Review

Memahami Makna Khilafah: Maksimalkan Potensi Ilahi untuk Makmurkan Bumi

3 Mins read

Kata ‘khilafah’ barangkali memiliki stigma negatif dalam benak kita. Terdengar seperti sebuah konsep tentang negara, politik, syariat islam, atau bahkan sampai dipersamakan dengan gerakan radikalisme. Jangan khawatir, pembahasan khilafah dalam buku ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan hal tersebut.

Sebagaimana yang telah banyak diketahui, -penulis buku ini- yakni M. Quraish Shihab merupakan seorang pakar di bidang Ilmu Al-Quran dan Tafsir, dengan magnum opus-nya yaitu Tafsir Al-Misbah. Beliau lahir di Sidenreng Rappang pada 16 Februari 1944 dari pasangan Prof. Abdurrahman Shihab dan Asma Aburisy.

Sedari kecil, hidupnya telah akrab dengan keilmuan Al-Quran berkat pengar dan didikan sang Ayah yang merupakan seorang ahli tafsir, akademisi, sekaligus seorang rektor di dua pergurusan tinggi Islam di Makassar, yaitu IAIN Alaudin dan Universitas Muslim Indonesia.

Dari segi latar belakang pendidikan, beliau meraih gelar Lc (S1) pada Jurusan Tafsir dan Hadits di Universitas Al-Azhar, gelar magister (MA) dengan spesialisasi di bidang Tafsir Al-Quran di universitas, kemudian di tahun 1980 melanjutkan ke jenjang doktoral dan lulus 2 tahun kemudian.

Adapun kiprah dan peran beliau antara lain: pernah diamanahi beberapa jabatan penting seperti Wakil Rektor Bidang Akademis dan Kemahasiswaaan di IAIN Alaudin, Ketua MUI Pusat, Anggota Pentashihan Al-Quran Departemen Agama.

***

Kemudian dalam bidang Al-Quran antara lain: pendirian Pusat Studi Al-Quran (PSQ), Pendirian Bayt Al-Qur’an. Tentunya masih banyak lagi, sebagaimana yang dibahas secara lengkap di website resmi beliau, quraishshihab.com.

Dari profil penulis, dapat kita ketahui bagaimana pembahasan buku ini akan disajikan, tentunya tidak akan jauh-jauh dari Al-Quran dan tafsirnya. Meski buku ini tidak terlalu tebal, bukan berarti buku ringan untuk dibaca dalam sekali duduk. Di setiap halamannya, pembaca akan dibawa pada perenungan dan pertanyaan terhadap redaksi ilahi (ayat Al-Quran) dan eksistensi diri sebagai seorang manusia.

Baca Juga  Mengikis Salah Paham, Lewat Islam yang Disalahpahami

Hal ini dapat kita lihat dari bagaimana penulis menata sistematika buku dengan sedemikian rupa. Buku Khilafah: Peran Manusia di Bumi terbagi menjadi dua pembahasan. Di bab permulaan, pembaca akan diajak untuk memahami dan mengenali potensi-potensi apa saja yang telah Allah berikan pada manusia.

Mulai dari potensi pada penciptaan manusia baik secara fisik maupun non-fisik, hingga penundukkan langit dan bumi untuk keperluan manusia. Semua penjabaran tersebut dijabarkan panjang lebar guna menegaskan pertanyaan inti yang menjadi pembahasan dari keseluruhan buku tersebut, yaitu “untuk apa manusia diciptakan?”

Tugas Manusia: antara Khilafah dan Ibadah

Buku mengambil dua ayat Al-Quran sebagai dasar pembahasan untuk membedah tujuan penciptaan manusia, yaitu Qs. Al-Baqarah: 30 ketika Allah hendak menciptakan Nabi Adam As. untuk menunjukkan tugas manusia sebagai khilafah di Bumi. Adapun ayat kedua adalah Qs. Adz-Dzariyat:56 tentang tugas manusia sebagai seorang abdullah yaitu untuk beribadah kepada Allah.

Lebih lanjut, dalam penjelasan definisi khilafah penulis membahasnya mulai dari segi bahasa hingga dari perspektif Al-Quran sebagai rujukan utama pembahasan. Secara ringkas, khalifah dapat didefinisikan sebagai wakil/pengganti yang ditugaskan oleh Allah untuk mengelola dan menegakkan hukum Allah di Bumi.

Khalifah mencakup Nabi Adam As. dan keturunannya sampai hari kiamat (manusia secara umum) karena semuanya diberikan potensi untuk mengelola bumi. Perlu diingat bahwa maksud dari pengganti di sini bukanlah karena Allah tidak mampu, melainkan sebagai bentuk penghormatan kepada Allah kepada umat manusia sekaligus untuk menguji manusia.

Adapun dalam perspektif Al-Quran, definisi khalifah memiliki 2 konteks: konteks khalifah secara umum, yaitu manusia secara umum yang diberikan tugas untuk mengelola dan memakmurkan bumi (Qs. Al-Baqarah: 30), dan konteks khalifah sebagai sebuah posisi politik atau kekuasaan (Qs. Shad: 26).

Baca Juga  Selimut Debu dan Impian Negara Islam

Lantas, antara tugas khalifah dan ibadah, manakah yang lebih penting?

Ini adalah pertanyaan selanjutnya yang hendak dimunculkan. Penulis banyak menyoroti realita keagamaan di masa kini, di mana kebanyakan dari kita yang kerap kali mempertentangkan dua tugas ini seolah-olah dua hal yang berbeda.

Jika seseorang mengutamakan tugasnya sebagai seorang khalifah, seolah-olah ia terlalu berorientasi pada duniawi. Adapun yang mengutamakan tugasnya sebagai seorang abdullah, seolah-olah tidak ada lagi waktunya untuk memikirkan urusan dunia. Padahal, antara dunia dan akhirat haruslah sejalan dan beriringan.

“Dunia adalah ladang untuk dituai hasilnya di akhirat. Semakin banyak yang ditanam, semakin banyak pula yang dituai.” [Hlm 166]

***

Secara keseluruhan buku ini adalah buku yang menarik, terlebih untuk memahami makna khalifah sebagai sebuah peran manusia di muka Bumi ini. Bukan tentang politik, bukan pula tentang kenegaraan apalagi gerakan radikal.

Buku ini mengajak kita bertanya pada diri sendiri, sudahkah kita tahu tujuan penciptaan diri ini? Sudahkah kita melaksanakan tugas yang diamanahkan tersebut? Renungan dan pertanyaan. Itulah yang akan banyak didapatkan pembaca melalui buku ini.

Salah satu keunggulan atau bahkan mungkin bisa pula kelemahan dari buku ini adalah penyajian penulisannya yang sistematis dan terstruktur. Meski dengan ketebalan buku yang tidak sampai 200 halaman, buku ini tetap harus dibaca perlahan dan penuh perhatian terhadap setiap poin yang hendak disampaikan penulis.

Terlebih, penulis banyak memaparkan berbagai pendapat. Kadang penulis menujukkan pendapat mana yang menurutnya tepat, tapi tak jarang pula penulis membiarkan pembaca untuk menentukan lebih cenderung pada pendapat yang mana. Maka dari itu, buku ini tidak seharusnya dibaca secara terburu-buru, apalagi sepenggal-penggal.

Baca Juga  Tiga Alasan Farag Fouda Menolak Khilafah dan Formalisasi Syariat

Meski demikian buku ini tetap dapat dikonsumsi oleh pembaca secara umum, mengingat tujuan penulisan dari buku tersebut adalah untuk menjawab fenomena atau permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh penulisa pada halaman pengantarnya, di mana banyak terjadi kesalahpahaman dalam cara pandang kita menyikapi peran manusia diciptakan di Bumi. Tidak seharusnya peran manusia sebagai abdullah ditabrakkan dengan peran manusia sebagai khalifah. Terlebih lagi dalam hal ibadah Allah teramat banyak memberi kita kemudahan.

Judul: Khilafah: Peran Manusia di Bumi
Penulis: M. Quraish Shihab
Penerbit: Lentera Hati
Tahun Terbit: 2020
Tebal Buku: 188 hlm.

Dwi Wahyuningsih
3 posts

About author
IAIN Kudus
Articles
Related posts
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…
Review

Sejauh Mana Gender dan Agama Mempengaruhi Konsiderasi Pemilih Muslim?

4 Mins read
Isu agama memang seksi untuk dipolitisir. Karena pada dasarnya fitrah manusia adalah makhluk beragama. Dalam realitas politik Indonesia, sebagian besar bangsa ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *