Perspektif

Menghitung Waktu Shalat dengan Ilmu Miqat, Naskah Kuno

3 Mins read

Dalam sehari-hari, kita mengetahui waktu shalat dari kumandang adzan masjid, musola, bahkan aplikasi ponsel. Untuk menentukan waktu-waktu shalat tersebut, ulama memiliki kaidah khusus dalam menentukannya. Ada ulama yang berpegang dengan metode melihat posisi bulan, dan ada yang menggunakan hisab (menghitung) sebagaimana Muhammadiyah. Terdapat naskah kuno di nusantara berkenaan dengan ilmu kalkulasi waktu, bernama ilmu miqat

Beda Manuskrip dan Naskah Kuno

Dilansir dari artikbbi.com, arti atau definisi dari kata manuskrip menurut KBBI merupakan naskah tulisan tangan yang menjadi kajian filologi atau naskah, baik tulisan tangan (dengan pena, pensil) maupun ketikan (bukan cetakan).

Sedangkan naskah, dalam bahasa arab naskah berasal dari kata (نص : teks), (نسخ : menyalin), (نسخة : salinan). Secara gamblangnya, naskah merupakan segala macam dokumen buatan tangan manusia secara langsung, baik ditulis maupun diketik. Ia berbeda dari dokumen yang dicetak dengan mesin.

Dalam membahas atau mengulik suatu naskah, kita harus memahami dua ilmu dasar kenaskahan, yaitu filologi dan kodikologi. Kedua ilmu ini koheren dalam mengupas dalam isi teks dan naskah manuskrip. Teks merupakan isi dari manuskrip, sedangkan naskah merupakan bentuk fisik dari manuskrip tersebut.

Filologi dan Kodikologi

Kedua ilmu ini wajib ada dalam mengkaji sebuah manuskrip. Filologi secara khusus merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah lama untuk menetapkan keasliannya, bentuknya semula, serta makna isinya. Objek kajian filologi dari beberapa manifestasi kebudayaan, terfokus pada kajian terhadap manuskrip atau naskah kuno. Sedangkan menurut Baried, kodikologi merupakan ilmu yang mempelajari semua aspek pernaskahan yang meliputi bahan, umur, dan penulisan naskah. Fokusnya adalah mengkaji naskah lama yang mengandung tulisan kuno.

Mengapa harus mengkaji manuskrip? Sudah diketahui manuskrip itu naskah kuno yang rentan rapuh. Sebelum manuskrip mengalami kepunahan, baiknya kita mengkajinya dulu, karena banyak peninggalan sejarah dan budaya dalam bentuk khazanah naskah tulisan tangan, yang relevan dengan konteks kekinian. Maka dari itu, naskah kuno bukan hanya sekedar objek tua yang tidak berarti untuk kepentingan masa depan.

Baca Juga  Lebaran Tanpa Ketupat dari Sanak Saudara

Kondisi Naskah Kuno

Naskah kuno ilmu miqat ini merupakan koleksi Ustaz Kholid yang berdomisi di Desa Lampuyang Udik, Kabupaten Serang, Banten. Beliau adalah seorang tokoh agama yang memiliki silsilah keluarga dengan Syekh Nawawi al-Bantani. Menurut penuturan, naskah ini diperoleh dari warisan turun temurun keluarganya.

Naskah kuno ini ditulis dengan khat naskhi, menggunakan tinta hitam dan merah sebagai rubrikasi. Naskah kuno ini tidak memiliki nomor halaman dan tidak terdapat iluminasi dan ilustrasi yang menjelaskan isi suatu teks. Naskah ini tidak memiliki judul, hanya serpihan yang mungkin terlepas dari naskah induknya. Naskah kuno ini terdiri dari 2 lembar, 4 halaman, dan 20 baris teks dalam setiap halamannya.

Dan naskah kuno ini membahas mengenai ilmu falak atau astronomi. Masyarakat lokal mengenalnya dengan ilmu perbintangan atau ilmu perhitungan, karya Syaikh Abdul Ghaffar bin Ma’ruf Kelapiyan.

Ilmu Miqat untuk Waktu Shalat

Ilmu miqat merupakan ilmu untuk mencari waktu-waktu shalat, puasa, dan haji dengan metode perhitungan untuk puasa dan haji. Ilmu miqat mengandung pengetahuan tentang ilmu falak mengenai perhitungan siang dan malam dengan menggunakan metode hisab.

Lingkupnya mencakup tentang waktu-waktu sholat, serta, melakukan perhitungan dengan tanpa alat atau mesin. Pada zaman Rasulullah waktu shalat ditentukan berdasarkan observasi terhadap gejala alam dengan melihat langsung matahari. Sebelum manusia menemukan alat hisab/perhitungan falak/astronomi.

Dengan berkembangnya peradaban manusia, berbagai kemudahan-kemudahan diciptakan untuk membuat manusia lebih praktis dalam segala hal termasuk dalam beribadah, khususnya shalat fardhu. Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah dua kalimat syahadat.

Waktu-waktu Shalat Fardhu Lima Waktu

Waktu subuh, adalah waktu shalat yang diawali saat fajar shiddiq sampai matahari terbit (syuruk). Fajar shiddiq ialah terlihatnya cahaya putih yang melintang mengikut garis lintang ufuk di sebelah Timur akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer. 

Baca Juga  Bolehkah Memakai Sandal di Makam?

Menjelang pagi hari, fajar ditandai dengan adanya cahaya samar yang menjulang tinggi di arah Timur yang disebut fajar kidzib atau fajar semu yang terjadi akibat pantulan cahaya matahari. Setelah cahaya ini muncul beberapa menit kemudian cahaya ini hilang dan langit gelap kembali. Saat berikutnya barulah muncul cahaya menyebar di langit dan inilah dinamakan fajar shiddiq.

Waktu dzuhur, disebut juga waktu Istiwa (zawaal) terjadi ketika matahari berada di titik tertinggi. Istiwa juga dikenal dengan sebutan tengah hari. Pada saat Istiwa, mengerjakan ibadah shalat (baik wajib maupun sunnah) adalah haram. Waktu shalat dzuhur tiba sesaat setelah Istiwa, yakni ketika matahari telah condong ke arah barat. 

Waktu ashar, waktu shalat ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri.

Waktu maghrib, waktu shalat maghrib diawali saat matahari terbenam di ufuk, sampai hilangnya cahaya merah di langit barat.

Waktu ‘isya, waktu shalat isya diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit barat, hingga terbitnya fajar shiddiq di langit timur.

Waktu imsak adalah awal waktu berpuasa. Diawali 10 menit sebelum waktu shalat subuh dan berakhir saat waktu shalat subuh.

Adapun sesuai dengan perhitungan waktu, terdapat waktu-waktu khusus yang dilarang padanya untuk shalat. Berikut waktu yang diharamkan shalat :wa

1) Waktu selepas shalat subuh hingga matahari terbit.
2) Waktu istiwa atau tengah hari, hingga tergelincirnya matahari, kecuali hari Jumat.
3) Waktu selepas shalat ashar hingga matahari kekuningan.
4) Waktu matahari kekuningan hingga matahari terbenam.

Demikian adalah salah satu muatan ilmu miqat yang terdapat dalam naskah kuno tersebut. Hal ini menjadikan pentingnya kita untuk menyelami khazanah literatur ilmu Islam lebih dalam guna memahami mutiara-mutiara Islam.

Baca Juga  Najmuddin Al-Thufi dan Fikih Kemaslahatan

Editor: Shidqi Mukhtasor

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds