Feature

Meniti Harap Kuliah ke Luar Negeri

3 Mins read

Tidak dapat disangkal bahwa pendidikan sungguhlah penting bagi siapa saja. Pasalnya, pendidikan bisa mengangkat derajat manusia, karena ilmu dan kualifikasi akademik yang dimilikinya. Bukan hanya itu, pendidikan juga bisa menjadi jembatan untuk mewujudkan mimpi-mimpi akan kesejahteraan, kedamaian, dan keadaban manusia.

Kita bisa membayangkan bahwa, semakin tinggi pendidikan yang diraih, bila ia diiringi dengan kebijaksanaan diri yang luhur, maka tinggi pula kualitas hidupnya. Sayangnya tidak semua anak bangsa mampu mendapatkan pendidikan. Terlebih pendidikan formal, menempuhnya berarti mengeluarkan biaya yang sangat mahal. Di saat yang sama, orang-orang miskin dan golongan tiada berpunya, mustahil mengakses pendidikan tersebut.

Bagi mereka yang nestapa, pendidikan sebagai jembatan, telah menjadi kayu rapuh yang semakin mudah runtuh karena diterpa hujan dan panas tanpa henti. Ketika mereka melihat orang-orang yang mampu bersekolah, bukan hanya impian dan keinginan yang terhampar, tetapi juga perihnya perasaan karena merasa tak berdaya berhadapan dengan kenyataan.

Bagi siswa-siswi SMA/SMK/MA, pendidikan tinggi merupakan jembatan yang akan mengantarkan mereka ke samudera ilmu pengetahuan yang lebih luas dan dalam. Meraih gelar sarjana, master, dan doktor, menjadikan kesempatan kesejahteraan yang lebih tinggi, ketimbang mereka yang tidak lulus SD. Walau demikian, jelas telah menjadi rahasia umum bahwa, tidak semua orang bisa kuliah.

***

Pertanyaannya, selepas lulus SMA, bagaimana mungkin kita yang kekurangan kekuatan finansial bisa kuliah? Pertanyaan ini sebenarnya didasarkan pada kenyataan bahwa biaya kuliah di Indonesia begitu tinggi. Sama sekali tak terjangkau orang-orang yang bahkan tak mampu membeli beras di rumahnya.

Walau demikian, terdapat alternatif untuk menempuh pendidikan tinggi. Asalkan, itu semua didukung oleh prestasi akademik yang baik, sebagai buah yang manis dari kerja keras setiap individu semasa sekolah. Jalan alternatif yang dimaksud adalah kuliah di luar negeri dengan beasiswa.

Baca Juga  Komitmen NU & Muhammadiyah dalam Melindungi Kelompok Minoritas dan Terpinggirkan

Biasanya, negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, India, Tiongkok, Rusia, Jerman, Belanda, Perancis, Austria, Swedia, Hungaria, Turki, Australia, Selandia Baru, Amerika, dan seterusnya, memberikan kesempatan bagi warga negara Indonesia, untuk melanjutkan kuliah di negara mereka. Jenjang yang diberikan beragam, baik itu Strata 1 (undergraduate), Master, dan Doktoral.

Bagi siswa-siswi, bisa mempersiapkan syarat-syarat beasiswa tersebut semenjak duduk di kelas satu SMA. Atau bahkan sejak SMP. Biasanya mereka menuntut kualifikasi akdemik yang baik, misalnya rata-rata nilai rapor dan ujian nasionalnya adalah 8. Di samping itu, mereka juga harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Syarat-syarat yang lain kebanyakan hanya bersifat administratif. Sementara itu, pendaftarannya juga relatif lebih mudah, karena bisa dilakukan melalui online.

Beasiswa yang diberikan untuk belajar (S1) biasanya mencakup biaya studi, biaya perjalanan pulang-pergi, biaya hidup (tinggal, makan, dan kesehatan), serta biaya buku dan lain-lain. Semua yang diberikan, bisa diterima secara cuma-cuma untuk mendukung pendidikan kita. Ini semua jelas merupakan berkah bagi siapa saja yang lulus beasiswa tersebut, tanpa perlu khawatir bahwa kita bukan berasal dari keluarga yang kaya.

