Tarikh

Sejarah & Penderitaan Etnis Rohingya

4 Mins read

Rohingya mungkin tidak asing lagi terdengar di mata orang dunia pada umumnya, khususnya di mata orang Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah seringkali menampung para pengungsi Rohingya di sepanjang jalur laut daerah kawasan Aceh Utara. Puluhan hingga ratusan kelompok Rohingya memilih mengungsi di kawasan tersebut. Namun apa sebenarnya yang terjadi pada sekelompok orang Rohingya tersebut? Berikut ulasan singkat tentang Rohingya.

Asal Usul Kata Rohingya

Seorang sejarawan Khalilur Rahman mengatakan, kata “Rohingya” berasal dari bahasa Arab yaitu “Rahma” yang artinya pengampunan. Sejarawan tersebut menulusuri peristiwa kecelakaan kapal pada abad ke-8, tepatnya pada saat sebuah kapal Arab terdampar di Pulau Ramree (perbatasan Bangladesh dan Myanmar).

Pada saat itu, para pedagang keturunan Arab itu terancam hukuman mati oleh Raja Arakan. Mereka memohon pengampunan dan berteriak “Rahma“. Penduduk Arakan yang kesulitan mengatakan “Rahma” mereka justru menyebut “Raham” (Kasihanilah kami) dari kata “Raham” berubah menjadi “Rohang” dan akhirnya menjadi “Rohingya”.

Sejarah dan Asal Usul Etnik Rohingya

Menurut catatan sejarah, komunitas Muslim telah mendiami wilayah Arakan (nama kuno Rakhine) sejak masa pemerintahan seorang raja Buddhis bernama Narameikhla atau Min Saw Mun (1430–1434) di kerajaan Mrauk U. Narameikhla mendapatkan tahta di Arakan dengan bantuan dari Sultan Bengal saat itu. Kemudian ia membawa serta orang-orang Bengali untuk tinggal di Arakan guna membantu administrasi pemerintahannya, demikianlah komunitas Muslim pertama terbentuk di wilayah itu. Organisasi Nasional Rohingya Arakan (ARNO) menyatakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari bangsa Arab, Moor, Persia, Afghanistan, Pathan, Moghul, Bengali, dan beberapa orang Indo-Mongoloid.

Baca Juga  Sejarah Nasyiatul Aisyiyah: Bermula dari Kegiatan Ekstrakurikuler

Kerajaan Mrauk U berstatus sebagai wilayah pengaruh dari kesultanan Bengal sehingga Raja Narameikhla menggunakan gelar dalam bahasa Arab termasuk dalam nama-nama pejabat istananya dan memakai koin yang bertuliskan aksara Arab Persia pada satu sisinya dan aksara Burma pada sisi lainnya sebagai mata uangnya. Pada abad ke-17 populasi Muslim meningkat karena mereka dipekerjakan dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam pemerintahan saja. Suku Kamein, salah satu etnis Muslim di Rakhine yang yang bermigrasi ke Arakan pada masa ini. Pada tahun 1785 kerajaan Burma menguasai Arakan; mereka menerapkan politik diskriminasi dan mulai mengusir orang-orang Muslim Arakan.

Pada tahun 1799 sebanyak 35.000 orang Arakan mengungsi ke wilayah Chittagong di Bengal yang saat itu dikuasai Inggris untuk mencari perlindungan. Tahun 1826 Arakan diduduki oleh Inggris setelah perang Inggris-Burma I (1824-1826). Pemerintah Inggris memindahkan para petani dari wilayah yang berdekatan ke Arakan, termasuk orang-orang Rohingya yang sebelumnya mengungsi dan orang-orang Bengali dari Chittagong.

Saat itu, wilayah Arakan dimasukkan dalam daerah administrasi Bengal (Bangladesh sekarang) sehingga migrasi penduduk di kedua wilayah itu terjadi dengan mudah. Pada awal abad ke-19 gelombang imigrasi dari Bengal ke Arakan semakin meningkat karena didorong oleh kebutuhan tenaga kerja yang murah. Populasi para pendatang lebih banyak daripada penduduk asli sehingga menimbulkan ketegangan etnis.

***

Pada waktu adanya kekosongan kekuasaan, kekerasan antara kedua kelompok suku Rakhine yang beragama Buddha dan suku Rohingya yang beragama Muslim semakin meningkat. Ditambah lagi, orang-orang Rohingya dipersenjatai oleh Inggris guna membantu Sekutu untuk mempertahankan wilayah Arakan dari pendudukan Jepang. Hal ini dibalas oleh pemerintah Jepang dengan melakukan penyiksaan, pembunuhan dan pemerkosaan terhadap orang-orang Rohingya. Selama masa ini, puluhan ribu orang Rohingya mengungsi keluar dari Arakan menuju Bengal. Pada tahun 1940-an orang-orang Rohingya berusaha meminta bantuan Pakistan di bawah Mohammad Ali Jinnah untuk membebaskan wilayahnya dari Burma, tetapi ditolak oleh pemimpin Pakistan tersebut karena tidak mau mencampuri urusan internal negeri Burma. Pada tahun 1947 orang-orang Rohingya membentuk Partai Mujahid yang merupakan kelompok jihad untuk mendirikan negara Muslim yang merdeka di Arakan utara.

Baca Juga  Rasyid Ridla (6): Tumbangnya Rezim Syarif Husein dan Kembalinya Kekuasaan Muhammad Ibnu Sa’ud

Burma merdeka pada tahun 1948, dan pemerintahan parlementer Myanmar 1948-1962 mengakui kewarganegaraan Rohingya. Peristiwa ini sekaligus menyingkirkan kisah lama yang berkembang bahwa Rohingya merupakan “pendatang baru”. Seiring dengan diakui mereka pun mendapat dokumen-dokumen resmi dan menikmati berbagai fasilitas sebagai warga negara. Bahkan radio nasional memiliki segmen khusus yang dibawakan dengan menggunakan bahasa Rohingya. Inilah masa “manis” yang pendek bagi Rohingya.

Pada tahun 1962 Jenderal Ne Win melakukan kudeta dan  melakukan operasi militer untuk meredam aksi separatis Rohingya. Salah satu operasi militer yang dilancarkan pada tahun 1978 yang disebut “Operasi Raja Naga” menyebabkan lebih dari 200.000 orang Rohingya mengungsi ke Bangladesh akibat kekerasan, pembunuhan dan pemerkosaan besar-besaran. Pemerintah Bangladesh menyatakan protes atas masuknya gelombang pengungsi Rohingya ini. Pada bulan Juli 1978 setelah dimediasi oleh PBB, pemerintah Myanmar menyetujui untuk menerima para imigran Rohingya untuk kembali ke Rakhine.

***

Pemerintah Myanmar menetapkan bahwa etnik Rohingya tidak memenuhi syarat untuk mendapat kewarganegaraan di bawah UU Kewarganegaraan baru tahun 1982, yang menetapkan batas pengakuan kewarganegaraan adalah mereka yang sudah menetap secara permanen sebelum tahun 1823. Pemerintahan Jenderal Ne Win hanya mengakui 135 kelompok etnik yang memenuhi persyaratan, dan etnik Rohingya berada di luarnya. Daftar inilah yang masih digunakan pemerintah Myanmar hingga saat ini. Pada 1799, seorang ahli bedah, Francis Buchanan, bersama perusahaan British East India berpergian ke Myanmar dan sudah menemukan warga muslim yang telah lama menetap di Rakhine. Ini membuktikan bahwa warga muslim Rohingya sudah hidup di Rakhine setidaknya 25 tahun sebelum 1823.

Sejak tahun 1990 sampai saat ini, pemerintah junta militer Myanmar menerapkan politik diskriminasi terhadap suku-suku minoritas di Myanmar, termasuk Rohingya, Kokang dan Panthay. Pada tahun 2012 terjadi kerusuhan rasial antara suku Rakhine dan Rohingya yang dipicu oleh pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis Rakhine oleh para pemuda Rohingya yang disusul pembunuhan sepuluh orang pemuda Muslim dalam sebuah bus oleh orang-orang Rakhine.

Baca Juga  Riyoyo Ketupat: Metode Sunan Kalijaga Mengislamkan Jawa

Peristiwa tersebut menyulut Kerusuhan Sosial Menurut pemerintah Myanmar, akibat kekerasan tersebut, 78 orang tewas, 87 orang luka-luka, dan lebih dari 140.000 orang terlantar dari kedua belah pihak baik suku Rakhine maupun Rohingya. Pemerintah menerapkan jam malam dan keadaan darurat yang memungkinkan pihak militer bertindak kejam di Rakhine. Nasib ratusan pengungsi Rohingya di Indonesia khususnya kawasan Aceh Utara masih terkatung-katung. Darah dan air mata Rohingya adalah darah dan air mata kita semua, maka dari itu seharusnya kita sebagai umat yang mempunyai jiwa empati dan bukan hanya dipandang dari segi agama, ras, dan lain sebagainya, tetapi turut ikut serta membantu dan meringankan sedikit beban para pengungsi Rohingya.

Editor: Yahya

Tesa Wahyuni
2 posts

About author
Mahasiswi UIN Imam Bonjol Padang
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *