Feature

Mencintai Pasangan: Sebelum atau Sesudah Menikah?

6 Mins read

Kita buka dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al Qur’an surat ke 51,

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala.“(QS. Adz-Dzariyat : 49)

Dari ayat tersebut, kita ketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala  menciptakan makhlukNya itu berpasang-pasangan, tak terkecuali manusia. Oleh karenanya, manusia secara alami akan merasakan rasa suka atau cinta terhadap lawan jenisnya (lelaki mencintai wanita dan sebaliknya). Namun yang menjadi pertanyaan, pada saat kapan kita mencintai pasangan? Sebelum atau sesudah menikah?

Tidak Ada Cinta Pra Nikah

Saya menggunakan istilah pra nikah atau sebelum tali pernikahan terjalin, manusia pasti mempunyai keinginan untuk mempunyai pasangan hidup (suami atau istri).

Lalu, apakah rasa suka terhadap orang sebelum menikah bisa dikatakan cinta? Kemudian apa itu cinta?

Cinta adalah suatu perasaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada setiap insan, di mana ada kecenderungan rasa untuk untuk saling menyanyangi, mengasihi, saling memenuhi, dan saling pengertian dan tidak ada paksaan atas cinta yang tumbuh di hatinya.

Terkadang bahkan sering kita dengar ungkapan cinta dari seseorang dengan kalimat, misalnya “aku mencintaimu” yang ditujukan kepada orang lain. Apakah cinta yang ia ungkapkan benar-benar rasa ingin mencintai pasangannya? Nampaknya tidak. Dalam Islam, tidak mengenal istilah pacaran, para muda-mudi atau milenial terkadang lebih suka menjalin hubungan tanpa status, dalam artian status resmi.

Mungkin karena faktor usia yang belum cukup, atau dengan alasan lain seperti masih sekolah, atau bahkan karena tidak adanya restu dari orangtua. Mereka nyaman pada hubungan sosial yang mereka sebut “pacaran” yang dimana sering berakhir dengan tangisan, bahkan kekecewaan.

Wajar itu terjadi,  karena sejatinya pacaran hanya akan membawa kepada kemaksiatan dan kekecewaan. Tidak ada istilah pacaran syar’i, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang lelaki dan perempuan yang bukan mahram berdekatan, apalagi berpegangan. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata;

Tidak. Demi Allah, tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh tangan wanita (selain mahramnya), melainkan beliau membai’at mereka dengan ucapan (tanpa jabat tangan).” (HR. Muslim).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ : 32)

Maka, biar bagaimana pun juga, rasa cinta (lelaki pada perempuan atau sebaliknya) bisa dikatakan hanya nafsu, ketimbang keinginan untuk ke proses yang lebih baik, yakni menikah.

Oleh karena itu, cinta dalam hubungan pacaran hanyalah sebatas ungkapan kata yang didasari oleh hawa nafsu, meski kadang mereka yang berpacaran sering melakukan hal-hal diluar akal sehat demi membuktikan cintanya, mungkin sekarang disebut dengan istilah “bucin” (budak cinta).

Baca Juga  Nikah Bukan Solusi Menjadi Kaya!

Tetap saja pacaran adalah jalan besar menuju zina. Tidak ada rasa cinta didalamnya, hanya nafsu belaka.

Lalu bagaimana mendapatkan pasangan untuk diajak ke pelaminan? Atau bagaimana cara mengenal lawan jenis jika pacaran tidak diperbolehkan?

Menuju Cinta Sejati

Mengenal lawan jenis di zaman digital sekarang mudah, bisa melalui media sosial. Namun harus dengan kesantunan, menjunjung adab serta norma agama dan kesusilaan. Tidak kalah penting kita tahu latar belakang darinya. Maka menjalin hubungan dengan lawan jenis ketika sebelum menikah adalah suka, belum cinta.

Kemudian bagaimana kalau sudah terlanjur pacaran? Yaudah, putus aja! Kalian bisa mengenal pasangan atau orang yang ingin kalian nikahi melalui banyak cara. Misal dengan mendekati orangtuanya, atau bisa berkomunikasi tanpa bertemu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ

Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya. (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)

Maka kenali orang yang akan kamu bawa ke pernikahan dengan cara yang baik dan tidak melanggar norma, baik norma agama atau norma sosial. Jika sudah yakin dengan calon pasangan yang menjadi pilihan, maka menikahlah. Bukankah lebih enak jadi manten daripada jadi mantan? Hehehe

Mencintai Setelah Menikah

Bukti cinta adalah dengan menikah, buku nikah adalah bukti otentik rasa cinta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)

Jadi, nikahilah mereka yang dalam kesendirian alias jomblo, jangan malah menikahi suami atau istri orang lain secara diam-diam. Dan menikahlah dan nikahilah orang yang layak, yang dimaksudkan layak adalah yang syaratnya sudah terpenuhi secara aturan agama dan negara. Maka, rasa cinta dan saling mencintai akan lebih nikmat dengan ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala pastinya, karena melalui jalan yang sesuai ajaran agama Islam.

Bagi yang menikah karena terpaksa atau dipaksa, cinta itu akan tumbuh ketika setelah menikah. Namun sekarang yang seperti itu jarang, mereka sudah banyak yang memilih jodohnya secara demokrasi, sesuai keinginan dan kesukaannya.

Baca Juga  Manusia Modern: Terlalu Fokus ke Hal-Hal Material, tapi Lupa Cinta

Bukankah lagu Dewa 19 melantunkan kalimat “biar cinta datang datang karena telah terbiasa,” maka orang yang ditakdirkan menikah dengan kita, namun kita tidak menyukainya, seiring perjalanan rumah tangga akan tumbuh rasa cinta dan saling mencintai. Nggak percaya? Bisa di coba! Banyak kok kasus atau kisah nyata mengenai ini.

Jangan Takut Menikah!

Rasa cinta akan hadir dalam ikatan keluarga yang telah terjalin, dan pasti rasanya akan jauh berbeda sama mereka yang mengklaim saling mencintai tapi hanya pacaran.

Namun terkadang permasalahan menikah bukan hanya tentang cinta, faktor ekonomi menjadi penting ketika akan memulai sebuah pernikahan. Malah terkadang takut menikah karena tidak punya gaji tinggi, rumah, pekerjaan tetap ataupun yang lainnya. Coba kita ingat firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155).

Seharusnya kita tidak perlu merasa khawatir ketika kita masih mau berusaha dan beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kadang, anak muda, takut menikah karena akan menambah beban, dari biaya hidup sampai biaya untuk anak.

Memang yang namanya manusia selalu diliputi rasa takut, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala diatas, namun bukankah Tuhanmu Maha Kaya? 

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq: 3)

Jadi, masih mau ngaku cinta sama gebetan tapi nggak berani ngajak nikah?

Sekedar berbagi pengalaman pribadi saya. Dulu juga memiliki perasaan yang seperti itu, namun kekuatan iman menguatkan tekad saya untuk menikahi seorang perempuan yang bisa dibilang baru kenal sekitar setahunan.

Nanti mau dikasih makan apa? Kalau punya anak gimana buat beli pampers? Dan kesemerawutan pikiran yang lainnya, tetapi dengan bismillah saya mantapkan untuk mendatangi orangtuanya untuk meminta ijin menikahi putrinya meski kami sama-sama masih kuliah, dengan biaya sendiri lagi.

Selang hampir dua tahun usia pernikahan, kami dikaruniai dua anak sekaligus dalam satu proses melahirkan. Kebayang nggak tuh bagaimana? Tapi, Allah Subhanahu wa Ta’ala benar-benar Maha Baik, rejeki selalu ada dari arah yang tak diduga. Profesi sebagai guru swasta dengan honor ratusan ribu jika di angan-angan nggak cukup untuk pampers sebulan untuk anak kembar.

Baca Juga  Hijrah yang Tak Menyejarah?

Tapi fakta dilapangan alhamdulillahirobbil ‘alamin semuanya dapat berjalan lancar, anak kami tetap lahir dan besar dengan baik sampai kini sudah dua tahun usianya, lalu kami dua tahun yang lalu juga berhasil wisuda bersamaan, sungguh kebahagiaan yang tiada tara.

Intinya, menikahi orang yang sudah mapan itu biasa, tetapi menikahi dan menemani pasangan sampai mapan itu baru luar biasa kerennya.

Kembali, mencintai pasangan itu ketika kita sudah menikah, karena ketika ia sudah menjadi suami atau istri kita, kita akan mencintainya dengan cinta yang totalitas. Kalau sebelum nikah hanyalah nafsu kita dan mungkin belum bisa disebut cinta, hanya rasa suka.

Maka, jika ingin mencintai pasangan nikahilah ia! Jodoh itu kita yang tentukan, orangtua yang merestui, Allah Subhanahu wa Ta’ala yang meridhoi. Firman Allah,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS: Ar Rum: 21)

Jadi, ketika kita berharap ingin dicintai, ingin tenang dan tentram tanpa kegalauan yang melanda dan belumuran diberanda media sosial kita, maka menikahlah bagi yang sudah memiliki keinginan dan tujuan. Tujuan dalam artian ada yang dituju untuk diajak atau dinikahi. Maka hidup kita akan tenteram dan merasakan kedamaian, dan itulah sebenarnya cinta.

Niatkan hati untuk menikahi dengan tujuan ingin menjaga, menyayangi, dan pastinya meraih ridho Allah dan mengikuti Sunnah Rasulullah, bukankah kita ingin diakui sebagai umatnya Nabi Muhammad? Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ 

“Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu maka hendaklah dia menikah, karena sesungguhnya itu lebih menjaga pandangan kalian, dan lebih menjaga kemaluan kalian, dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaklah dia berpuasa karena puasa adalah perisai/ penjaga baginya” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits lain, Rasulullah juga bersabda, “Nikah itu adalah sunnahku. Barang siapa yang menolak sunnahku, ia bukanlah termasuk golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah RA).

Jika memang kita belum memiliki keinginan menikah, baiknya kita menjadi jomblo, jomblo fi sabilillah, yakni jomblo yang rela sendiri demi menjaga diri. Semoga yang masih dalam kesendirian segera mendapatkan insan yang dapat diajak menikah, sehingga nantinya dapat merasakan mencintai dan dicintai. Aamiin.

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informatika dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Feature

Kedekatan Maulana Muhammad Ali dengan Para Tokoh Indonesia

3 Mins read
Ketika kita melakukan penelusuran terhadap nama Maulana Muhammad Ali, terdapat dua kemungkinan yang muncul, yakni Maulana Muhammad Ali Ahmadiyah Lahore dan Maulana…
Feature

Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

3 Mins read
Saya relatif jarang untuk mengkritik tulisan orang lain di media sosial, khususnya saat terbit di jurnal akademik. Sebaliknya, saya justru lebih banyak…
Feature

Sidang Isbat dan Kalender Islam Global

6 Mins read
Dalam sejarah pemikiran hisab rukyat di Indonesia, diskusi seputar Sidang Isbat dalam penentuan awal bulan kamariah telah lama berjalan. Pada era Orde…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *