Tarikh

Masa-Masa Islam Awal (1): Ketegangan Antara Agama dan Politik

3 Mins read

Pengaruh filsafat Yunani yang kuat terhadap pemikiran Islam datang segera setelah diperkenalkan dan disebarkan naskah-naskah filsafat pada abad ke-IX. Sebelum masa itu, umat Islam dihadapkan pada masah politik dan militer yang cukup pelik tidak kunjung usai. Selain syair, yang sering dipakai untuk tujuan politik, minat mereka terhadap kebudayaan sedikit dibatasi. Tetapi hubungan timbal balik yang erat antara politik Islam dan agama sebagai tatanan hukum telah menamamkan bibit pertentangan religius-politis.

Pertentangan politik ini yang menyebabkan keretakan dalam diri umat Islam yang nanti akan mengakibatkan perang saudara sesama Muslim. Para khalifah yang berkuasa pada saat itu tidak bisa membendung arus perlawan politik yang menjalar dalam diri umat Islam, bahkan khalifah sendiri menjadi korban karena faktor politik yang tidak kunjung usai. Ditambah para ulama yang menjadi benteng terakhir untuk menyelesaikan kekeruhan yang terjadi malah ikut dalam percaturan politik tersebut.

Perebutan Kursi Kekhalifahan

Keretakan politis pertama yang serius timbul dari suatu perebutan kursi kekhalifahan antara Ali sebagai menantu nabi Muhammad dan khalifah keempat, dan Muawiyah gubernur Damaskus dan pendiri Dinasti Umayyah. Menurut catatan sejarah, ketika hampir saja Ali memetik buah kemenangan dalam sebuah perang Siffin pada tahun 657 M, namun Muawiyah dengan siasat politiknya menghentikan perkelahian dan menyetujui arbitrasi, yang berakhir dengan kejatuhan dipihak Ali.

Akibatnya, muncul para pemberontak dari golongan Ali yang beranggapan pada masa arbitrasi yang dilakukan Ali menimbulkan keraguan-keraguan terhadapnya mengenai haknya sebagai khalifah. Kelompok yang memberontak ini disebut sebagai Khawarij atau pembelot. Untuk pertama kali dalam sejarah Islam menimbulkan masalah dengan basis-basis batas-batas wewenang politik dan akhirnya mereka menolak jabatan kekhalifahan dan mendukung suatu tindakan kekerasan. Dengan begitu, mereka tersisihkan dari kelompok-kelompok yang revolusioner dalam Islam.

Baca Juga  Mengapa Harus Lebanon?

Menurut kaum Khawarij, seorang muslim yang melakukan dosa besar, baik itu bersifat politis atapun tidak, mereka tidak bisa dikatakan sebagai seorang Muslim lagi, dan jika yang melakukannya seroang khalifah, maka ia harus diturunkan dan dibunuh sebagai seorang yang kafir. Dari sini, maka ajaran ortodoks merupakan dasar yang sesungguhnya bukan hanya wewenang dari ajaran politis tetapi juga ajaran bagi semua keanggotaan komunitas Muslim (Majid Fakhry, 1986:73)

***

Pendirian yang ekstrem ini tidak bisa dibiarkan oleh kelompok Muslim yang lain, seperti Syi’ah yang sumpah setia mendukung Ali, dan Murjiah yang telah mengkutuk ajaran yang dilontarkan oleh Khawarij mengenai iman. Sementara Khawarij, menyamakan iman dengan kesesuaian lahiriah dengan kitab Hukum Suci, sedangkan Murjiah menyamakannya dengan pengetahuan dan ketundukan dan cinta kepada Tuhan dan berpendapat bahwa amal shaleh bukanlah indikasi dari iman.

Seorang Muslim akan dimasukan ke dalam surga atas dasar ketulusan hati dan cintanya, bukan atas dasar ketundukannya kepada Tuhan. Seorang yang di dalam hatinya betul-betul tertanam rasa tunduk dan kecintaannya terhadap Tuhan, sekalipun dia melakukan dosa, secara otomatis tidak akan mengurangi imannya dan tidak akan mengubah tempatnya di surga yang kekal.

Bagaimanapun, juga keputusan akhir diserahkan kepada Tuhan, dan wewenang politik harus diselediki atas dasar telogis, karena hanya Tuhan sajalah yang dapat menilai murni atau tidaknya iman dari seorang khalifah.

Kriteria Seorang Khalifah

Sehubungan dengan syarat-syarat yang subtil mengenai kriteria seorang khalifah, Murjiah sepakat dengan Khawarij dalam hal yang cukup penting yakni setiap Muslim yang shaleh yang dipandang baik oleh umat, mempunyai hak atas jabatan itu, baik dia keturunan Quraisy atau bukan, keturunan Nabi atau bukan, keturunan bangsa Arab atau bukan, sebagaimana yang telah dikonsepsikan oleh golongan konservatif.

Baca Juga  Kisah Nabi Musa dan Kematian Firaun di Laut Merah

Pandangan Murjiah lain yang sangat liberal meliputi pernyataan yang dianggap dari para teolog mereka yang terkemuka, yakni bawah mengakui secara lisan keyakinan yang menyimpang tidak mesti membawa pada kekufuran. Dan bahwa, melakukan dosa besar tidak akan mengurangi iman atau mengancam keselamatan Muslim yang meninggal dalam keadaan mengakui keesaaan Tuhan, yang dianggap sebagai satu-satunya syarat bagi mereka untuk selamat dari jeratan api neraka (al-Syahrastani, 1892:107).

Perseteruan antara Khawarij dan Murjiah mengakibatkan munculnya kelompok besar ketiga dalam sekte religio-politik, sebut saja Syi’ah. Kelompok ini yang sumpah setia mendukung Ali dan ahl bait dalam percaturan politik Islam berikutnya.

Tanpa kita sadari, walaupun label Khawarij dan Murjiah secara simbolik sudah tidak ada, namun benih-benih ajaran mereka kita dapati di era sekarang. Lantas, bagaimana mengenai Syi’ah yang sampai saat ini masih ada, ulasan berikutnya akan membahas Syi’ah sebagai sekre reigio-politik.

Editor: Yahya FR

Raha Bistara
2 posts

About author
Mahasiswa Pascasarajana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *