Inspiring

Abu A’la al-Maududi tentang Negara dan Islam

3 Mins read

Ainur Ropik dalam bukunya yang berjudul Studi Komparasi Pemikiran Abu A’la al-Maududi dengan Muhammad Natsir Tentang Konsep Negara Islam menjelaskan bahwa Sayyid Abdul A’la al-Maududi merupakan putra dari K.H. Ahmad Hasan yang lahir pada tahun 1903 M tepatnya tanggal 25 September. Beliau lahir di kota Aungabad yang saat ini masuk ke wilayah India.

Beliau termasuk keturunan dari keluarga terpandang, nenek moyang dari jalur ayahnya termasuk garis keturunan dari Nabi Muhammad SAW, oleh karena itu ia menggunakan nama Sayyid. Al-Maududi semenjak kecil berada di lingkungan agamis, ia banyak mendapatkan pendidikan berawal dari ayahnya sendiri. Sejak kecil, ayahnya mengenalkan berbagai ilmu-ilmu dasar kepadanya, seperti ilmu hadis, fikih, bahasa Arab, bahasa Urdu dan lain sebagainya.

Al-maududi belajar di rumah bersama sang ayah selama berada di sekolah dasar. Kemudian, beliau melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Fauqaniyah. Madrasah tersebut mengorelasikan antara pendidikan Islam yang bersifat tradisional dengan pendidikan Barat yang bersifat modern. Selanjutnya, beliau banyak mendalami ilmu bersama para ulama terkemuka di bidangnya.

Beliau tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, berintelektual tinggi dan menaruh perhatian besar dalam mempertahankan ajaran Islam terutama di tanah kelahirannya yaitu Pakistan. Negara Pakistan merdeka tahun 1947 M. al-Maududi berupaya untuk memposisikan Islam sebagai petunjuk hidup dan termasuk inti dalam sistem kepemerintahan. Al-Maududi menilai bahwa pemimpin Pakistan tidak konsisten dalam menerapkan nilai-nilai keislaman dalam sistem kenegaraan.

Para penguasa Negara juga memandang bahwa kedatangan al-Maududi ke Pakistan menjadi ancaman besar bagi politik Pakistan itu sendiri. Oleh karena itu, al-Maududi ditangkap dan ditahan sebanyak empat kali pada tahun 1948 sampai 1967 M. Pasalnya, beliau dianggap dapat merusak sistem kepemerintahan yang ada di Pakistan.

Baca Juga  Islam Berkemajuan ala Ziauddin Sardar

Pemikiran Politik Sayyid Abu A’la al-Maududi

Muhammad Iqbal dalam karyanya yang berjudul Implementasi Pemikiran Politik Abu A’la al-Maududi menjelaskan bahwa al-Maududi memiliki keyakinan bahwa adanya negara Islam dengan menjalankan nilai-nilai keislaman secara sempurna akan tercipta sebuah negara yang tentram aman, damai dan sejahtera. Selain itu, beliau juga berpandangan bahwa Islam tidak hanya sebuah kepercayaan, akan tetapi Islam merupakan suatu prinsip etika moral serta petunjuk dalam berbagai bidang termasuk politik dan ekonomi.

Beliau menegaskan bahwa Islam dan Negara merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Berkaitan dengan konsep suatu negara didasarkan pada sistem syariah, al-Maududi mengemukakan pemikirannya ke dalam tiga klasifikasi, yaitu sebagai berikut:

Pertama, Islam merupakan sebuah agama yang komprehensif dengan segala petunjuk tatanan kehidupan, termasuk dalam hal berpolitik. Oleh karena itu, apabila manusia ingin berpolitik harus berpedoman dengan sistem politik Islam yang merujuk pada sistem kepemerintahan zaman khulafa al-Rasyidin.

Kedua, al-Maududi berpendapat bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yaitu kedaulatan yang disandarkan kepada Allah SWT. Sedangkan manusia hanyalah sebagai pelaku dari kedaulatan tersebut yang diistilahkan dengan khalifah. Oleh karena itu, adanya kedaulatan yang disandarkan pada rakyat tidak dapat dibenarkan. Manusia sebagai khalifah di dunia wajib menaati segala bentuk hukum yang terdapat dalam Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW.

Ketiga, al-Maududi menegaskan bahwa dalam berpolitik, Islam termasuk sistem universal tanpa terika oleh batasan maupun ikatan-ikatan secara geografis, kebangsaam dan kebahasaan. Beliau juga menetapkan syarat-syarat penguasa harus beragama Islam, laki-laki dan sudah dewasa (berakal sehat).

Berdasarkan klasifikasi tersebut, dapat dipahami bahwa al-Maududi menempatkan posisi Amir atau pemimpin negara Islam sebagai pengendali kekuasan tertinggi. Tugas dan tanggungjawab yang diemban oleh Amir tidak hanya sebagai pemimpin eksekutif, namun juga berkaitan dengan berbagai urusan keagamaan. Adapun pemikiran al-Maududi tersebut merujuk pada sistem kepemerintahan yang dilakukan oleh Nabi dan khulafa al-Rasyidin.

Baca Juga  Semangat Sri Kusmiyarsih Membangun Madrasah Berbasis Kewirausahaan

Al-Maududi menjelaskan berkaitan dengan sikap yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam menjalankan amanahnya, yaitu harus selalu berlandaskan asas musyawarah dengan melibatkan orang banyak. Ketika hendak menetapkan suatu peraturan harus berdasarkan suara terbanyak dalam rapat MPR. Berkaitan dengan lembaga kejaksaan harus bersifat eksekutif, karena seorang hakim harus melaksanakan tugasnya dalam menerapkan Undang-Undang Allah SWT untuk rakyatnya.

Badan Majlis Syura dalam Pandangan al-Maududi

Muhammad Adiguna dalam karyanya yang berjudul Pemikiran Politik Sayyid Abu A’la al-Maududi menyebutkan berkaitan dengan lembaga DPR, al-Maududi memiliki konsepsi yang lebih dekat dengan Majlis Syura. Badan tersebut memiliki fungsi sebagai penyalur suara rakyat, sebagai penengah sekaligus sebagai pemberi fatwa berlandaskan Alquran dan hadis. Dengan demikian, keputusan yang diambil tidak boleh bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.

Beliau berpendapat bahwa adanya negara dengan konsep Islam merupakan sebuah hal yang positif dan patut diterapkan. Pasalnya, beliau meyakini tujuan negara tidak hanya mencegah pertumpahan darah antar rakyat. Namun juga melindungi adanya kebebasan dan melindungi seluruh rakyatnya dari pengaruh asing (kaum Barat).

Negara mempunyai tujuan dalam mengembangkan tatanan keadilan sosial berlandaskan Alquran Hadis. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, menurut pemikiran al-Maududi kekuasaan politik akan dipakai demi kepentingan bersama, pendidikan moral akan dilaksanaan dan pengaruh sosial Barat harus dihindari.

Konsep pemikiran negara Islam yang telah digagas oleh al-Maududi tentu berbeda dengan pola penerapan politik modern. Akan tetapi, sistem itulah yang dapat membedakan antara sistem politik Barat dan sistem politik Timur. Beliau menegaskan bahwa konsep negara Islam yang telah digagas akan terwujud apabila seluruh masyarakat telah dididik dengan ajaran nilai-nilai keislaman secara revolusioner dan bebas dari pengaruh sistem Barat.

Baca Juga  Buya Syafii dan Bahasa Kritik tanpa Tedeng Aling-Aling

Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa al-Maududi menghendaki sistem negara Islam dengan menjalankan segala sesuatunya berdasarkan Alquran dan hadis. Pasalnya, beliau berpandangan bahwa Alquran dan hadis bersifat komprehensif sehingga mampu menjawab segala permasalahan yang ada. Kehadiran sosok al-Maududi tentu memberikan kontribusi besar terhadap politik Islam di Pakistan.

Dengan sumbangsih itulah akhirnya berhasil mengantarkan al-Maududi menjadi figur fundamentalis dalam sejarah perkembangan pemikiran politik Islam di Pakistan melalui gerakan revolusionir yang telah digagas olehnya. Oleh karena itu, sosok al-Maududi menjadi topik pembahasan menarik untuk dikaji sampai kapanpun.

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Andris Nurita
4 posts

About author
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *