Buku Islam yang Disalahpahami merupakan buku ketiga dari trilogi Islam yang Saya Anut, dan Islam yang Saya Pahami. Buku ini merupakan lanjutan dari karya Quraish Shihab sebelumnya, yakni Islam yang Saya Pahami.
Ringkasan Buku Islam yang Saya Anut
Di buku pertamanya, Islam yang Saya Anut, Quraish Shihab membahas tentang dasar-dasar ajaran Islam. Buku itu berusaha untuk menguraikan persoalan-persoalan yang ia anggap penting untuk diketahui dalam rangka melaksanakan ajaran Islam.
M. Quraish Shihab sendiri menggunakan kata “anut” untuk menjadi judul buku. Kata anut, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti ikuti. Sedangkan kata menganut mempunyai arti mengikuti.
Kata ini dipilih, sebab, terang Quraish Shihab, terdapat beberapa persoalan dalam Islam yang tidak bisa dijangkau oleh nalar manusia. Namun, meski begitu, sebagai muslim kita tetap punya kewajiban untuk mengikutinya dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Sedang dalam buku keduanya ia memilih kata “paham” sebagai judul. Menurut Quraish Shihab, “memahami sesuatu” berarti “mengerti/mengetahuinya dengan baik”. Dalam buku kedua ini, ia berusaha untuk membahas tentang pokok-pokok penting dari ajaran Islam yang perlu masyarakat pahami.
Tentang Buku Islam yang Disalahpahami
Buku Islam yang Disalahpahami terbit pertama kali di tahun 2018. Buku ini diterbitkan oleh Lentera Hati, dan hingga kini telah mencapai cetakan ketiganya. Islam yang Disalahpahami merupakan buku lanjutan setelah buku pertama, Islam yang Saya Anut, dan buku kedua, Islam yang Saya Pahami.
Dalam buku ketiga ini, Quraish Shihab mencoba menghidangkan beragam persoalan dalam ajaran agama Islam yang seringkali disalahpahami oleh orang-orang. Kesalahpahaman ini kadangkala menciptakan ungkapan jika Islam adalah, “The Misunderstood Religion”.
Menurut Quraish Shihab, kesalahpahaman tentang Islam terjadi akibat kedangkalan pemahaman tentang ajaran Islam, baik yang dilakukan oleh non muslim, maupun oleh kalangan muslim itu sendiri.
Salah satu kesalahpahaman yang kerap terjadi di tengah kalangan umat muslim adalah anggapan bahwa penafsiran tentang ajaran Islam hanya satu dan yang berbeda dari itu, keislamannya diragukan, atau bahkan dianggap bukan muslim.
Mereka menduga bila setiap perbedaan secara otomatis berarti pertentangan. Mereka menduga bahwa kebenaran mereka bersifat mutlak dan menyeluruh. Sedang Quraish Shihab sendiri tak sependapat dengan pandangan semacam ini. Menurutnya, itu adalah sebuah kesalahpahaman.
“Ketika seseorang mengatakan, “Gajah itu binatang berbadan besar,” yang lain mengatakan, “Gajah bertaring,” dan yang ketiga mengatakan, “Gajah berbelalai”, maka ketiga pernyataan ini benar adanya, walau belum bisa menggambarkan gajah secara menyeluruh” (hal 3).
Dengan kata lain, belum tentu jika sesuatu dianggap benar, maka sesuatu yang lain otomatis menjadi salah. Untuk itu, menurut Quraish Shibab, tidak ada seorangpun yang seyogyanya mendaku mutlak ketika menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadis, baik ia seorang pakar, apalagi yang bukan.
Ia pun berkali-kali menekankan bahwa apa yang menjadi isi dari buku Islam yang Disalahpahami, yakni tentang fitnah, kesalahan, dan kesalahpahaman menyangkut Islam berasal dari pemahaman pribadinya tentang Islam, yang mana, mungkin saja berbeda dengan pemahaman milik orang lain.
Isi Buku
Islam yang Disalahpahami berisi 12 topik pembahasan, yang dihidangkan dalam 390 halaman. Dua belas topik yang dibahas berisi beberapa kesalahpahaman yang seringkali dinisbahkan pada agama Islam.
Kedua belas topik/tema tersebut antara lain: Muhammadanisme. Menyangkut Al-Qur’an dan Sunnah, Kesalahpahaman tentang Nabi Muhammad Saw, Islam tersebar dengan Pedang, Jizyah, Yang Murtadi Dibunuh?, serta Perbudakan.
Ada pula tema mengenai Sanksi-Sanksi dalam Hukum Islam, Perempuan, Perceraian, Ayat-Ayat yang Disalahpahami, serta Hadis-Hadis yang Disalahpahami. Seperti biasa, Quraish Shihab mencoba menghidangkan kedua belas topik tersebut dengan bahasa dan pembahasan yang mudah dipahami awam.
Salah satu kesalahpahaman yang dikupas dalam buku ini ialah mengenai pernyataan bila Al-Qur’an yang dibaca kaum muslim dewasa ini tidak lagi autentik. Selain itu, disamping ada kekurangan dan kelebihan, juga terdapat kesalahan dan ketiadaan akurasi dalam pencatatannya.
Di dalam bab Menyangkut Al-Qur’an dan Sunnah, Quraish Shihab menepis pernyataan di atas. Ia menekankan bahwa memang, pada masa kenabian, apalagi pada periode Makkah, kemampuan menulis masyarakat serta alat-alat tulis memang belum memadai.
Namun menurutnya, itu bukan berarti Al-Qur’an pada zaman tersebut belum terekam dengan sempurna. Sebab, menurut Quraish Shihab, “… di samping ada segelintir sahabat Nabi yang memiliki kemampuan tulis-menulis, masyarakat Arab ketika itu secara umum amat sangat kuat daya hafalnya” (hal. 21).
***
Pun tidaklah benar pernyataan bila Al-Qur’an tidaklah tertulis sejak turunnya. Banyak bukti sejarah, tulis Quraish Shihab, yang menyatakan bahwa Nabi Saw memerintahkan beberapa sahabat yang pandai menulis untuk menuliskan Al-Qur’an sesaat setelah beliau menerima wahyu dari malaikat Jibril.
Mereka menuliskannya di berbagai medium tulisan; pelepah kurma, tulang, batu, serta di kulit-kulit binatang yang telah disamak. Ayat-ayat yang ditulis ini kemudian disimpan di rumah Rasul Saw.
Demikianlah salah satu contoh dari kesalahpahaman yang dinisbahkan pada agama Islam. Dalam buku ini, masih terdapat banyak kesalahpahaman mengenai Islam yang dikupas dengan runtut oleh Quraish Shihab.
Yang saya sukai dari buku ini ialah penulisannya. Quraish Shihab menulis Islam yang Disalahpahami dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Tentunya, hal ini akan mempermudah siapapun yang hendak memahami isu buku, terlepas ia pakar agama Islam ataupun seorang awam.
Buku ini amat cocok dibaca mereka yang ingin mengetahui apa saja topik dalam ajaran Islam yang sering disalahpami, serta apa yang sebenarnya menjadi kebenaran. Dengan bahasa yang sederhana, serta pembahasan yang mudah dipahami, buku ini amat layak untuk dibaca.