Perspektif

Mengapa Orang Selalu Curiga Terhadap Aksi Massa?

3 Mins read

Tesis ini penting untuk dikemukakan mengingat tidak sedikit orang selalu mencurigai aksi massa. Karena itu, menjelaskan secara sosiologis di balik kecurigaan tersebut sangat fundamental. Yaitu dengan memahami latarbelakang pengalaman, afiliasi politik, dan tentu saja faktor ekonomi. Dalam membuat pengkategorian ini, bukanlah sesuatu yang mutlak. Melainkan sekadar amatan saya saja yang memungkinkan adanya celah untuk salah dan benar.

Asbabun Nuzul Rasa Curiga

Kategori pertama, minus pengalaman pergerakan. Mereka yang tidak terlibat dalam organisasi pergerakan biasanya memiliki sikap antipati terhadap orang yang turun ke jalan. Baginya, orang yang turun ke jalan dan meneriakan keberpihakan terhadap satu isu yang diperjuangkan adalah bentuk kesia-siaan di tengah menikmati waktu luang untuk lain yang jauh lebih bermanfaat.

Apalagi, bagi orang kategori semacam ini, aksi demonstrasi dianggap sebagai bagian dari keadapan publik, mengganggu ketertiban umum. Karena itu, jika ada orang beranggapan demikian dari orang yang tidak aktif organisasi perlu dimaklumi.

Meskipun harus diakui, tidak sedikit orang yang aktif dalam pergerakan tetapi enggan untuk turun lapangan melakukan demonstrasi, mengakibatkan munculnya antipati. Tidak menguntungkan aksi demonstrasi untuk dirinya secara posisi politik juga bagian dari kemunculan antipati tersebut.

Kedua, pendukung Jokowi mentok. Kategori ini lebih pada pengkultusan Jokowi sebagai figur yang selalu benar, karena itu harus dibela. Dengan logika seperti ini, seolah-olah Jokowi adalah figur yang tetap dan tidak berubah di tengah gejolak dan tekanan politik yang memaksa dirinya harus bernegosiasi terhadap banyak hal.

Saat ada orang yang melakukan kritik terhadap Jokowi, ia dianggap masuk dalam kategori kampret. Yaitu pengkategorian di era pilpres yang sebenarnya sudah runtuh. Seiring dengan persekongkolan partai politik yang diwakilkan oleh DPR-RI di senayan untuk merealisasikan kepentingan mereka.

Baca Juga  Ada Apa Dengan "Radikalisme"?

Lebih jauh, kategori semacam ini akan nyinyir sambil menunggu momentum efek destruktif ketika demonstrasi terjadi. Kata-kata yang muncul biasanya adalah, “tuh, kan ada yang menunggangi, gue bilang juga apa, dari awal aku selalu curiga. Begini nih kalau apa-apa selalu protes? Kok mau-maunya ikut-ikutan”.

Padahal sebelumnya, tidak sedikit orang-orang semacam ini sebelumnya juga turun ke jalan dalam membela Jokowi, khususnya saat kampanye. Bahkan terlibat dalam kepanitiaan dalam pengorganisasian mendukung Jokowi. Di mana, ruang publik digunakan untuk mobilisasi massa.

***

Ketiga, kelas menengah apolitis. Mereka biasanya tumbuh dari kelas menengah ke atas yang sejak bayi sudah berkecukupan. Mereka tidak mengalami apa pun yang terkait dengan kesusahan, baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.

Dalam hidupnya tidak ada sesuatu yang perlu diperjuangkan, kecuali tentu saja mendapatkan seorang pacar. Karena mendapatkan pacar merupakan bentuk negosiasi paling rumit di tengah pesaing yang juga tidak mudah untuk ditaklukan. Tipikal semacam ini, ketika ada aksi demonstrasi dan informasinya, baik foto maupun video, lewat di linimasa akun sosial media mereka, respon yang diberikan biasanya tiga hal; cuek saja sambil mendelik ingin tahu; sumpah serapah karena dianggap mengganggu mobil yang digunakan saat melintar sehingga terjadi kemacetan; dan menunjukkan video itu sesama kelompoknya dengan bilang, “lihat nih, mau aja itu mahasiswa panas-panasan demonstrasi membela yang enggak jelas gini”.

Anomali Masa Lalu

Kategori ketiga ini bisa juga masuk kepada aktivis 1998 tetapi sekarang menikmati hasil dari jerih payah perjuangannya. Yakni kemapanan dalam karir dan menghindari resiko sebesar mungkin atas apa yang kini telah didapatkan. Komentar mereka biasanya sangat patronizing, “demonstrasi mahasiswa sekarang enggak seperti saya dulu”. Sambil menjelaskan narasi-narasi mengenai kehebatannya.

Baca Juga  Nasehat Terbuka untuk Yahya Waloni

Pertanyaannya, “mana orang peduli atas apa yang dulu dilakukan, emang aktivis 1998 hanya dia? Sementara ketika tahun itu tidak sedikit orang yang turun demonstrasi dengan porsinya masing-masing”. Tentu saja, foto lama saat aksi demonstrasi diperlihatkan untuk menunjukkan legitimasi apa yang diomongkannya.

Tidak sedikit juga kategori ini diajukan kepada mereka yang selalu mengajukan pertanyaan; “apakah yang demonstrasi itu sudah baca RUU-nya? Masa tidak baca RUU kemudian mau terlibat untuk aksi demonstrasi? Lalu di mana kecerdasan mahasiswa?”.

Anomali Aksi Massa

Dari ketiga kategori tersebut, ketika aksi demonstrasi dikabulkan oleh pembuat kebijakan dan elit politik dan kemudian membuahkan hasil, orang yang masuk dalam ketiga kategori ini sebenarnya tetap menikmati jerih payah yang dilakukan oleh orang-orang yang dinyinyirin sekaligus dilihat sebelah mata.

Demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh untuk menaikkan upah kerja dan tambahan hari libur, misalnya. Aksi-aksi mereka selalu dianggap remeh, tapi saat libur 5 hari kerja, semua orang menikmatinya sambil tentu saja lupa siapa yang memperjuangkan itu. Dengan kata lain, dalam setiap pergolakan selalu ada martir yang berani berkorban untuk melakukan perubahan.

Meskipun dalam setiap perubahan itu terjadi ada orang-orang yang enggak ngapa-ngapain tapi kemudian menikmati juga hasilnya sambil membangun narasi-narasi tentang dirinya seolah telah melakukan perjuangan yang sama.

84 posts

About author
Peneliti di Research Center of Society and Culture LIPI
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds