Seperti yang kita ketahui bahwa perkawinan merupakan sebuah ikatan atau penyatuan yang memiliki tujuan. Penyatuan tersebut tidak hanya tertuju pada bakal calon pasangan suami istri, tetapi juga keluarga masing-masing calon pengantin. Pengertian perkawinan sendiri tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan (UUP) No.1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa “Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia (kekal) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Jadi pada prinsipnya perkawinan merupakan sebuah ikatan baik lahir maupun batin yang dilaksanakan dengan pengungkapan janji kepada tuhan untuk membina keluarga yang bahagia dan kekal.
Berbicara terkait perkawinan memang tidak selalu baik, walaupun pernikahan sempurna akan tercipta jika terdapat hubungan yang baik di dalamnya. Dalam sebuah perkawinan, terdapat juga tantangan dan rintangan dalam menjalaninya. Tantangan dan rintangan tersebut dapat berasal dari dalam diri sendiri (internal), maupun dari luar diri seperti lingkungan sekitar ( eksternal).
Untuk menghadapi tantangan tersebut, perkawinan haruslah memiliki dasar atau landasan yang kokoh. Seperti sebuah bangunan, jika dibangun dengan dasar yang kuat maka sebuah bangunan akan kokoh dan begitupun kebalikannya.
Tidak terlepas dari tantangan, dalam sebuah perkawinan pasti terdapat permasalahan. Permasalahan terkait perkawinan di Indonesia sangat banyak dan beragam. Salah satunya yaitu adanya salah tafsir oleh masyarakat terkait hadis perkawinan.
Salah tafsir tersebut sudah melekat dalam pemikiran masyarakat yang seringkali membuat takut dan khawatir. Kekhawatiran tersebut sangat dirasakan terutama oleh para Istri jika hal tersebut nyata adanya. Hadis tersebut merupakan hadis Rasulullah saw., mengenai penolakan seorang istri kepada suami untuk melakukan hubungan biologis.
***
Dalam hadis tersebut, Rasulullah saw bersabda, “Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk tidur bersama (namun) istrinya enggan memenuhi, dan kemudian si suami melewatkan malam dengan keadaan marah terhadap istrinya maka istri itu dikutuk oleh malaikat sampai pagi hari.” (HR Bukhari Muslim)
Hadis di atas menyatakan bahwa seorang istri yang menolak ajakan suami untuk berhubungan biologis akan dikutuk sampai pagi oleh malaikat. Kata “dikutuk” tersebutlah yang membuat dan menjadikan hadis tersebut sebagai ancaman bagi seorang istri jika tidak mau melakukan hubungan biologis dengan suaminya. Selain itu makna “penolakan” dalam melakukan hubungan biologis dikategorikan sebagai nusyuz, lebih tepatnya nusyuz istri kepada suami.
Menurut Kompilasi Hukum Islam nusyuz istri merupakan sebuah sikap ketika istiri tidak mau melaksanakan kewajibannya. Yaitu kewajiban utama untuk berbakti lahir dan batin kepada suami. Kewajiban lainnya adalah menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik- baiknya.
Berdasarkan pengertian tersebut, jika dikaitkan dengan hadis di atas, maka hanya terbatas kepada tidak terlaksananya kewajiban utama, yaitu berbakti lahir batin kepada suami.
Kemudian yang menjadi pertanyaan, apa saja faktor yang melatarbelakangi kesalahpahaman masyarakat akan tafsir hadis di atas? Dan apakah dalam hadis tersebut penolakan seorang istri dapat dikategorikan sebagai nusyuz? Lalu bagaimana solusi yang ditawarkan bagi suami maupun istri dari permasalahan tersebut? Tentu untuk itu perlu adanya pengkajian lebih lanjut.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kesalahpahaman dalam memahami arti tafsir sebuah hadis. Pertama, faktor Internal atau dari dalam diri sendiri. Saat membaca hadis tersebut, masyarakat akan langsung tertuju pada sebuah kata negatif yang membuat pemikirannya terisolasi. Hal tersebut selalu tertanam dalam otaknya. Pemahaman mereka tentunya akan lebih sederhana dan langsung tertuju pada kalimat ada. Padahal tidak semua kalimat atau kata yang terdapat dalam sebuah hadis maknanya akan sama seperti yang tertulis.
***
Kedua, faktor eksternal atau lingkungan yang merupakan faktor kelanjutan dari faktor internal. Setelah memiliki pemahaman demikian, dan melihat lingkungan mereka juga beranggapan seperti apa yang mereka pikirkan, maka keyakinan mereka akan lebih kuat terhadap kebenaran hadis tersebut.
Apalagi kebiasaan masyarakat yang sering mengaitkan antara satu hal dengan hal lainnya tanpa memahami terlebih dahulu. Seperti mengaitkan kata penolakan hadis di atas dengan nusyuz-nya Istri.
Seperti yang kita ketahui bahwa terdapat berbagai alasan atau faktor seorang Istri menolak berhubungan biologis dengan suami, diantaranya; pertama, suami belum membayar mahar sepenuhnya kepada istri. Mahar merupakan salah satu yang harus ada dalam sebuah pernikahan walaupun bukan syarat sahnya sebuah pernikahan. Jika suami belum melunasi mahar nya kepada istri, maka istri berhak untuk menolak berhubungan biologis dengan suaminya.
Kedua, istri kelelahan karena bekerja. Bekerja di sini dapat dimaksud dengan mengerjakan pekerjaan rumah atau bekerja mencari uang sehingga dia membutuhkan waktu istirahat yang lebih.
Ketiga, istri tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Sebenarnya tugas seorang istri sangat banyak karena tidak hanya mengurus suaminya saja namun mengurus dirinya sendiri, anaknya, rumahnya, dan lainnya. Tetapi, kadang kala istri tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri karena terlalu sibuk mengurus pekerjaannya juga keluarganya.
Keempat, perasaan ketidakinginan sang istri untuk melakukan hubungan biologis. Hal semacam ini bisa dikaitkan dengan perasaan wanita yang selalu berubah-ubah. Kadang kala saat suami menginginkan hubungan biologis sedangkan istri tidak hal ini dapat memicu pertengkaran karena perbedaan keinginan. Suami juga tidak mungkin memaksa istri karena pernikahan mengutamakan kenyamanan kedua belah pihak.
Kelima, tidak adanya rasa cinta terhadap suami. Hal itu dapat terjadi misalnya pernikahan tanpa adanya rasa cinta. Seperti perjodohan yang dilakukan oleh orang tua, dan sebagainya.
***
Faktor tersebut di atas yang menarik ke arah sebab dan akibat penolakan istri terhadap suami dalam melakukan hubungan biologis. Di samping penolakan tersebut pasti terdapat alasan yang jelas dan rasional, walaupun tidak semuanya.
Kesalahan seorang istri menolak berhubungan biologis dengan suaminya dapat di benarkan dan hilanglah kata kesalahan jika terdapat alasan yang kuat dan mendukung untuk penolakan tersebut. Misalnya saja karena dia sedang sakit atau kelelahan dalam melakukan tugasnya sebagai seorang istri, seperti menjaga anak dan bekerja di rumah seharian hal tersebut bisa dijadikan alasan yang kuat. Pada posisi seperti itu, seharusnya suami memahami sang istri lebih dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri
Berkaitan dengan hadis di atas, laknat malaikat akan berlaku jika suami kita dalam keadaan marah. Jika tidak, maka tidak terdapat dalil yang jelas dan dibenarkan agama akan hal tersebut. Istri dapat dianggap nusyuz jika membantah dan melawan suami. Tetapi dalam hadis di atas, dijelaskan bahwa istri tidak melawan suami tetapi hanya menolak.
Selain itu, hadis di atas dapat dijadikan bahan kajian masyarakat bahwa sebuah pernikahan perlu memiliki landasan yang kuat agar tidak mudah goyah diterjang badai yang berkepanjangan.
Pada intinya ,dalam sebuah pernikahan haruslah ada keseimbangan antara hak dan kewajiban suami-istri. Jadi tidak akan memberatkan salah satunya, dan memaklumi antara satu sama lain.
Masyarakat terutama para istri tidak perlu khawatir akan hadis tersebut. Karena di dalam pernikahan, yang diutamakan adalah kenyamanan satu dengan lainnya. Jika tidak ada kenyamanan di dalamnya, maka tidak akan berjalan sesuai dengan kodratnya.
Menafsirkan atau memahami sebuah hadis ataupun ayat tidaklah langsung tertuju pada kalimat yang tertulis di dalamnya. Namun dibutuhkan proses dan kajian atau pemahaman lebih lanjut terkait hadis atau ayat tersebut.