Perspektif

“Mengemis Online” adalah Penyakit Sosial

4 Mins read

Belakangan ramai diperbincangkan fenomena mengemis secara online yang disiarkan secara langsung melalui salah satu aplikasi media social yang sedang trend. Pelaku bahkan menjadi viral dan mendapatkan “panggung” dengan diundang berbagai acara-acara podcast, termasuk juga talkshow yang disiarkan langsung oleh beberapa stasiun televisi nasional. Ironi memang, kegiatan-kegiatan semacam ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap beberapa kalangan yang menginginkan mendapatkan uang yang banyak dengan cara yang instan, yaitu menjadi viral. Berbagai cara banyak dilakukan oleh para content creator hanya ingin mendapatkan jumlah view yang banyak, menjadi viral dan mendapatkan banyak uang, tanpa memikirkan berbagai dampak yang ditimbulkan oleh konten yang dihasilkannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengemis diartikan sebagai meminta-minta sedekah, meminta-minta dengan merendah-rendah dan dengan penuh harapan. Pengertian ini memberikan isyarat bahwa orang yang meminta belas kasihan orang lain dengan cara-cara merendahkan (diri) untuk mendapatkan uang, maka orang yang seperti ini dikategorikan sebagai pengemis. Secara konvensional, pengemis banyak dijumpai di berbagai sudut jalanan atau bahkan ada yang dengan sengaja mendatangi rumah-rumah untuk meminta belas kasihan seperti yang banyak terjadi menjelang Ramadhan dan hari raya. Hasil yang didapatkan cukup mencengangkan, setiap harinya ada yang mendapatkan puluhan hingga ratusan ribu rupiah dari meminta-minta dengan cara mengemis. Melihat fakta tersebut, siapa yang tidak tergiur mendapatkan hasil yang banyak tanpa harus susah payah bekerja keras?

Mengemis adalah Penyakit Sosial

Mengemis sejatinya merupakan penyakit malas, yakni malas bekerja dengan menggunakan cara-cara yang baik dan dibenarkan baik oleh norma, adat istiadat maupun oleh agama. Agama manapun tentu tidak membenarkan kegiatan semacam ini, sebab dengan cara mengemis menjadi penyakit malas akut yang menyebabkan pelakunya sulit untuk bangkit. Keprihatinan dijadikan sebagai objek dagangan untuk mendatangkan simpati orang lain sehingga mereka mendapatkan belas kasihan berupa uang.

Baca Juga  Napolean Dynomite Inspired This Artist To Create A Masterpiece

Para pengemis merupakan orang-orang yang tidak memiliki motivasi bekerja, dan juga tidak memiliki inisiatif untuk mencari pekerjaan. Artinya, orang-orang yang seperti ini bisa saja dinobatkan sebagai orang yang sangat malas sehingga keinginannya hanyalah bersantai-santai dan tidak ada kemauan sama sekali untuk bekerja. Sebenarnya ada banyak yang menjadi dalih pembenaran kegiatan mengemis, bukan hanya masalah sulit secara finansial, namun ada juga yang mengemis disebabkan oleh ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang dan alkohol, dan juga kondisi kesehatan mental yang tidak stabil.

Banyak pemerintah daerah yang menganggap mengemis sebagai penyakit sosial dan melarang masyarakat untuk memberikan uang kepada mereka. Tidak hanya pengemis, gelandangan dan anak jalanan pun turut menjadi objek yang dilarang untuk diberikan uang. Memberikan uang kepada mereka sama saja membiarkan mereka terus hidup dengan gaya yang seperti itu. Bahkan pengemis yang diberikan uang bisa jadi kondisi finansialnya jauh lebih mapan dibandingkan dengan pemberi uang.

***

Pada era disrupsi seperti saat ini, teknologi dan inovasi mampu mengubah cara kerja secara signifikan. Era disrupsi menuntut individu untuk selalu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi demi bertahan dan meningkatkan daya saing. Para pengemis pun memanfaatkan perkembangan teknologi untuk mendukung aktivitas mengemis, sehingga mereka bisa menjangkau para dermawan lebih luas dengan potensi menghasilkan uang pun semakin lebih besar. Dengan bantuan internet, para pelaku meminta bantuan finansial kepada siapa saja yang rela memberikan uangnya.

Beberapa orang menggunakan media sosial dengan fitur live streaming, seperti yang belakangan viral yaitu live streaming mandi lumpur. Kegiatan mandi lumpur ini berhasil menarik simpati penonton, sehingga tidak sedikit yang memberikan gift dengan jumlah yang lumayan besar. Penonton yang tertarik memberikan gift mungkin merasa iba, sebab artis yang muncul pada video tersebut merupakan sosok orang tua yang tidak seharusnya melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat seperti itu. Namun inilah sebenarnya modal utamanya, yaitu bagaimana menjual “keprihatinan” untuk menggugah hati penonton sehingga mereka rela memberikan uang untuk artis tersebut.

Baca Juga  Khaby Lame: Hafiz Al-Qur’an yang Jadi Raja TikTok

Mengemis Dilarang dalam Islam

Upaya mewujudkan kehidupan yang lebih baik telah diatur dengan sangat komprehensif dalam ajaran Islam. Setiap individu diwajibkan untuk menjaga diri dan keluarganya dari hal-hal yang dapat merugikan, bahkan didorong untuk mendatangkan kemaslahatan dunia dan akkhirat. Imam Asy-Syaitibi mengungkap pentingnya menjaga diri dan keluarga dalam teori maqashid Syariah dengan ungkapan hifdlu an-nafs dan hifdlu an-nasl. Harga diri seorang muslim sangat berharga dihadapan Allah swt, namun terkadang factor manusianya sendiri yang justru merendahkan harga dirinya dihadapan manusia lainnya. Orang yang mengemis, meminta belas kasihan adalah orang yang telah merendahkan harga dirinya. Orang seperti ini tidak mampu menjaga dirinya sendiri, maka kemungkinan besar juga tidak mampu memberikan penjagaan terhadap keluarganya.

Banyak tuntunan dalam ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk lebih meningkatkan produktivitas dengan bekerja, tidak dengan menunggu belas kasihan orang lain. Rasul SAW pun sangat mengapresiasi orang yang banyak memberi (bersedekah) dibandingkan orang yang hanya menunggu bantuan orang lain. Rasulullah SAW bersabda: “Tangan yang diatas lebih baik daripada tangan yang dibawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.” (HR. Mutafaq Alaih).

Senada dengan hal tersebut, Rasul SAW juga bersabda: “Barangsiapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api, maka silakan ia meminta sedikit atau banyak.” (HR. Muslim)

Ekonomi Islam Memberikan Solusi

Paradigma utama yang dibangun dalam kerangka ekonomi Islam adalah ketauhidan. Paradigma ini memberikan bimbingan tentang bagaimana seseorang harus percaya sepenuhnya terhadap Allah swt dalam berbagai aspek kehidupan. Seringkali seseorang khawatir tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya lantaran merasa terhimpit kesulitan finansial, sehingga dia menafikan peran Allah yang sebetulnya telah mengatur rizkinya dengan sistematis.

Baca Juga  Virus Corona: dari Wuhan atau dari Tuhan?

Istrumen ekonomi Islam untuk mengatasi masalah sosial berupa fenomena mengemis ini adalah instrumen keuangan sosial, diantaranya zakat, infak dan sedekah (ZIS). Instrumen ZIS telah terbukti memberikan kontribusi yang sangat besar dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Program-program pemberdayaan masyarakat telah dicanangkan untuk membantu meminimalisir angka kemiskinan karena kesulitan mendapatkan penghasilan, dan ini terus dibangun dan dikembangkan agar betul-betul memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

Rasulullah SAW pernah memberikan contoh yang sangat baik dalam membangun mentalitas kemandirian para shahabat untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Hal ini juga yang terus dilakukan oleh instrumen keuangan sosial Islam, yaitu dengan memberikan soft skill dan hard skill agar masyarakat mampu bangkit untuk bekerja dan berusaha dalam menopang kebutuhan keluarganya. Jika ini sudah terwujud, maka bukan tidak mungkin kesejahteraan (falah) dapat terwujud seperti pada era shalafus shalih terdahulu. Maka islam mengobati penyakit ini dengan du acara, mengobati mentalnya agar tidak lagi bermental peminta-minta (soft skill), dan mengobati malasnya dengan pelatihan keterampilan agar mampu bekerja secara baik (hard skill).

Editor: Yahya

Eris Munandar
14 posts

About author
Dosen / Ketua LPPM STEI Ar-Risalah Ciamis
Articles
Related posts
Perspektif

Buat Akademisi, Stop Nyinyir Terhadap Artis!

3 Mins read
Sebagai seorang akademisi, saya cukup miris, heran, dan sekaligus terusik dengan sebagian rekan akademisi lain yang memandang rendah profesi artis. Ungkapan-ungkapan sinis…
Perspektif

Begini Kira-Kira Jika Buya Hamka Berbicara tentang Bola

3 Mins read
Kita harus menang! Tetapi di manakah letak kemenangan itu? Yaitu di balik perjuangan dan kepayahan. Di balik keringat, darah, dan air mata….
Perspektif

Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

4 Mins read
Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *