Oleh: Izfar Anaz
Dakwah merupakan seruan panggilan untuk mengajak, membimbing, dan memimpin orang ke jalan yang benar atau jalan ketaatan kepada Allah SWT. Saat ini berbagai macam media dakwah bermunculan untuk membantu banyak orang dalam charger keilmuan dan keimanan. Media sosial atau dikenal dengan medsos adalah hal yang nyata dari era Cyberspace yang telah bersentuhan dengan media dakwah. Namun media online ini tidak luput juga dari dakwah yang jauh dari kata mengajak atau membimbing.
Bermodal secuil ilmu yang didapat, dengan mudahnya mengecap mengkafirkan atau bid’ah. Begitu seterusnya dan tidak lupa dilanjutkan persekusi serta pembubaran ke pengajian-pengajian yang diduga menyimpang. Berbagai masalah yang bersifat furu’ dan khilafiyah justru menjadi adu pembenaran berdasarkan klaim versi kanjeng Nabi. Aksi video, tulisan, atau rekaman yang diklaim sebagai dakwah yang “benar” disebar luaskan memanfaatkan era digital. Sehari-hari medsos diisi polusi virtual yang berbicara atas nama pembenaran.
Permasalahan klasik ini harusnya menjadi bumerang para pendakwah. Dakwah yang tujuannya mencerahkan dan mencerdaskan menjadi ajang perselisihan. Padahal dakwah tidak akan berhasil secara maksimal apabila tidak disampaikan dengan baik. Dakwah dengan kelembutan dan kesopanan terbukti lebih berhasil dari pada dakwah disertai kekerasan dan kekuatan.Perubahan peradaban ikut mengalokasi ruang dakwah ke area digital semakin menyebarkan model dakwah keras. Sadar atau tidak, kaum awam menjadi korban karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman agama.
***
Dakwah merupakan usaha dalam merealisasi ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, kehidupan berbangsa bernegara dalam rangka membangun umat Islam untuk mencapai ridha Allah SWT. Dakwah yang santun dan elegan pernah dilakukan oleh banyak tokoh Muhammadiyah, salah satunya KH. Abdul Rozak Fachrudin atau dikenal dengan AR. Fachrudin. Kepribadiannya dalam berdakwah menjadi panutan banyak pihak. Tidak hanya warga di luar Muhammadiyah juga non – Islam. Model beliau berkomunikasi dalam dakwah menjadi cerminan kedalaman ilmu dan keluwesan berkomunikasi.
Berkomunikasi merupakan modal utama berdakwah dalam menyampaikan pesan kepada sasaran dakwah. Komunikasi merupakan unsur dalam menyampaikan pesan oleh komunikator sehingga komunikan dapat memahami pesan yang disampaikan. Seseorang harus mengetahui unsur penting agar komunikasi dikatakan berhasil. Unsur tersebut antara lain sumber, komunikator, pesan, saluran dan hasil. Pada akhirnya komunikasi berjalan dengan efektif saat semua unsur tersebut berjalan baik.
Komunikasi dapat dikatakan berhasil apabila penerima informasi dapat memahami penyampaian dari komunikator. Sebagai pendakwah, pemahaman penyampaian mutlak harus terpenuhi agar sasaran memahami informasi yang disampaikan. Beberapa faktor yang mendukung keberhasilan komunikasi adalah strategi dalam mengenali sasaran komunikan, pengkajian tujuan pesan, peran komunikator dalam menyampaikan pesan, dan pemilihan media.
Komunikator menyampaikan pesan yang bersumber ajaran Al-Quran dan Sunnah bertujuan orang lain berbuat saleh sesuai risalah yang gariskan. Pemilihan media dakwah saat ini semakin memanfaatkan dunia cyberspace atau kita mengenalnya era digital. Sasaran dakwah terbukti dapat menjangkau lebih luas tanpa mengenal teritorial ruang dan waktu. Kesibukan aktivitas manusia tidak menjadi hambatan dalam mengonsumsi kebutuhan spiritual. Justru jalan dakwah digital mampu menembus menjangkau banyak pihak, terutama kaum milenial yang melek teknologi.
***
Fenomena hijrah yang sedang tren menjadikan media dakwah cyberspace sangat praktis untuk dipelajari kaum milenial. Namun hal ini menjadi masalah saat permasalahan agama yang bersifat furu’ dan khilafiyah terbenturkan. Misalnya hukum qunut dalam shalat subuh atau hukum musik dalam Islam. Pendakwah sebetulnya mampu menyampai hal tersebut kepada sasaran dakwahnya, namun hal tersebut berbeda saat pendakwah lain menyampaikan dengan cara yang tidak anggun. Belum lagi disertai dengan tindakan kekerasan yang sangat jauh dari esensi dakwah.
Mengutip Al-Quran Surah An-Nahl ayat 125 bahwa Allah SWT menjelaskan dakwah itu disampaikan dengan baik, lemah lembut, dan bijaksana. Perbedaan yang bersifat khilafiyah menjadi khasanah indah dalam mengarungi keilmuan. Hal tersebut tercermin bagimana tokoh-tokoh Muhamamdiyah dapat menerima perbedaan tanpa harus mencerca untuk mendapatkan pembenaran. Sebagai contoh KH. AR. Fachrudin saat ditugaskan menjadi mubalig di Aceh menjadi inspirasi bagi kita bagaimana dikemas elegan dan diterima banyak orang yang notabene bukan warga Muhamamdiyah.
Pelaku dakwah hendaknya memiliki keyakinan ketakwaan yang mendalam, keikhlasan dalam menjalankannya, dan berakhlak mulia sebagai kepribadian muslim. Selain itu memiliki keilmuan yang mendalam, memahami berbagai medan dakwah, objek yang akan dituju, kesadaran yang sempurna, serta bijaksana memilih metode dan istiqamah. Demikian pesan yang disampaikan akan dipahami oleh objek yang mendengarkan dan melihat. Serta tidak menimbulkan sikap klaim paling benar dan menyalahkan sesama pendakwah.
***
Metode beberapa pendakwah yang lebih mengedepankan konservatif, simbol-simbol agama, dan tekstual. Pandangan yang ekslusif dalam pemahaman versi mereka menjadikan dakwah yang dilakukan orang lain dianggap salah dan keliru. Pandangan tersebut membuat motede dakwah yang mengedepankan kekakuan menjadi tidak elegan. Justru membuat jauh dari spirit dakwah dan melahirkan tindakan berisi hasutan, propaganda, dan teror yang justru mengandaskan tujuan akhir dakwah tersebut.
Kini 24 tahun yang lalu KH. AR. Fachrudin telah menghembuskan nafas terakhir. Namun cara beliau menyikapi perbedaan selalu hidup. Di zaman yang serba digital ini menjadikan media dakwah semakin beragam dengan beragam kanal media. Dakwah harusnya sejuk mencerahkan, bukan saling menghujat apalagi saling merusak. Saatnya melahirkan AR. Fachrudin baru yang di era cyberspace. Mengutip kata KH. Ahmad Dahlan, “bukan siapa kita, tetapi bagaimana kita untuk umat”. Dakwah mencerahkan mencerdaskan dimulai dari kita sebagai pengagas dan pembaharunya era serba digital.