Jika Anda sedang berada di Sleman, tepatnya di Desa Sendangmulyo, Kec. Minggir. Maka, sempatkanlah barang sejenak untuk berkunjung ke Dusun Pakelan. Bukan tanpa sebab, di sana Anda akan menyaksikan bagaimana masyarakatnya hidup rukun tanpa membedakan agama.
Selain itu, di kawasan Masjid al-Fatah yang terletak di pinggir dusun, Anda harus siap untuk mendengar Tarom dengan segala ceritanya.
Sedikit cerita, pada Hari Raya Iduladha 1444 H ini. Kami dari PK IMM FAI UMY mengadakan kegiatan Safari Qurban di Masjid al-Fatah, Dusun Pakelan, Pedukuhan Sumber Arum, Desa Sendangmulyo, Kec. Minggir, Kab. Sleman.
Kegiatan itu dilaksanakan selama dua hari. Hari pertama, kami mengadakan Cek Kesehatan Warga dan Takbiran Keliling. Pada hari kedua, kami mengikuti shalat Ied bersama masyarakat setempat di Lapangan Tiban dan Penyembelihan Hewan Qurban di halaman Masjid al-Fatah.
Sekilas tentang Lokasi Safari Qurban
Desa Sendangmulyo adalah desa yang plural. Setidaknya, ada empat agama yang dipeluk oleh masyarakat setempat. Islam, Katolik, Kristen, dan Kong Hu Chu. Jika dilihat dari kondisi geografis, masyarakat setempat mayoritas adalah petani dan pengrajin anyaman bambu.
Berdasarkan penuturan dari takmir masjid ketika berdiskusi usai takbiran. Islam di Sendangmulyo dulunya sangat sedikit, namun seiring berjalannya waktu, kehadiran Islam perlahan diterima oleh warga setempat.
Perbedaan agama tidak menjadi persoalan penting bagi masyarakat setempat. Masyarakat di dusun Pakelan ini contohnya. Meskipun mereka memiliki keyakinan yang berbeda, tapi budaya gotong royong masyarakat tetap berjalan dengan baik.
Hal itu kami lihat saat kedatangan di Pakelan, masyarakat bersama-sama nge-cor jalan, mereka dengan suka ria menggarap sawah dan ladang tanpa adanya sekat keimanan. Bahkan, jika kita mengunjungi rumah antar rumah disana, maka kita akan menemukan status agama keluarga yang beragam.
Mereka sudah terbiasa bertetangga lintas agama. Begitulah kira-kira hasil obrolan kami dengan takmir masjid al-Fatah, Dusun Pakelan.
Menyambut Iduladha dan Melihat Pancasila
Pengalaman berkesan merayakan Iduladha di Pakelan adalah sambutan luar biasa dari warga setempat. Sambutan yang tidak hanya berasal dari golongan Muslim saja. Akan tetapi juga dari pemeluk agama lain.
Dalam rangkaian kegiatan Safari Qurban, kami merasakan bagaimana Pancasila itu benar adanya. Pancasila telah menjiwai kehidupan sosial masyarakat Pakelan. Pancasila dalam praktik kehidupan yang dijalani dengan tulus dan jauh dari segala hal yang diperdebatkan oleh elit politik kita hari ini.
Pancasila yang tumbuh dengan kesadaran hidup gotong-royong dan peduli sesama. Tidak ada yang mendaku paling pancasilais disana, tidak ada yang mengklaim dirinya adalah paling religius disana, tidak ada juga yang menghakimi orang lain tidak nasionalis disana.
Cek Kesehatan Warga dan Takbiran Keliling dengan Non-Muslim
Pengalaman itu kami rasakan saat melaksanakan cek kesehatan warga. Atas usulan dari takmir masjid al-Fatah, cek kesehatan warga tidak diadakan di pekarangan masjid. Melainkan, di dalam rumah salah satu warga yang dekat dengan masjid. Cukup woro-woro nya saja yang menggunakan fasilitas masjid.
