Oleh: KH. Ahmad Azhar Basyir, M.A.*
”Perumpamaan orang yang bertahan pada batas-batas Allah dan orang yang jatuh di dalamnya, seperti orang-orang yang mengadakan undian untuk menumpang sebuah kapal; di antara mereka ada yang mendapat tempat di atas dan ada pula yang mendapat tempat di bawah. Mereka yang mendapat tempat di bawah, tiap-tiap akan mengambil air minum selalu melalui tempat orang-orang yang mendapat tempat di atas; maka berkatalah orang-orang yang mendapat tempat di bawah: sebaiknya kita lobangi saja bagian kita ini, agar tidak mengganggu orang-orang di atas. Bila orang-orang yang tinggal di atas membiarkan keinginan orang-orang yang di bawah itu, niscaya akan binasalah mereka semuanya. Tetapi bila keinginan mereka itu dihalang-halangi, maka mereka yang tinggal di bawah akan selamat, dan selamat pula semua penumpang kapal.” (HR. Bukhari dan Turmudzi dari Nu’man bin Basyir r.a.).
Rasulullah SAW membuat perumpamaan yang tepat. Masyarakat diumpamakan seperti kapal besar yang berlayar menyeberang samudera. Kapal tidak pernah tenang untuk waktu lama. Riak gelombang yang sekecil-keculnya pun mengakibatkan kapal goyang. Lebih-lebih bila ombak besar, kapal akan goncang. Di sinilah kemahiran nakhoda diperlukan. Bantuan para penumpangnya pun diperlukan agar kapal dapat selamat, tidak tenggelam. Setiap orang di dalam kapal harus merasa bertanggung jawab untuk keselamatan kapal dan penumpangnya.
Kalau kita tarik perumpamaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, bahtera itu hidup bermasyarakat kita, dan para penumpangnya adalah kita yang menjadi anggota masyarakat.
Kebanyakan orang lupa bahwa kehidupan bermasyarakat kita itu benar-benar ibarat kapal besar yang mengarungi samudera yang luas. Dikira bahwa mereka hidup di darat, tenang tidak pernah oleng dan kadang-kadang goncang.
Oleh karenanya, banyak di antara mereka yang tidak merasa berat untuk hidup menyeleweng, hidup semau gue, dengan alasan asal tidak mengganggu orang lain. Mereka lupa bahwa apa yang mereka lakukan itu berpengaruh besar dalam kehidupan bermasyarakat.
Memelihara Masyarakat
Oleh adanya kenyataan banyak orang tidak menyadari kedudukannya dalam hidup inilah Nabi memperingatkan agar orang jangan berdiam diri, bertopang dagu, terhadap tindakan-tindakan yang akan membahayakan hidup bermasyarakat itu.
Peringatan hadis tersebut makin dapat kita rasakan pada waktu yang akhir-akhir ini, terutama di kota-kota besar, karena rasa kegotong-royongan makin kendor dan rasa individualisme makin menonjol. Orang banyak menonjolnonjolkan kebebasan pribadinya, tidak ingin diganggu orang, dihalang-halangi keinginannya. Tetapi, dalam waktu yang sama tidak merasa mengganggu orang lain, bila bertindak menuruti apa yang diinginkan itu.
Pada waktu ini dapat kita rasakan misalnya, menurunnya nilai-nilai keutamaan dalam hubungan laa]wan jenis. Banyak orang menganggap hubungan bebas laki-laki dan perempuan merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat diganggu orang lain. Asal yang bersangkutan melakukan atas keinginan bebasnya, tidak karena dipaksa, tidak boleh dipandang melanggar ketenteraman orang lain.
Demikian pula yang agak lebih ringan lagi, misalnya masalah mode berpakaian. Memilih mode pakaian dipandang masalah pribadi, tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. Oleh karenanya, orang minta dibiarkan saja bila mengenakan pakaian dengan mode yang disenangi. Orang mempunyai kebebasan mengenakan pakaian sesuai dengan seleranya, orang lain jangan ikut bercampur tangan.
Anehnya, menghadapi keinginan itu, banyak orang yang mungkin karena putus asa membiarkannya, tidak mau menegurnya. Tidak disadari bahwa akibatnya tentu akan merembet pada soal-soal lainnya. Keadaan seperti itu benarlah yang dituju hadits Nabi tersebut.
Jangan Berdiam Diri
Ringkasnya, hadits Nabi tadi memperingatkan kepada kita agar dalam hidup bermasyarakat jangan berbuat sekehendak hati tanpa menghiraukan kepentingan hidup bermasyarakat. Di lain pihak, bila kita melihat hal-hal yang dirasakan akan mengganggu ketenteraman hidup bermasyarakat, jangan kita berdiam diri.
Karena kalau kita berdiam diri terhadap hal-hal yang merugikan, bukan saja yang berbuat yang akan mengalami kerugian, tetapi pun masyarakat seluruhnya, termasuk yang tidak berbuat.
Di sinilah ”pentingnya amar ma’ruf nahi munkar” harus ditegakkan. Hadits-hadits Nabi amat banyak yang memperingatkan agar amar ma’ruf nahi munkar itu ditegakkan. Bahkan terdapat ancaman siksa Allah terhadap masyarakat yang mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar.
*) Sumber: SM no. 6 /Th. Ke-54/ 1974 dengan penyuntingan
Editor: Nabhan