahun 2000 mulai memperlihatkan ketertarikan pada isu-isu lingkungan. Cendekia Muhammadiyah seperti M. Amin Abdullah, Zainuddin Maliki, Rahmawati Husein dan M. Thoyibi merupakan segelintir nama yang pernah menulis makalah dan buku tentang pemikiran lingkungan dan ekologi Muhammadiyah.
Beberapa di antaranya merupakan kontributor naskah kajian untuk buku Fikih Air yakni M. A. Fattah Santoso, Muhammad Mas’udi, Muhammad Rofiq Mudzakir, Ruslan Fariadidan. Sedangkan kontributor Teologi Lingkungan misalnya Muhjidin Mawardi, Gatot Supangkat dan Miftahulhaq. Selain nama-nama yang disebutkan ini, masih ada sejumlah besar nama yang tidak disebut satu persatu.
Editor: Nabhan