Alasannya sederhana, agar Non-Muslim juga dapat ikut serta. Hal itu terbukti, dengan cek kesehatan warga yang diikuti oleh warga Non-Muslim juga.
Begitupun ketika kami melaksanakan takbiran keliling. Warga Non-Muslim tidak pernah keberatan untuk mendengarkan sorak-sorai kebahagian takbir yang di arah se-lingkar dusun. Beberapa ada juga yang menyaksikan kami lewat di depan rumahnya.
Satu fakta menarik lagi, bahkan ada bocah Non-Muslim yang ikut dalam rombongan takbir keliling tanpa dimarahi oleh orang tuanya.
Kebahagiaan Bersama saat Penyembelihan Hewan Qurban
Adapun di masjid al-Fatah ini sendiri, qurban sangat jarang dilaksanakan. Hal itu dikarenakan kondisi ekonomi masyarakat setempat yang tidak memadai. Biasanya, warga setempat mendapat daging qurban dari dusun sebelah, atau bisa melaksanakan qurban jika ada yang mengadakan disana.
Tahun kemarin contohnya, disana diadakan qurban 1 ekor sapi dari KUA setempat. Tahun ini 4 ekor kambing dari PK IMM FAI UMY.
Pada saat qurban ini jualah, kami benar-benar merasakan bagaimana Pancasila itu nyata dalam masyarakat Pakelan. Kegiatan qurban yang cukup menguras tenaga itu, juga dibantu oleh pemeluk agama lain.
Priyoto, salah satu takmir masjid saat ditanyakan oleh salah seorang panitia mengatakan tentang bagaimana biasanya masyarakat setempat menunaikan ibadah qurban.
“Biasanya jika kita qurbannya sapi, daging didistribusikan untuk semua warga Mas. Kalau qurbannya kambing, itu hanya untuk muslim aja Mas. Tapi, untuk pelaksanaan qurban, kita tetap berbaur dan garap bareng, itu dibelakang ada warga non juga yang bantu.” Ungkap Priyoto.
Tarom dan Segala Ceritanya
Satu hal lagi yang akan sulit kita lupakan adalah tentang Tarom. Ia adalah anak remaja yang mengidap penyakit Down Syndrome, -begitu jawaban dari Tim Kesehatan saat kami tanyakan tentang penyakit dari Tarom.
Down Syndrome sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik pada anak. Penyakit ini sering terjadi pada anak Indonesia dan kerapkali mengalami peningkatan tiap tahunnya. Sayangnya, tidak banyak orang yang tau tentang penyakit ini.
Bahkan, seringkali penyakit ini dianggap tabu oleh masyarakat, yang mengakibatkan si anak mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam lingkungan sosialnya.
Tapi berbeda di Pakelan, Tarom berbaur dan bermain dengan warga sekitar. Tarom disayangi dan bahkan dianggap seperti anak sendiri oleh penduduknya. Selama dua hari kami disana, Tarom menjadi pelipur lara, kami bersenda gurau dan bercanda bersama.
Satu hal yang menarik dari Tarom adalah tentang kepiawaiannya menirukan orang lain. Ia cakap menirukan bagaimana guru membuka pelajaran di sekolah, memimpin do’a bersama sebelum makan, shalat berjamaah di masjid, menirukan gaya Pak Lurah menyambut tamu dari luar lalu memberikan arahan, menegur gaya duduk yang tidak sopan, bahkan Tarom piawai dalam mengumandangkan takbiran.
Tarom menjadi guru bersama bagi kita, tentang bagaimana seharusnya kita manusia normal terus belajar agama, lalu mempraktekkannya dalam kehidupan.
Tarom menunjukkan bahwa keterbatasan tidak menjadi alasan untuk terus berbuat kebajikan. Satu lagi Tarom memperlihatkan bahwa perbedaan agama dan penyakit Down Syndrome yang diidapnya tidak menjadi alasan diskriminasi dalam lingkungan sosial masyarakat Dusun Pakelan. Sehat selalu Tarom!
Editor: Soleh