***

Keuntungan lain yang didapatkan adalah, kita bisa merasakan pendidikan tinggi dengan kualitas yang baik. Bahkan lebih baik dari yang ada di negara kita sendiri. Merujuk pada Times Higher Education, ranking dunia beberapa universitas di negara-negara pemberi beasiswa S1 tersebut sangat tinggi. Hal itu didasarkan pada kualitas tradisi akademik yang sudah mapan dan berpengaruh terhadap dunia internasional.

Untuk mengumpulkan informasi mengenai kapan beasiswa tersebut menyelenggarakan pendaftaran dan seleksi, kita harus rajin mengaksesnya melalui internet. Mesin pencari seperti google sangat membantu aktivitas ini.

Para aktivis Muhammadiyah di berbagai level, terutama elit, sesungguhnya memiliki standar akademik dan intelektualitas yang tinggi. Banyak di antara mereka yang mengenyam pendidikan master dan doktoral di negara-negara maju, baik itu di benua Amerika, Eropa, maupun Australia. Sesungguhnya, mereka memiliki peran sentral untuk menginspirasi kita semua.

Baca Juga  Puasa Hijau: Cara Baru Menyambut Ramadan

Para sesepuh Muhammadiyah misalnya, pernah mengenyam pendidikan tinggi di kampus-kampus terkemuka di dunia. Sebagai contoh, Prof Din Syamsuddin pernah belajar di University of California Los Angeles (UCLA). Hal yang sama juga dialami oleh Prof Syafiq A Mughni (UCLA), Prof Ahmad Syafii Maarif (University of Chicago), Prof Amien Rais (University of Chicago), Prof Ahmad Jainuri (Mc Gill University), Prof M Amin Abdullah (Middle East Technical University, Turki), dan seterusnya.

Generasi yang lebih muda juga demikian. Pradana Boy telah merampungkan studi doktoralnya di National University of Singapore (NUS). Sementara itu, nama-nama lainnya adalah Ahmad Najib Burhani (University of California Santa Barbara), Alpha Amirrachman (University of Amsterdam), Hilman Latief (University of Utrecht), Ahmad Norma Permata (Muenster University), dan seterusnya.

***

Penting kiranya para aktivis Muhammadiyah saling mendorong dan membukakan akses pendidikan. Tidak harus ke luar negeri, di dalam negeri pun akan sangat bermanfaat apabila kesempatan beasiswa dibuka selebar-lebarnya untuk para kader persyarikatan, termasuk di Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Namun apabila terdapat kesempatan untuk berkuliah di universitas nomor satu di dunia, hal itu tentu sangatlah baik.

Hal ini selaras dengan tuturan Dr Abdul Mu’ti bahwa, “Para kader Muhammadiyah harus bertebaran ke seluruh dunia untuk bersekolah. Setelah lulus, harapannya mereka akan membangun persyarikatan ini bersama-sama.”

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Pranawati Rita, seorang koordinator akses beasiswa di lingkungan kader Muhammadiyah. Alumnus studi sosiologi di Monash University ini menjelaskan bahwa, “Inspirasi studi sangatlah penting untuk memupuk kepercayaan diri para kader. Namun, membuka akses beasiswa dalam konteks sosial tertentu juga merupakan agenda menolong kesengsaraan umum.”

Demikianlah, Muhammadiyah harus membuat semacam program katalisator yang mendorong para kadernya bertebaran di pelbagai universitas terbaik di dunia, dalam rangka meningkatkan kemampuan diri sekaligus mendakwahkan Islam berkemajuan. Bagi para aktivis IPM, IMM, Pemuda Muhammadiyah, dan Nasyi’atul Aisyiyah, mari fantasyiru fi al-ardhi!

Baca Juga  Berburu Takjil, Jangan Sebatas Ritual!
89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds