Perspektif

Menulis di Era Pembaca yang Tidak Membaca

2 Mins read

Oleh: Ashad Kusuma Djaya

Sebagian orang menganggap menulis bukanlah hal yang mudah. Tapi biasanya jika ada orang yang berkata seperti itu, saya segera membantahnya. Kenapa? Karena kita lihat di era media sosial sekarang semua orang bisa menulis. Di sekolah atau bangku kuliah, mereka semua juga bisa menulis catatan dan tugas-tugas karya tulis. Jadi entah apa yang ditulis, mereka semua ternyata bisa menulis.

Dua Kemungkinan

Tetapi kenapa banyak orang bilang bahwa menulis itu berat? Setidaknya, ada dua kemungkinan. Pertama, yang berkata seperti itu mungkin orang yang tidak memiliki tradisi membaca dan tradisi diskusi yang baik. Dari pengalaman saya, orang yang tak memiliki tradisi membaca dan diskusi akan punya kesulitan untuk menulis. Apa yang mau ditulis kalau ia tak memiliki referensi memadai untuk ditulis? Jika memaksakan untuk menulis orang seperti ini hanya akan menulis keluh kesah dan segala bentuk kebaperan lainnya. Atau jika tidak, alternatif tulisannya berbentuk jurus copy paste.

Kedua, mereka yang berat menulis adalah yang memang tidak terbiasa menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Untuk yang seperti ini saran saya, cukup sering-seringlah baca tulisan orang, amati, tiru, dan modifikasi. Begitulah awalnya, lama kelamaan jika tekun ia akan punya gaya kepenulisan sendiri. Jadikan media sosial menjadi bagian dari pembiasaan tulis menulis ini. Atau, buatlah catatan. Biasakan jika mau bicara, tulis dalam catatan apa yang mau dibicarakan.

Menulis Buku

Adapun tentang menulis buku, apa berat? Jika orang punya tradisi membaca dan diskusi, tentu tidak sulit belajar menulis buku. Bisa dimulai dengan menulis potongan-potongan buku. Baik berupa makalah, catatan terhadap suatu yang diamati, atau rangkuman kliping peristiwa. Bisa juga resensi suatu buku yang jika dikumpulkan akan jadi satu buku. Tinggal diedit sana sini, maka kumpulan tulisan itu pun sudah menjadi buku.

Baca Juga  7 Tips Jitu, Menulis 25 Buku Dalam Satu Tahun Era Covid-19

Memang menulis satu buku yang khusus, yang bukan dari kumpulan tulisan/makalah, sedikit lebih berat. Tapi, sekali lagi, jika kita punya tradisi membaca dan diskusi, kita takkan mengalami kesulitan. Tidak akan mengalami kesulitan ketika mencari dan menentukan referensi mana yang bisa mendukung penulisan buku tersebut, termasuk tingkat akurasi datanya. Selanjutnya, tinggal membiasakan merangkai pokok-pokok pikiran menjadi satu kesatuan yang jalin menjalin.

Pembaca yang Tidak Membaca

Yang paling berat sekarang ini bagi penulis buku justru bukan bagaimana menulis. Mereka tidak berat untuk menulis buku-buku berat. Sebab, mereka telah terbiasa menulis. Yang berat sekarang ini adalah menulis kepada orang-orang yang tak memiliki tradisi membaca buku. Bayangkan seorang penulis buku yang menulis dengan pencarian referensi penuh perjuangan, tiba-tiba bukunya dihadapkan pada orang yang tak mau membaca secara lengkap.

Banyak sekali pembaca yang hanya membaca judul, lalu membayangkan isinya dan memberi komentar pada buku itu. Bukan hanya buku, pembaca seperti ini sudah bisa berkomentar panjang lebar ketika membaca judul berita online tanpa membaca isinya. Komentar itu sesungguhnya adalah komentar pada bayangannya tentang isi dari judulnya. Karena jujur saja, pembaca seperti itu sesungguhnya tak pernah membaca isi. Bisa dibayangkan betapa beratnya menghadapi pembaca yang tak pernah membaca seperti ini.

Sebuah Tips

Jujur saja, pembaca yang tak pernah membaca seperti ini sekarang ini cukup banyak. Menghadapi pembaca yang seperti ini, saran saya kepada para penulis adalah belajarlah membuat quote-quote atau kutipan-kutipan pendek dari apa yang dianggap penting. Idealnya, menyampaikan gagasan itu utuh, lengkap berisi inti gagasan dan dilengkapi argumen-argumen pendukungnya. Tapi apa gunanya anda menulis yang lengkap utuh dan cukup ideal, tetapi jika tak dibaca orang?

Baca Juga  Hijrah Sepulang Haji: dari Kebiasaan Lama ke Kebiasaan Baru

Tentu saja tetap ada saja orang yang mau membaca buku-buku berat anda. Tapi, terhadap pembaca yang tak membaca, cukup anda suruh baca quote-quote yang anda bikin. Meski jangan terlalu berharap banyak dari kutipan yang pendek-pendek itu bisa benar-benar mencerahkan mereka. Minimal, kita telah berusaha menyajikan menu tulisan untuk mereka para pembaca yang tidak membaca. Itu saja, sungguh!

*) Penulis adalah Gerilyawan Literasi
Editor: Arif
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Tiga Tipologi Aktualisasi Diri Anak Muda: Tentang Aktivisme dan Pendidikan

4 Mins read
Menjadi aktivis Muhammadiyah yang kuliah di kampus Muhammadiyah itu rasanya menyenangkan. Apalagi mendapatkan beasiswa penuh dari Muhammadiyah. Ditambah dengan bantuan dana ketika…
Perspektif

Indonesia Berkemakmuran, Kemakmuran untuk Semua

4 Mins read
Menyongsong Milad ke-112 tahun ini, Muhammadiyah mengambil tajuk “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua”, tema yang sama juga akan digunakan sebagai identitas acara Tanwir…
Perspektif

Refleksi Milad ke-112 Muhammadiyah: Sudahkah Dakwah Muhammadiyah Wujudkan Kemakmuran?

3 Mins read
Beberapa hari yang lalu, ketika ibadah Jumat, saya kembali menerima Buletin Jumat Kaffah. Hal ini membawa saya pada kenangan belasan tahun silam…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds