Perspektif

Menikah di Bulan Syawal: Antara Sunah dan Larangan

4 Mins read

Bulan Ramadan telah usai, datanglah hari kemenangan umat Muslim, yakni hari raya Idulfitri. Bulan Ramadan menyisakan haru dan kesedihan serta kenikmatan, di mana dalam bulan suci itu umat muslim melaksanakan kewajiban dan amalan-amalan baik lainnya. Bulan Ramadan mewajibkan umat muslim berpuasa dengan ketentuan-ketentuannya dan menyunahkan untuk banyak melakukan kebaikan. Setelahnya, ada bulan Syawal, bagaimana hukum menikah di bulan syawal?

Menikah di Bulan Syawal

Masyarakat Indonesia memiliki banyak tradisi di bulan Syawal, bahkan setiap daerah memiliki tradisi masing-masing. Namun, beberapa tradisi yang banyak dilakukan masyarakat adalah tradisi silaturahmi, mudik, tasyakuran bahkan menikah. Menikah menjadi salah satu tradisi yang tak dapat dilepaskan dari kehidupan terlebih bagi orang dewasa yang sudah matang. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖۤ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَا جًا لِّتَسْكُنُوْۤا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰ يٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum 30: Ayat 21).

Kutipan ayat tersebut menyatakan bahwa sejatinya manusia berpasang-pasangan, laki-laki dengan perempuan maupun sebaliknya. Hal ini menandakan bahwa menikah salah satu agenda manusia untuk menjalin kasih sayang dalam lingkaran yang sah, juga untuk mendapatkan keturunan.

Pandangan Islam Tentang Pernikahan

Pernikahan berasal dari bahasa Arab yaitu An-nikh yang bermakna jimak, bersetubuh hubungan seksual. Menikah dalam pandangan Islam ringkasnya melakukan akad yang sesuai dengan ajaran dan anjuran dalam Islam dan bertujuan, salah satunya untuk mendapatkan keturunan. Ulama pun memiliki pelbagai perspektif dalam memandang pernikahan.

Baca Juga  Antara Ujaran Pak Menteri dan Status Quo Pernikahan

Mazhab Hanafi memandang pernikahan adalah mendapatkan hak milik untuk melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang tidak ada halangan secara syar’i. Mazhab Maliki memandang pernikahan sebuah akad yang akan menghalalkan hubungan seksual.

Mazhab Syafi’i memandang pernikahan sebagai kebolehan melakukan hubungan seksual dengan lafaz  nikah, tazwij dan lainnya yang sepadan. Mazhab Hambali memandang pernikahan adalah akad yang diakui di dalamnya lafaz nikah, tazwij atau lafaz yang sepadan.

Berdasarkan pandangan menikah oleh beberapa ahli fikih tersebut menikah merupakan satu langkah yang berupa akad dengan maksud untuk menyahkan perbuatan berkenaan dengan seksualitas. Namun, seks bukan tujuan utama yang akan didapatkan dalam pernikahan, seks hanya satu dari bagian yang menjadi tujuan menikah dari tiap manusia.

Hukum Menikah

Pandangan hukum terhadap pernikahan pun beragam, menikah bisa dikatakan wajib, bisa dikatakan sunah, bisa dikatakan mubah, bisa dikatakan makruh, dan juga bisa dikatakan haram bagi beberapa pihak yang akan melaksanakan nikah.

Menikah dihukumkan wajib dalam Islam, jika seseorang memiliki kapasitas yang mumpuni dalam menjalankannya dan jika tidak menikah ia akan terjerumus dalam perbuatan zina. Sunah apabila seseorang mampu untuk menikah namun, jika tidak menikah ia tidak akan terjerumus dalam perbuatan zina.

Mubah apabila seseorang mampu untuk tidak terjerumus dalam zina, sedangkan ia menikah hanya untuk kesenangan semata. Makruh apabila seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menikah dan menahan diri dari perbuatan zina dan apabila dipaksakan akan menimbulkan mudlarat. Haram apabila seseorang tidak memiliki kapasitas untuk menikah dan jika menikah ia tidak akan sanggup memenuhi kewajiban dan hak sebagai suami terhadap istri maupun sebaliknya.

Menikah tidak semudah yang dibayangkan oleh beberapa golongan. Pernikahan merupakan satu langkah awal yang akan ditempuh kedua pihak untuk mendapatkan kriteria masing-masing, ada yang ingin menjadikan teman hidup, ada yang ingin mendapatkan keturunan, dan lain sebagainya. Maka, proses setelah akad pernikahanlah yang akan ditempuh berbeda dari sebelum menikah.

Baca Juga  Refleksi Nilai-Nilai Pancasila dalam Al-Qur’an

Pandangan Negara

Indonesia merupakan negara yang multikultural dengan segala keanekaragamannya. Pemerintah pun mengatur hukum-hukum yang berlaku Indonesia, sebagai contoh hukum tentang perkawinan. Di Indonesia memiliki banyak Undang-undang yang mengatur tentang perkawinan.

Undang-undang Republik Indonesia  Nomor 1 Tahun 1974 Tentang  Perkawinan Bab 1 Pasal 1 berbunyi Perkawinan  adalah  ikatan  lahir  batin  antara  seorang  pria  dan  seorang  wanita  sebagai suami  istri  dengan  tujuan  membentuk  keluarga  atau  rumah  tangga  yang  bahagia  dan  kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Adanya peraturan yang disahkan oleh Pemerintah bahwa menjadikan pernikahan suatu anjuran dari Pemerintah guna membentuk keluarga.

Pada Bab 1 Pasal 2 ayat 1 berbunyi  Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Pasal ini membuktikan bahwa setiap warga negara berhak melakukan pernikahan sesuai ajaran-ajaran yang ada di agama masing-masing tidak terkecuali agama Islam. Hal-hal yang menyangkut ketentuan perkawinan pun di Indonesia tidak menyimpang dari ajaran Islam.

Sunah Menikah di Bulan Syawal

Di Indonesia memiliki beragam tradisi dalam pelaksanaan pernikahan, salah satunya mengadakan pernikahan di bulan Syawal. Fenomena ini banyak ditemui di berbagai daerah, karena bulan Syawal diasumsikan sebagai bulan yang baik untuk melangsungkan pernikahan di samping bulan yang baik dalam melaksanakan ibadah lainnya seperti salat Idulfitri. Maka, tidak heran jika banyak masyarakat yang melangsungkan pernikahan di bulan Syawal.

Tradisi ini didasari dari Hadits Rasulullah SAW

تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ e فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ e كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟، قَالَ: ((وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ)) [رواه مسلم]

“Rasulullah e menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan Syawal pula. Maka istri-iteri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” (Perawi) berkata, “Aisyah Radiyallahu ‘anhaa dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal.” (HR.  Muslim)

Baca Juga  Tak Perlu Khawatir Kanker di Tengah Pandemi

Seorang peneliti bernama Mohammad Subhan Zamzami melakukan penelitian terhadap pernikahan yang dilaksanakan pada bulan Syawal di daerah Pamekasan, Madura. Ia mencatat bahwa kurang lebih masyarakat Pamekasan melaksanakan pernikahan di bulan Syawal rentan tahun 2013 sampai 2017 sebanyak 461 kasus. Ini menandakan bahwa menikah di bulan Syawal merupakan anjuran yang baik dan tidak menyimpang jika menjadi tradisi masyarakat Indonesia.

Larangan Menikah di Bulan Syawal

Larangan menikah di bulan Syawal juga menjadi problem yang tidak bisa dianggap remeh. Seorang peneliti bernama Sirtatul Laili meneliti kasus yang terjadi di daerah  Desa Sokong  Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara bahwa daerah tersebut melarang adanya perlangsungan pernikahan salah satunya di bulan Syawal yang disebut adat Nyowok.

Ia mengungkap bahwa adat daerah tersebut sudah dijadikan hukum dengan pertimbangan yang matang karena berbagai alasan dan apabila melanggar akan dikenakan denda sesuai peraturan. Sedangkan, ini berlawanan dengan ketentuan ajaran Islam dan Pemerintah, sebagaimana yang sudah mampu dan melengkapi syarat untuk menikah, maka diperbolehkan menikah.

Sebagai umat Muslim, hendaknya kita memilih dan memilah yang baik dan tidak merugikan kita, maka berpegang teguhlah kepada Alquran, Hadits dan mengikuti petunjuk ulama. Dan juga tidak meninggalkan adat di Indonesia yang dirasa baik, memiliki banyak manfaat dan tidak menyimpang dari ajaran Islam. Tabik.

Editor: Nabhan

1 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktif di berbagai organisasi.
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds