Perspektif

Menjadi Dosen Kaffah: dari Masalah Finansial Hingga Tuntutan Profesional

4 Mins read

Latar Belakang Keinginan Menjadi Dosen

Menjadi dosen mungkin harapan ideal bagi segelintir orang untuk melakukan pengabdian terhadap dunia keilmuan. Tapi Ada juga sebagai pilihan akhir ketimbang nganggur, karena sudah pensiun di tempat kerja formal. Atau bahkan, hanya sekadar memburu status sosial di masyarakat agar dianggap sebagai orang berilmu, sehingga keberadaannya lebih dipandang masyarakat.

Apapun motivasi asbab-musabab menjadi dosen, tentu itu sah-sah saja. Karena, Tak ada aturan ketat bagi siapa saja yang ingin menjadi dosen—baik dosen negeri ataupun swasta. Siapa mau, pasti bisa untuk mendapatkannya.

Intinya, punya ijazah S2 dan lebih-lebih S3, ikut tes, Insya-Allah akan dinyatakan lulus. Lebih-lebih bila hanya menjadi dosen swasta—bagi Anda yang punya akses terhadap pejabat kampus—SK dosen tetap akan langsung keluar, tanpa harus ini dan itu.

Harapan Mahasiswa kepada Dosen

Nah, semua latar belakang itu, Kita kesampingkan terlebih dahulu. Mari kita kosongkan pikiran, lalu berkontemplasi sejenak. Kemudian, tautkan keberadaan kita terhadap harapan para mahasiswa yang datang ke kampus untuk belajar di tempat kita mengajar.

Rata-rata, mereka (baca: para mahasiswa) datang ke kampus dengan membawa sejuta harapan dan impian—ada yang ingin hidup lebih baik, ingin memiliki masa depan cerah, ingin lebih maju, ingin berpengetahuan, dan lain sebagainya. Intinya, mereka ingin masa depan yang lebih cemerlang.

Tentu saja, bila Kita melihat niat baik mereka (baca: para mahasiswa) dengan nurani yang jernih, pasti akan terenyuh. Maka, apapun niat dan latar belakang kita menjadi dosen, buanglah jauh-jauh hal tersebut. Dan mari, kita masuk menjalani profesi dosen dengan kaffah.

Menjadi Dosen yang Kaffah

Menjadi Dosen yang Kaffah adalah dengan menunaikan segala bentuk tugas pokok sebagai seorang dosen. Tugas Pokok dosen dapat mengacu terhadap Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dalam Pasal 60 disebutkan bahwa “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan dosen berkewajiban melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat“.

Baca Juga  Kampus Merdeka: Program Prematur yang Dipaksakan

Dengan kata lain, bila kita sebagai dosen hendak dikatakan dosen kaffah ialah, harus menunaikan tiga kewajiban yang telah dituangkan ke dalam bentuk perundang-undangan, yaitu meliputi bidang pendidikan atau pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Bila ketiga tugas tersebut salah satunya tidak terpenuhi, seorang dosen tidak bisa masuk ke dalam predikat dosen kaffah.

Memang, untuk meraih predikat dosen kaffah sangat berat. Karena jalan terjal dan tanjakan menghadang di depan mata. Apalagi, bila dikaitkan terhadap gaji dosen yang terkadang sehari saja ditransfer oleh bagian keuangan, esok harinya sudah habis untuk membayar ini dan itu. Tentu, hal tersebut membuat seorang dosen sering mengelus dada.

Maka, tak mengherankan bagi sebagian dosen—yang orientasi dirinya menjadi dosen hanya semata-mata sebagai tempat mencari nafkah hidup. Mereka tak akan mungkin mau menunaikan tiga kewajiban dosen tersebut.

Paling-paling, mereka hanya akan “mengaji”—yaitu “mengajar dan menguji mahasiswa”. Selebihnya, mereka akan mencari tambahan hidup di luaran sana. Demi mempertahankan asap dapur agar tetap ngebul di pagi dan malam hari.

Tentu saja, itu hanya sebagian saja dari perilaku dosen yang orientasinya hanya semata-mata mengejar uang sebagai kompensasi mengajar di Perguruan Tinggi. Dan pastinya, masih ada sebagian dosen yang memang orientasi menjadi dosen untuk mengabdikan diri terhadap ilmu pengetahuan.  

Nah, dosen yang niatnya mengabdikan terhadap ilmu pengetahuan, biasanya akan menunaikan seluruh tugas dan kewajiban dirinya sebagai dosen. Di mana, dirinya bukan hanya akan menunaikan tugas dan kewajibannya mengajar mahasiswa di kelas. Akan tetapi, dirinya juga akan melakukan tugas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Maka dari itu, bila kembali terhadap pembahasan di awal—apapun motivasi dan latar belakang kita menjadi seorang dosen, maka mari bersama-sama kita luruskan niat dengan cara menjadi dosen yang kaffah, yaitu dengan menunaikan kewajiban pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Baca Juga  Perempuan di antara Timbunan Sampah

Masalah Keuangan dan Dosen Kaffah

Ada banyak alasan bagi seorang dosen yang hanya menunaikan kewajiban mengajar, tetapi enggan dengan kewajiban meneliti dan pengabdian kepada masyarakat. Salah satu alasan dan menurut hemat penulis menjadi masalah besar bagi seorang dosen ialah masalah keuangan.

Bila kita menelisik terhadap gaji seorang dosen, memang terkadang sangat mengelus dada. Dengan kata lain, terkadang biaya melanjutkan studi S1, S2, dan S3, tak sepadan dengan gaji yang diberikan oleh kampus tempatnya mengajar. Karena gaji tak sepadan, dosen hanya memaknai tugas dan tanggung jawabnya sebagai dosen hanya mengajar.

Maka dari itu, tak mengherankan bagi dosen yang memiliki masalah keuangan, dan ditambah orientasi menjadi dosen hanya mendapatkan gaji, pasti dirinya malas atau bahkan tidak mau melakukan tugas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Walaupun tugas penelitian dan pengabdian juga dibiayai—baik secara internal oleh pihak Perguruan Tinggi ataupun dengan mengikuti hibah bersaing di eksternal Perguruan Tinggi, tetap saja kurang menggiurkan.

Mengapa kurang menggiurkan? Karena, dana yang didapat dengan pekerjaan yang harus ditunaikan, lebih ribet dan berat di pengerjaan dan pelaporan dari kegiatan penelitian dan pengabdiannya. Sehingga mereka lebih memilih untuk fokus mengajar dan mengenyampingkan penelitian dan pengabdian.

Menurut hemat penulis, masalah keuangan bagi dosen dengan gaji pas-pasan akan terselesaikan, bila dirinya secara ikhlas memantapkan diri untuk menjadi dosen yang kaffah. Setelah itu, barulah menambah jam kerja di luar tugas-tugas dirinya sebagai dosen, untuk menambal permasalahan keuangan.

Misalnya, dosen yang memiliki keahlian ilmu agama, menambah jam kerja dengan menjadi penceramah; dosen yang bisa berdagang, menambah jam kerja dengan berdagang online; dan lain sebagainya. Penulis yakin, sedikit banyak akan mampu meringankan masalah keuangan dosen.    

Baca Juga  Air Keras untuk Novel Baswedan, “Tidak Sengaja”?

Penentu Masa Depan Bangsa

Pusdatin Kemenristekdikti tahun 2019 mengeluarkan Statistik Pendidikan Tinggi Tahun 2019, yaitu: tahun ajaran 2016/2017 jumlah mahasiswa sebanyak 6.924.511; tahun ajaran 2017/2018 jumlah mahasiswa sebanyak 6.951.124; dan tahun 2018/2019 jumlah mahasiswa sebanyak 7.339.164. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia.

Dari data tersebut, kita mendapatkan hipotesa bahwa keberadaan Perguruan Tinggi masih menjadi harapan masyarakat untuk mengantarkan anak-anak mereka menjadi SDM unggul yang sukses menggapai masa depan.

Dari data tersebut, kita juga dapat berasumsi bahwa kepercayaan masyarakat terhadap Perguruan Tinggi semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya data peningkatan jumlah mahasiswa setiap tahunnya selama tiga tahun terakhir.

Oleh karena itu, seorang dosen harus mampu menjaga harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap Perguruan Tinggi. Salah satunya ialah dengan terus memupuk untuk meningkatkan kualitas kinerja dosen di bidang pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Karena, esensi dari keberadaan dosen ialah penentu masa depan Bangsa Indonesia. 

Editor: Yahya FR

Hamli Syaifullah
15 posts

About author
Dosen di Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds