Prof Dr Hamka dalam tafsir al-Azhar & Prof Dr Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah memberikan informasi kepada kita bahwa ciri orang sukses adalah orang yang senantiasa beriman & beramal saleh. Menurut kedua mufassir tersebut, unsur iman saja tidak cukup dijadikan modal sukses hidup di dunia & akhirat, namun perlu dibuktikan dengan amal saleh.
Ustadz Muhammad ‘Imaduddin ‘Abdulrahim Ph.D. dalam bukunya yang berjudul Islam Sistem Nilai Terpadu menyarankan, agar amal saleh yang optimal terwujud maka kita perlu memahami dan mematuhi hukum Allah. Hukum Allah tersebut biasa kita kenal dengan istilah sunnatullah.
Pengertian Sunnatullah
Term سنة الله terdiri dari dua kata dasar yakni kata سنة dan الله. Kedua kata tersebut menyatu menjadi kata majemuk atau dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan مضاف مضاف اليه. Menurut KKBI V daring, kata majemuk atau kompositum adalah gabungan morfem dasar yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantis yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Pola khusus tersebut membedakannya dengan frasa atau gabungan kata–gabungan morfem yang bukan kata majemuk.
Secara etimologi, kata سنة bermakna ketentuan, sehingga frase سنة الله dapat diartikan sebagai ketentuan Allah. Adapun secara terminologi, banyak pakar yang memaksudkan kata majemuk سنة الله ini dengan hukum alam. Arti inilah yang penulis maksudkan dalam tulisan ini.
Sifat Sunnatullah (Hukum Alam)
Sunnatullah (hukum alam) di alam semesta ini mempunyai sifat. Dengan memahami sifat sunnatullah tersebut, in syaa Allah, kita akan lebih mudah bersahabat dengannya sehingga amal saleh kita lebih optimal.
Ustadz Muhammad ‘Imaduddin ‘Abdulrahim Ph.D. dalam bukunya yang berjudul Islam Sistem Nilai Terpadu, memberikan informasi bahwa ada tiga sifat utama sunnatullah yang diinformasikan dalam al-Qur’an. Ketiga sifat tersebut adalah pasti, tetap, dan obyektif. Penjelasan singkatnya sebagai berikut.
Hukum Alam itu Pasti
Wawasan tentang kepastian sunnatullah (hukum alam) dapat kita temukan dalam Q.S. al-Furqan ayat ke-2 dan Q.S. al-Thalaq ayat ke-3. Allah berfirman dalam Q.S. al-Furqan ayat ke-2 sebagai berikut.
اللذي له ملك السماوات والارض ولم يتخذ ولدا ولم يكن له شريك في الملك وخلق كل شيء فقدره تقديرا
“Dialah Penguasa langit dan bumi. Dia tidak memerlukan anak dan tak perlu bagiNya rekan dalam kerajaanNya itu, Ia menciptakan segalanya, dan Dia yang memastikan setiap ketentuan.
Informasi tentang kepastian sunnatullah (hukum alam) dalam ayat di atas dapat kita peroleh dari frasa وخلق كل شيء فقدره تقديرا. Dari frasa tersebut kita mendapatkan pemahaman bahwa semua ciptaan Allah memiliki sifat pasti (tertentu).
Wawasan sifat sunnatullah (hukum alam) yang pasti pada ayat di atas merupakan jaminan, sehingga memudahkan bagi manusia dalam membuat perencanaan berdasarkan perhitungan yang akurat . Siapapun yang memanfaatkan sunnatullah tersebut untuk merencanakan suatu amal saleh, ia tidak perlu meragukan ketepatan perhitungannya, karena Allah telah menjamin keakuratannya.
Ayat lain yang membincang tentang sifat sunnatullah (hukum alam) adalah ayat ke-3 dari surah al-Thalaq. Allah berfirman dalam Q.S. al-Thalaq ayat ke-3 sebagai berikut.
ويرزقه من حيث لا يحتسب ومن يتشكل على الله فهو حسبه ان الله بالغ امره قد جعل الله لكل شيء قدرا
“Dan Dia (Allah) memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Wawasan tentang sifat sunnatullah (hukum alam) yang pasti dalam ayat di atas, kita temukan dalam frasa قد جعل الله لكل شيء قدرا. Frasa tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa semua hal mempunyai sifat tertentu. Karena memiliki watak tertentu, maka kita bisa mempelajarinya hingga diperoleh pemahaman yang utuh akan sifat-sifatnya. Dengan memahami karakternya secara utuh, kita dapat lebih bersahabat dengannya untuk optimalisasi amal saleh kita.
Sunnatullah (Hukum Alam) itu Tetap
Sifat kedua dari sunnatullah (hukum alam) adalah tetap. Dalam al-Qur’an, informasi tetapnya sunnatullah (hukum alam) dapat kita jumpai dalam Q.S. al-An’am ayat ke-115 & Q.S. al-Isra’ ayat ke-77.
Allah berfirman dalam Q.S. al-An’am ayat ke-115 sebagai berikut.
وتمت كلمة ربك صدقا وعد لا
لا مبدل لكلماته
وهو السميع العليم
“Dan telah sempurna firman Tuhanmu dengan benar dan adil, tidak ada yang dapat mengubah firmannya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Informasi tetapnya sunnatullah (hukum alam) dalam ayat di atas, dapat kita temukan dalam frase “لا مبدل لكلماته”. Dari frase tersebut, dapat kita pahami bahwa sunnatullah (hukum alam) itu tidak berubah terhadap waktu. Kalaupun berubah terhadap waktu, perubahannya memerlukan waktu yang relatif lama.
Sementara itu, dalam surah al-Isra’ ayat ke-77, Allah SWT berfirnan sebagai berikut.
سنة من قد ارسلها قبلك من رسلنا ولن تجد لسنة الله تحويلا
“(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu”
Warta bahwa sunnatullah (hukum alam) itu tetap dapat kita jumpai pada frasa ولن تجد لسنة الله تحويلا Frasa itu memberikan penegasan bahwa sunnatullah (hukum alam) itu tetap.
Karena sunnatullah (hukum alam) itu bersifat tetap, maka memudahkan kita untuk mempelajarinya. Jika sebuah sunnatullah (hukum alam) kita pahami dengan benar dan baik, maka kita bisa menggunakannya untuk optimalisasi amal saleh kita.
Sunnatullah (Hukum Alam) itu Obyektif
Sifat sunnatullah (hukum alam) yang ketiga adalah obyektif. Sifat ini mengandung pesan bahwa siapa saja yang mematuhi sunnatullah (hukum alam) maka ia akan memperoleh kesuksesan. Namun sebaliknya, bagi yang tidak patuh terhadap sunnatullah (hukum alam) maka ia akan menuai kesengsaraan (petaka) . Obyektifitas sunnatullah (hukum alam) ini berlaku bagi mereka yang beragama Islam maupun terhadap mereka yang memeluk agama lain.
Ustadz Muhammad ‘Imaduddin ‘Abdulrahim Ph.D. dalam bukunya yang berjudul Islam Sistem Nilai Terpadu, memberikan contoh obyektifitas sunnatullah (hukum alam) yakni menara masjid yang tinggi. Secara sunnatullah, menara yang tinggi harus dilengkapi dengan penangkal petir. Memasang penangkal petir adalah sunnatullah yang dapat dipelajari dalam ilmu teknik listrik. Jika sunnatullah ini tidak dipatuhi, maka di musim penghujan saat banyak petir, menara tersebut akan tersambar petir.
Penutup
Demikiani 3 sifat sunnatullah (hukum alam) yang perlu kita pahami dan patuhi. Dengan memahami & mematuhi sunnatullah (hukum alam), in syaa Allah, amal saleh kita akan optimal. Keoptimalan amal saleh kita yang dilandasi oleh kekokohan iman, in syaa Allah, akan mensukseskan kehidupan kita di dunia dan akhirat.
Wa Allah a’lamu bi al-shawab
Semoga bermanfaat
Editor: Nabhan