Berbagai media massa, radio, bahkan televisi, sedang gencar-gencarnya mempublikasikan tentang New Normal yang sedang dibicarakan oleh pemerintah. Di tengah dampak Covid-19 yang terjadi sekarang, sektor ekonomi memang sangat terpukul oleh pandemi ini. Dengan dalih memperbaiki ekonomi pembahasan New Normal muncul, seakan tidak peduli dengan kurva grafik pasien positif Covid-19 yang belum juga melandai ataupun masih menanjak.
Mungkin Negara sudah belajar banyak dalam penanganan pandemi ini, namun belum juga menemukan prosedur seperti apakah yang bisa menangani pandemi di Negara ini. Di sisi lain selagi Negara menata ulang cara mengatasi pandemi, kita sebagai rakyat juga harus tetap sadar akan keadaan, jangan sampai kita lalai dengan kewajiban kita menjaga diri kita sendiri dengan menggunakan masker, sering mencuci tangan, dan mengurangi kontak fisik dengan orang lain.
Berbicara New Normal, yang kita ketahui adalah munculnya rutinitas baru daripada rutinitas biasanya. Memang akan terasa sulit dalam melakukan suatu hal yang baru, bukan hanya sekedar mengetahui apa itu New Normal tapi juga kita dituntut untuk secara cepat bisa menyesuaikan dengan keadaan yang ada.
Sudah 2 bulan lebih pandemi ini menyebar, maka munculah istilah work from home, ibadah di rumah, yang secara langsung itu sudah mengajarkan rutinitas baru bagi kita. Mungkin biasanya kita bisa belajar dengan berkontakan langsung kini hanya bisa melalui layar laptop dan handphone, yang mungkin biasanya kita mendengarkan ceramah ba’da Subuh di masjid kini hanya bisa menyaksikan lewat saluran youtube.
Ramadhan sudah usai, Syawal menjadi batu sandungan pertama bagi umat muslim setelah kita berada pada bulan pendidikan, apakah kita masih bisa mengaplikasikan pelajaran-pelajaran yang disajikan di bulan pendidikan itu? Sebagai umat muslim kita tak boleh melupakan pelajaran di bulan Ramadhan, puasa 30 hari, shalat malam 30 hari, dzikir setiap saat, mengaji di setiap waktu, akan terasa hampa bila kita hanya melakukannya di bulan Ramadhan saja tanpa diikuti oleh bulan-bulan yang lain.
Bulan yang selalu hadir di setiap tahun itu secara tidak langsung mendidik kita untuk menghadirkan rutinitas baru dalam hidup kita. Di bulan-bulan biasa mungkin kita akan bekerja dari pagi sampai petang, namun dengan datangnya bulan Ramadhan rutinitas yang seakan melekat dengan raga akan berubah dengan sendirinya, pagi, siang, dan malam akan dihabiskan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Ada sebuah penelitian yang mana mengatakan bahwa orang akan bisa menyesuaikan dengan lingkungan dan aktivitas yang baru dengan waktu 30-40 hari untuk menyatu dengan rutinitas yang baru itu. Maka dengan kata lain 30 hari pada bulan Ramadhan sudah cukup untuk mengubah aktivitas kita menjadi sebuah New Normal, di satu sisi itu akan membuat kita mendapatkan rutinitas baru, dan di sisi lain kita akan mendapatkan pahala dan bisa menambahkan iman dan taqwa kita.
Bukan sekedar mengubah aktivitas lahiriyyah saja, akan tetapi secara tidak langsung akan mengubah aktivitas batiniyyah seorang muslim. Maka sungguh disayangkan bila bulan Ramdhan yang menjadi bulan pembelajaran bagi seorang muslim tidak bisa melahirkan sebuah New Normal setelah melewati bulan Ramadhan.
Konsistensi merupakan hal terpenting dalam rangka meneruskan rutinitas ibadah yang sudah kita lakukan di bulan Ramadhan atau biasa disebut istiqomah. Hal itu merupakan sebuah landasan bagi kita untuk mengikuti trend positif yang kita lakukan dari New Normal itu. Tentunya sebuah istiqomah dalam ibadah harus didasari dengan keyakinan hanya mengharap ridha Allah SWT dan bukan karena ingin dilihat oleh orang lain. Sebab, banyak dari kita, terutama kaum milennial atau kaum muda yang mana mereka boleh dibilang rajin dalam beribadah, bahkan sangat istiqomah dalam melakukan hal postitif, namun ternyata hanya menyandarkan kebaikannya untuk dilihat orang lain atau riya’.
Rasulullah SAW pernah bersabda mengenai keistiqomahan; dari Sufyan bin Abdullah, ia berkata: Aku berkata “ Wahai Rasulullah, katakan kepadaku di dalam Islam satu perkataan yang aku tidak akan bertanya kepada seorang pun setelah anda.” Beliau menjawab: “Katakanlah aku beriman, lalu istiqomahlah” ( HR Muslim). Ini menjadi landasan bagi kita, di sisi lain kita harus mempertahankan New Normal yang kita dapatkan di bulan Ramadhan, di sisi lain juga kita harus mempertahankan orientasi melakukannya, yaitu dengan hanya untuk mengharap ridha dari Allah SWT.
Sebagai manusia pasti akan ada masa di mana kita bersemangat dalam melakukan kebaikan dan masa di mana kita berada di titik nadzir dengan kemalasan yang menyerang hati kita. Maka jangan lupakan orang yang berada di samping kita, keluarga, teman, kerabat untuk senantiasa mengingatkan dan menyadarkan kembali untuk selalu menghadirkan kebaikan di setiap aktivitas.
Bulan Syawal merupakan ujian kita pertama, bagaimana kita mengaplikasikan pelajaran yang sudah kita dapatkan di ruang pendidikan bulan Ramadhan menjadi sebuah New Normal yang konsisten. Puasa 6 hari di bulan Syawal menjadi momentum kita untuk senantiasa mempertahankan rutinitas positif kita di bulan Ramadhan.
Rasulullah bersabda: “ Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa 6 hari di bulan Syawal, ia akan mendapatkan pahala seperti setahun penuh” (HR Muslim). Semoga kita bisa menumbuhkan rutinitas baru setelah Ramadhan dan menjadikan kita orang yang istiqomah di jalan-Nya.
Editor: Arif