Report

Mengapa Fatwa Muhammadiyah Tidak Mengenal Zonasi?

2 Mins read

IBTimes.ID – Melanjutkan “Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19,” dalam surat Nomor 02/EDR/I.0/E/2020, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan edaran 04/EDR/I.0/E/2020 tentang“Tuntunan Shalat Idulfitri Dalam Kondisi Darurat Pandemi Covid-19”. PP Muhammadiyah berharap edaran tersebut dapat dilaksanakan dan dapat menjadi panduan bagi umat Islam pada umumnya dan warga Muhammadiyah pada khususnya.

Akan tetapi, banyak pertanyaan mengapa wilayah yang termasuk dalam zona aman (hijau) juga harus shalat id di rumah? Bahkan, ada sebagian warga atau pimpinan yang besikap untuk terus menjalankan shalat id di Lapangan, dengan alasan wilayahnya termasuk zona hijau.

Menurut Ketua Pusat Tarjih Muhammadiyah, Niki Alma Febriana Fauzi, ada beberapa alasan mengapa Fatwa Muhammadiyah tidak mengenal zona, berikut penjelasannya:

  1. Dalam surat edaran PP Muhammadiyah  yang sesungguhnya berisi fatwa itu, PP Muhammadiyah tidak membedakan letak geografis pemberlakuan fatwa. Secara tegas, Muhammadiyah menganggap bahwa kondisi sekarang ini telah masuk dalam status “darurat Covid-19 berskala global”.
  2. Sikap tegas itu dilandasi dengan argumen yang kuat, yaitu berdasarkan data dari berbagai pihak seperti WHO dan Keputusan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
  3. Selain itu penting untuk ditambahkan di sini bahwa pihak yang seharusnya memiliki otoritas untuk menentukan mana zona merah dan yang bukan (dalam hal ini adalah pemerintah dan unsur-unsurnya yang terkait), tampak tidak memiliki sikap yang jelas dan cenderung membuat masyarakat bingung.
  4. Karakteristik virus yang tidak tampak, mudah ditularkan, dan adanya sebagian oknum masyarakat yang tidak jujur soal keadaan kesehatannya, semakin menambah kemungkinan penyebaran virus Covid-19 ini. Tidak terkecuali di daerah-daerah yang sesungguhnya tidak atau belum ditetapkan sebagai zona merah.
  5. Perlu digarisbawahi bahwa daerah (zona hijau) yang tidak ditetapkan sebagai zona merah, bukan berarti daerah aman. Oleh karena itu, sikap yang dipilih oleh Muhammadiyah dengan tidak membedakan letak geografis pemberlakuan tuntunan ibadah dalam kondisi darurat Covid-19 dalam fatwanya sudah sangat tepat. Argumentasinya, sebagaimana yang tercantum dalam fatwa.
  6. Ditambah argumentasi, dan saya sepakat, yang dikemukakan oleh Ustaz Fathurahman Kamal (Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah) mengenai pemberlakuan wilayatul hukmi Indonesia yang biasa dikenal dalam penentuan awal bulan kamariah sebagai standar pemberlakuan fatwa tuntunan ibadah dalam kondisi darurat covid-19.
  7. Jika dalam penentuan awal bulan saja yang tidak ada resiko nyawa dapat diberlakukan wilayatul hukmi semacam itu, maka dalam kasus wabah covid-19 ini ketentuan itu sangat lebih layak untuk diterapkan..
Baca Juga  Belajar Mengutamakan Allah dari Yusuf Mansur

Oleh karena itu, PP Muhammadiyah dalam edaran yang terahir nomor 04/EDR/I.0/E/2020 tentang “Tuntunan Shalat Idulfitri Dalam Kondisi Darurat Pandemi Covid-19”, dengan tegas dinyatakan:

Pertama, apabila pada tanggal 1 Syawal 1441 H yang akan datang kedaan negeri Indonesia oleh pihak berwenang (pemerintah) belum dinyatakan bebas dari pandemi Covid-19 dan aman untuk berkumpul orang banyak maka Shalat Idulfitri di lapangan sebaiknya ditiadakan atau tidak  dilaksanakan.

Hal itu untuk memutus rantai mudarat persebaran virus korona tersebut agar kita cepat terbebas daripadanya dan dalam rangka sadduẓ-ẓarīʻah (tindakan preventif) guna menghindarkan kita jatuh ke dalam kebinasaan seperti diperingatkan dalam Al-Quran (Q 2: 195) dan demi menghindari mudarat seperti ditegaskan dalam sabda Nabi saw yang sudah dikutip dalam “Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19,” yang disebut terdahulu.

Kedua, Karena tidak dapat dilaksanakan secara normal di lapangan sebagaimana mestinya, lantaran kondisi lingkungan belum dinyatakan oleh pihak berwenang bersih (clear) dari covid-19 dan aman untuk berkumpul banyak orang, maka shalat Id bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti shalat Id di lapangan. Bahkan sebaliknya, tidak ada ancaman agama atas orang yang tidak melaksanakannya, karena shalat Id adalah ibadah sunah

Surat yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si dan Sekretaris PP Muhammadiyah, Dr H Agung Danarto, M.Ag tersebut juga mewanti-wanti secara khusus warga Muhammadiyah dengan seluruh institusi yang berada di lingkungan Persyarikatan dari Pusat sampai Ranting dan jama’ah untuk memedomani tuntunan tersebut sebagai wujud mengikuti garis kebijakan organisasi untuk berada dalam satu barisan yang kokoh (QS Ash-Shaff: 4).

Baca Juga  Riset: Pesantren, Politik Dinasti, dan Oligarki Kekuasaan
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Report

Hilman Latief: Kader Muda Muhammadiyah Harus Paham Risalah Islam Berkemajuan

2 Mins read
IBTimes.ID – Hilman Latief, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia menyebut, kader muda Muhammadiyah harus paham isi daripada…
Report

Ema Marhumah: Islam Agama yang Ramah Penyandang Disabilitas

1 Mins read
IBTimes.ID – Ema Marhumah, Dosen Tafsir dan Hadis Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta mengatakan bahwa Islam adalah agama yang ramah terhadap…
Report

Salmah Orbayinah: Perempuan Penyandang Disabilitas Berhak Atas Hak Pendidikan

2 Mins read
IBTimes.ID – Salmah Orbayinah Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah (PPA) menyebut, perempuan penyandang disabilitas berhak atas hak pendidikan. Pendidikan menjadi hak dasar…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds